Unduh Aplikasi
20% Come in Out of The Rain / Chapter 2: 2

Bab 2: 2

Elle duduk tepat di samping Kelsey yang sekarang sedang memakan sandwich sambil membaca buku. Masa orientasi tak seburuk yang mereka kira. Di hari kedua, mereka dibebaskan untuk buku sebanyak yang mereka inginkan dengan syarat yaitu mereka harus bisa menemukan jawaban tentang masa depan masing - masing. Akan jadi apa mereka kelak ?

"Aku rasa aku tak perlu menjawab pertanyaan mereka. Aku akan menjadi mayat dalam beberapa tahun lagi."

"Hei apa yang kau bicarakan !" Elle memukul pelan bahu Kelsey menggunakan buku yang sedang ia bawa sekarang. Kelsey tertawa keras setelahnya. "Aku bercanda. Memang siapa yang tahu kita akan menjadi apa besok ?"

"Tapi kita memiliki kendali penuh atas apa yang akan kita lakukan." Kelsey spontan tersenyum mendengar ucapan Elle.

"Sekarang beritahu aku mengapa kau mengambil jurusan filsafat." Kelsey mengubah posisi duduknya, begitupun juga dengan Elle sehingga mereka berdua dalam posisi berhadap - hadapan.

"Aku tidak tahu. Aku hanya mengikuti kemana takdir membawaku. Lagian tidak mungkin juga aku daftar Sekolah Kedokteran."

"Mengapa ?"

"Karena aku tahu aku pasti akan ditolak." Sedetik kemudian mereka tertawa lepas hingga membuat semua orang di sekelilingnya menatap dengan tatapan sinis.

***

Semua mahasiswa baru Jurusan Filsafat berkumpul di aula yang beralaskan karpet. Kali ini Kelsey duduk paling depan karena senior mereka memerintahkan untuk duduk sesuai urutan yang telah ditentukan. Sedangkan Elle duduk paling belakang. Sebenarnya masih ada orang lagi di belakang Elle yaitu pengawas kelompok mereka. Dan orang itu adalah Noah.

"Setiap masing - masing pengawas kelompok harus menyediakan satu kandidat mahasiswa yang akan maju mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan tugas kemarin." Begitu Amanda memberi instruksi. Elle mengamati kesana kemari, dia agak risih berada di ruangan ini. Entah mengapa perasaannya merasa tidak enak sejak tadi. Ia mengusap - usap belakang lehernya karena akhir - akhir ini ia sering merasa migrain.

"Apa sekarang kau akan muntah lagi ?" Sindir Noah dengan sinisnya. Namun ia tak mendapat tanggapan apapun dari Elle.

"Aku heran mengapa banyak orang sulit mengucapkan terima kasih." Balas Elle pelan, tanpa menoleh. Noah mengeluarkan seringai jahatnya.

"Terima kasih."

Elle tak menanggapi ucapan Noah. Dia tetap fokus dengan seorang perwakilan dari kelompok pertama yang mulai mempresentasikan tugas kemarin. Noah memperhatikan Elle yang tampak sibuk menulis sesuatu di bukunya, sepertinya buku harian pribadi.

"Baik, kini giliran kelompok terakhir." Amanda melirik Noah sekilas.

"Stevielle." Ujar Noah dengan lantang. Semua orang seketika saling berpandangan ketika Elle yang dipanggil untuk mempresentasikan tugasnya, mewakili kelompok D. Elle menoleh sebentar pada Noah. Lelaki tersebut memasang wajah datarnya dengan alis yang dinaikkan sebelah.

Elle bangkit kemudian maju ke depan. Noah bisa melihat Elle tak membawa kertas apapun, tidak seperti mahasiswa lain yang membawa kertasnya ke depan. Elle berdiri tepat di tengah dengan ekspresi yang tak bisa didefinisikan. Sarah menganggukkan kepalanya sekali, memberi kode pada Elle untuk segera bicara.

"Aku tak tahu apa yang harus kukatakan, yang aku tahu aku harus menjadi orang yang lebih baik di masa depan."

"Apa kau mengerjakan tugasmu kemarin ?" Sahut Noah dari belakang. Tampaknya Noah lebih tenang saat ini, sama sekali tak ada nada tinggi yang keluar dari mulutnya.

