Jenderal Xia membalikkan tubuhnya ke arah YangLe yang terlihat tidak begitu antusias melihat dua orang di depannya.
"Hamba menemukan bukti di tubuh mereka, dan ini tidak mungkin salah, para pemberontak memiliki tato burung merak di lengan mereka" Xia menunjuk pada lengan kiri dua orang tersangka, tato bulat bergambar kepala burung merak walau sudah agak pudar.
Beberapa jam ke depan YangLe dan KaiLe hanya duduk melihat XiaLo menginterogasi tahanan mereka tepat di depan mata mereka, lebih menyerupai menyiksa dibanding menanyai.
Para petugas menyambuk, memukul, menarik tangan dan kaki, menyiram air mendidih di kaki mereka hingga mematahkan beberapa jari tangan, tapi dua tahanan itu hanya menahan rasa sakit tanpa banyak bicara, keduanya terlihat sangat pasrah tapi cukup kuat.
BuAn menurunkan kepalanya saat tangan YangLe terangkat memanggilnya.
"Yang Mulia"
YangLe mengibaskan tangannya.
"Siapkan kereta kita akan kembali ke istana, jangan lupa mampir sebentar di tengah kota untuk membeli makanan untuk Hong"
BuAn menganggukkan kepalanya.
"Siap Yang Mulia"
Tak menunggu lama BuAn mendahului tuannya menuju ke arah pintu keluar, terlihat KaiLe juga sudah mulai bosan di tempat duduknya, XiaLo menyadari hal itu, sebenarnya ia hanya ingin melihat bagaimana reaksi Putra Mahkota dan pangeran KaiLe yang dicurigai berkomplot dengan pemberontak, tapi hari itu sepertinya tidak membuahkan hasil.
Rombongan Putri YanYe tiba saat kereta milik YangLe berhenti di depan gerbang rumah tahanan.
"Yang Mulia Putra Mahkota, apa interogasinya sudah selesai?"
YangLe membalikkan kepalanya, rambutnya yang coklat ikal dan Panjang sedikit terhempas seiring gerakan tubuhnya, bentuk tubuh tinggi dengan pundak yang lebar dan tegap dengan otot samar yang membuat tubuhnya terlihat sangat sempurna terlebih di balik balutan pakaian mewahnya yang berwarna coklat keemasan sesuai dengan warna matanya, tak diragukan YangLe memang memiliki wajah yang sempurna dengan senyum yang menambah wajahnya semakin terlihat menawan, walau, YanYe tahu bagaimana sifat asli YangLe sebenarnya. Putri itu menurunkan tubuhnya memberi hormat saat Yangle mendekat.
"Hormat hamba Yang Mulia"
"Putri YanYe"
KaiLe juga berhenti tak jauh di depan keduanya, petugas sudah membawa dua kuda miliknya dan milik Tao mendekat.
"Kak Yang, kalau kakak tidak keberatan aku dan Tao akan menginap di istana Gao sampai penyelidikan selesai, demi keamanan kak Yang dan lainnya"
YangLe menelan ludahnya bulat, melihat wajah KaiLe sejenak, ia tahu maksud KaiLe sebenarnya dan sepertinya memang tidak bisa menolak keinginan adik sepupu yang cukup dekat dengannya itu.
"Lakukan apa saja yang kau inginkan Kai, istana Gao memiliki banyak pavilion kau tinggal saja sepuasmu"
BuAn mencoba menahan diri untuk tidak berekspresi melihat Putra Mahkota menahan diri untuk tidak terlihat terganggu, ia mendekati kereta dan memberikan tangannya untuk membantu Putra mahkota naik ke atas kereta kencana.
YanYe menurunkan lututnya sedikit memberi hormat saat rombongan kereta YangLe berangkat, XiaLo berhenti di belakangnya.
"Putri"
YanYe masih melihat kereta itu menjauh dari gerbang.
"Apa reaksinya?" tanya YanYe, XiaLo menggelengkan kepalanya sambil menarik napas.
"Hemh"
..........
