Di sini, terakhir kali aku melihat wajah ibuku. Dan setelah ini, jangankan memeluk dan menciumnya, bahkan kami tak akan lagi bisa hanya sekedar memandang wajah teduhnya.
Aku dan Ahsan memeluk gundukan tanah yang melengkung dan bertabur bunga. Bapak hanya menunduk dan meratapi kesedihannya dengan terus memegangi nisan bertuliskan nama indah Ibu.
Satu persatu orang meninggalkan pemakaman. Menyisakan aku, Ahsan dan Bapak serta keluarga Anaya. Doni, Dina serta semua pegawai dari seluruh Toko kue milik Ibu juga Cafeku. Dan entah siapa lagi aku tidak tahu. Rasanya masih banyak yang menyaksikan aku dan keluargaku yang masih bersedih di depan pusara Ibu. Karena aku tidak terlalu memerhatikan orang-orang, pikiranku kalut.
Ahsan, dia yang paling terluka. Dia yang paling tersayang oleh Ibu. Berkali-kali Ibu menasehatiku, agar menjaga adikku.