"Aku mengerjakannya, tetapi itu hanya sekedar kertas."

"Bagaimana bisa itu hanya sebuah kertas !" Gertak Amanda dari tepi aula. Belum sempat Elle mengeluarkan jawabannya, Amanda sudah mendesak untuk kedua kalinya.

"Itu adalah tugas dan kau tak serius dalam mengerjakannya ?"

"Dengar, aku ingin membalik pertanyaan itu pada kalian. Akan jadi apa kalian di masa depan ? Kita tidak tahu kemana hidup membawa kita. Aku rasa sehari adalah waktu yang terlalu singkat untuk menentukan akan jadi apa kita di kemudian hari. Maksudku, kehidupan 60 tahun di dunia tak bisa ditentukan melalui apa yang kita tulis dalam sehari." Ujar Elle dengan mantap, membuat semua senior di sana saling berpandangan.

"Apakah dia mengerjakan tugasnya ?" Elle terkejut karena Sarah tiba - tiba menatap Noah dengan lurus. Elle tadi duduk tepat di depannya sehingga Noah dapat dengan mudah mengambil semua pekerjaan Elle. Noah membuka gulungan yang ia yakini sebagai tugas Elle dengan hati - hati. Ia tersenyum sinis disana. Elle menggulung bola matanya sekilas, ia yakin Noah akan berbicara terus terang bahwa Elle tidak menulis apapun disana.

"Dia mengerjakan." Ucap Noah singkat. Elle terperangah sejenak. Noah menyelamatkannya.

"Duduklah." Sarah menepuk bahu Elle singkat kemudian ia mengambil alih acara. Elle berlalu begitu saja dan kembali ke tempatnya semula. Noah melihat Elle lekat - lekat, seolah - olah gadis itu sedang berjalan ke arahnya.

"Terima kasih." Ucap Elle pelan sambil tersenyum miring. Noah mengangkat kedua bahunya sekilas, memberikan kode bahwa ia menerima ucapan terima kasih tersebut. Kelsey menoleh ke belakang dengan raut khawatirnya, Elle dapat merasakan hal tersebut. Ia tersenyum lebar kemudian mengacungkan jempolnya pelan, memberi isyarat bahwa ia baik - baik saja.

"Kau berhutang satu tugas padaku. Temui aku di perpustakaan jam 8 malam nanti."

Noah bangkit dari tempatnya. Tak hanya Noah, tapi semua pengawas kelompok juga berdiri. Giliran Amanda yang sekarang mengambil alih acara.

"Sekarang, masa orientasi kalian akan didampingi langsung oleh pengawas kelompok. Hanya satu peraturan yang ada disini. Patuhi seluruh peraturan. Bila tidak, kupastikan pengawas kelompokmu tidak akan mencatat namamu di daftar mahasiswa yang lulus pelatihan masa orientasi."

Pengumuman yang dibuat Amanda barusan lebih terdengar sebagai ancaman. Elle menggelengkan kepalanya sejenak. "Ini tak terlalu buruk." Batin Elle dalam hati.

***

Noah mengawasi Elle yang sejak tadi membolak – balikkan buku filsafat yang dipegangnya sejak tadi. Sudah berjalan hamper 15 menit namun Elle Nampak kesulitan mengisi tugas yang ia lewatkan kemarin.

"Hentikan, tutup bukunya." Noah menyahut buku tersebut dengan cepat. Ia menyodorkan sebuah pena dari sakunya.

"Sekarang tulis namamu di awal kalimat." Noah memberikan instruksi dengan cepat. Elle menggigit bibir bawahnya sendiri, tak yakin dengan apa yang akan ia lakukan.

"Namaku Stevielle Grace." Noah memperhatikan bagaimana Elle menulis kata tersebut dengan cepat dan singkat, tak berusaha menguraikan dirinya lebih jauh lagi.

"Sekarang tulis apa cita – citamu." Tiba – tiba Elle menoleh pada Noah dengan ekspresi datarnya begitu lelaki tersebut menyuruhnya menulis apa cita – citanya.

"Apakah menurutmu masuk akal bila aku menulis 'aku ingin menjadi penjelajah' ?"

"Apa yang salah dengan menjadi penjelajah ?" Elle terdiam seketika. Ia kembali menulis pada lembarannya dengan tenang. Noah segera menginterupsi Elle sebelum gadis itu berhenti lagi.

