Lesiana mengetuk pintu kamar Sisi. Ia sangat merindukan gadis itu. Setahun lamanya, mereka tidak bertemu. Rasa rindu yang tak terbendung, membuat Lesiana pagi-pagi sekali sudah mengetuk pintu kamarnya.
"Iya, sebentar!"
Sisi mengucek mata, lalu melirik jam di dinding kamar. Ia merasa kepalanya berdenyut nyeri, tubuhnya juga panas. Sepertinya karena kehujanan semalam.
Ceklek!
"Selamat pagi, Sayang? Apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya Lesiana.
"Iya. Terima kasih, Nyonya." Sisi bersandar di tepian pintu. Wajahnya yang merah, membuat Lesiana khawatir.
"Kau baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa, Nyonya. Terima kasih atas perhatian Anda."
"Panggil Ibu saja." Lesiana menyentuh dahi Sisi. "Astaga! Kamu demam." Ia memapah Sisi kembali ke ranjang. Setelah menyelimuti Sisi, ia pergi ke dapur, mengambil sarapan, air minum, dan obat penurun panas.
Dengan penuh perhatian, ia merawat Sisi. Ia bahkan menyuapi gadis itu. Sisi terharu dengan perhatian yang diberikan Lesiana padanya.