Suara burung bernyanyi di padang rumput, udara segar mengalir bersama angin yang berhembus pelan, suara gelak tawa di padang rumput di bagian belakang istana Gao terdengar hingga kejauhan, terlihat Hong menarik layangan yang berukuran sangat besar yang sudah menghiasi langit berwarna biru dan putih yang cerah.
"Hahaha ayo kak Sun kejar Hong!"
Dua pelayan kecil Sun dan Nu berusaha mengejar Hong yang sangat bersemangat, takut tuannya akan kelelahan.
"Yang Mulia jangan berlarian"
FeiEr duduk di bawah pohon besar yang rindang terhindar dari matahari, menikmati teh dan kudapan yang sudah memenuhi meja sesuai dengan permintaan Hong, kegemarannya makan tidak pernah hilang bagaimanapun juga.
DaHuang yang berdiri di belakang FeiEr menundukkan kepalanya.
"Tuan Muda apa tidak masalah tuan muda Hong berlarian seperti itu? Beliau akan kelelahan dan jatuh pingsan"
Fei meletakkan cangkir tehnya, ia tahu itu tapi melihat wajah ceria Hong saat itu mana mungkin ia tega mencegahnya, ia adalah adiknya yang selalu tertawa bersama matahari dalam kondisi apapun juga.
Tak lama AhLei mendekat.
"Tuan muda, XiaoBai kembali" bisik AhLei, XiaoBai adalkah merpati putih yang dikirim AhLei untuk mengirim surat beberapa hari lalu, pemuda itu menyerahkan sebuah gulungan surat ke tangan FeiEr.
"Balasan dari Ayahanda"
DaHuang dan AhLei menunggu hingga Fei selesai membaca surat kecil itu.
"Ayahanda bilang Yang Mulia Kaisar akan mengirimkan utusan kemari secepatnya agar kita bisa segera membawa pulang Hong dengan aman, untuk saat ini, ayahanda meminta kita untuk menunggu dengan tenang di sini, jangan melakukan gerakan apapun karena situasi terlihat sangat berbahaya, menurut ayahanda beberapa hari lalu divisi BaoSangYi berhasil menangkap beberapa orang yang dicurigai sebagai komplotan pemberontak dan tengah membawa mereka ke istana untuk diselidiki"
Fei mengepalkan tangannya memegang surat itu, matanya menatap jauh ke arah Hong yang masih asik berlarian menarik tali layangannya.
"Ayo kak Sun jangan lemas begitu, lihat punya Hong sudah tinggi sekali"
"Tuan Muda, apa kita benar harus tinggal di sini dan diam saja? Beberapa hari lalu terjadi penyerangan yang ditujukan untuk tuan muda Hong, situasi di sini sangat berbahaya"
"Heh ayahanda mungkin ada benarnya DaHuang, tapi, kita juga tidak bisa tinggal diam di sini, bagaimanapun kita akan membawa adik keluar dari sini secepatnya"
"Tuan Muda Jie, perjalanan ke Tang mungkin akan jauh lebih berbahaya tapi ke lembah Terbuang, mungkin adalah tempat yang paling aman kini, kalau mau kita kembali ke sana untuk sementara waktu" ujar AhLei.
Fei berpikir, mungkin ide AhLei cukup bagus juga, bagaimanapun lembah Terbuang adalah tempat di mana orang akan berpikir ratusan kali untuk memasukinya, sekarang harus memikirkan cara agar bisa keluar terlebih dahulu dari istana yang dijaga sangat ketat hingga nyamukpun sulit untuk masuk, saat Fei serius berpikir tiba-tiba tangannya ditarik seseorang.
"Kak Fei ayo temani Hong main"
Hong dengan tanpa ragu menarik tangan FeiEr hingga ia bangun dari duduknya, bahkan saat Fei belum bersiap.
"Eh adik, kau sudah berlarian sejak tadi nanti kau kelelahan dik"
"Hong tidak apa-apa kak, ayo temani Hong main, Hong bosan karena kak Sun dan kak Nu tidak bisa mengejar Hong"
Fei memegang tangan Hong erat, tak mau adiknya sampai melepaskan tangannya.
"Adik pelan-pelan"
###################