"Lalu tulis alasanmu, mengapa kau ingin menjadi penjelajah."

Justru setelah mendengar perintah Noah, gadis itu langsung berhenti menulis.

"Karena aku ingin merasakan hal lain dalam kehidupanku. Apa aku boleh menulis hal seperti itu pada tugasku ?"

"Jangan terlalu jujur, ini hanya tugas yang dikerjakan sebagai formalitas." Elle mengangguk paham atas instruksi Noah. Ia kembali memegang penanya dengan serius, siap untuk menulis hal lain. Noah memperhatikan mimik wajah Elle yang tampak serius namun ia tak kunjung menulis apapun disana. Nampaknya gadis itu kurang pandai dalam hal mengarang.

Noah mengambil kertas tugas Elle yang lama. Ia membuka gulungan tersebut dan memperhatikan gambar yang ada disana baik – baik. Tak ada gambar yang spesial melainkan gambar seseorang yang berdiri dengan teleskop di depannya. Di atas gambar tersebut, ada beberapa bintang yang sengaja digambar untuk menggambarkan keadaan langit yang dilihat melalui teleskop tersebut. Noah tersenyum miring. Gambaran Elle mirip sekali dengan gambaran anak TK, dimana bentuk orangnya menyerupai stickman.

"Aku rasa tugas ini akan menjadi mudah bila seseorang mau menerima hasil pekerjaanku melalui visualisasi gambar." Ujar Elle tiba – tiba yang membuat Noah menoleh.

"Mengapa demikian ?"

"Karena tidak semua hal dapat dituangkan menjadi kata – kata." Elle mengucapkannya secara lugas sambil menatap mata Noah sekilas. Ia kembali fokus pada kertasnya tadi walaupun ia tetap tak bisa menuliskan apapun disana.

Noah mencerna ucapan Elle baik – baik. Ia tak mengeluarkan sepatah katapun melainkan mengambil sebatang rokok dari sakunya dan memantiknya dengan api. Elle menatapnya dengan tatapan cuek. Perempuan itu tetap berusaha fokus pada tugasnya.

"Elle, apa yang kau lihat sekarang ?" Tanya Noah penuh arti.

"Tugasku, tentu saja." Jawab Elle mantap. Noah tertawa singkat.

"Aku tahu, Elle. Aku tahu kau bisa melihat sesuatu yang akan terjadi di masa depan."

Elle membelalakkan matanya seketika. Ia mencengkeram penanya erat – erat dengan kepulan amarah yang keluar dari matanya. Perempuan tersebut memejamkan matanya sejenak, berusaha mengendalikan emosinya dengan baik.

"Apakah orang – orang di kampus ini juga membual tentang hal tersebut ? Memang gila." Elle langsung merapikan kertas – kertasnya kemudian beranjak dari sana.

"Hei Elle, aku hanya bercanda." Noah mengejarnya.

"Kau membuat kelemahan orang lain sebagai candaan ? Persetan !" Umpat Elle dengan kesalnya. Begitu Elle mengatainya, Noah langsung sadar bila ia sudah melukai perasaan perempuan tersebut. Elle pergi dari perpustakaan menuju lorong – lorong area depan gedung jurusan.

"Elle, tunggu !" Noah terengah – engah mengejarnya. Ia harus membereskan barang – barangnya terlebih dahulu sebelum ia berlari menyusul Elle. Perempuan tersebut tetap berjalan lurus ke depan dengan wajah masamnya.

"Elle !"

"Dengar Noah ! Aku tahu teman – temanmu membicarakan aku dari belakang, semua orang di kota ini juga demikian. Tapi dengan mengetahui hal tersebut, seharusnya kau tidak perlu membahasnya."

"Aku minta maaf oke ? Aku tidak tahu bila pertanyaanku menyinggungmu..."

"Lupakan." Elle memotong kata – kata Noah begitu saja kemudian berjalan menuruni tangga. Noah berhenti sejenak. Elle memang tak meluap – luap, wajahnya sangat datar biasanya. Namun dari cara bicaranya barusan, sepertinya perempuan itu benar – benar marah padanya. Dan Noah menyesali hal tersebut.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C2
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk