Unduh Aplikasi
9.36% Cinta Yang Belum Kelar / Chapter 28: Masalah Baru

Bab 28: Masalah Baru

Aris tersenyum senang. Mudah sekali baginya membohongi Ardhan. Dia memiliki kesempatan untuk membalas Ardhan dengan melakukan pekerjaan yang mudah dari seseorang

Ardhan menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang memang untuk kos-kosan. Rupanya Aris tinggal di kos yang lumayan dekat dengan Cafe Ardhan. Mengingat Kos, Ardhan jadi teringat beberapa hari lalu mengikuti Anaya sampai Kos nya.

"Mana nomer lo? Gue harus punya nomer lo biar gak lepas tanggung jawab," ucap Aris seraya menyodorkan ponselnya pada Ardhan.

Ardhan mendengus mendengar perkataan Aris. Ardhan bukanlah lelaki yang tidak bertanggung jawab seperti yang dikatakan Aris barusan. Setelah mengetikkan nomernya di ponsel Aris, Ardhan mengembalikan ponsel Aris.

"Gue bukan orang yang seperti lo maksud," ucap Ardhan dingin. Aris hanya mengedikkan bahu acuh.

"Jangan lupa buat pekerjaan gue, Bos," ucap Aris dengan senyum menyebalkan bagi Ardhan. Lalu pergi meninggalkan Ardhan.

*****

Sebelumnya.

Ayah Anaya sudah dipindah ke ruang rawat biasa. Setelah mengantarkan Anaya ke ruang rawat Ayahnya, Rendra pamit ke toilet. Tetapi Rendra rupanya menelepon seseorang.

"Kau sudah siap?" ucap Rendra pada seseorang di seberang telepon, yang tak lain adalah Aris. Ya, Rendra menyuruh Aris untuk mematai Ardhan dari dalam. Dan ternyata Aris adalah teman serta pegawai Rendra di bar nya. Sehingga ia bisa dengan mudah menghancurkan Ardhan.

"Jangan sampai gagal. Ingat lo udah gue bayar mahal," peringat Rendra lagi. Setelahnya telepon dimatikan. Rendra tersenyum, baginya ada banyak cara yang ia lakukan untuk memberi peringatan pada Ardhan.

Aris tak menyangka saat dua hari yang lalu Rendra menyuruhnya untuk mematai seseorang. Dia terperangah saat Rendra menunjukkan foto Ardhan padanya. Dan dari cerita Rendra pula, Aris tahu tentang beberapa Toko dan usaha Ardhan. Kesempatan emas bagi Aris untuk membalas dendam pada Ardhan.

Aris memiliki dendam yang mendalam pada Ardhan. Karena Ardhan tak menggubris cinta adiknya. Sehingga membuat adiknya bunuh diri karenanya. Tak ada yang tahu hal ini. Karena semua orang menganggap adiknya kecelakaan. Tapi Aris membuka buku harian adiknya yang mengatakan bahwa ia sangat mencintai Ardhan.

Dari situ Aris memendam dendam pada Ardhan. Sehingga dari bangku SMA Aris sangat membenci Ardhan.

*******

Beberapa hari berlalu. Aris sudah bekerja di "Family cafe n resto" milik Ardhan. Aris menjadi karyawan yang menyiapkan menu di cafe. Karena basicnya Aris sudah bekerja di Bar milik Rendra, Aris jadi lihai dan cekatan dalam menyiapkan menu pesanan pelanggan. Sebelumnya, posisi ini dulu diisi Tika. Tapi ternyata Aris bisa membuktikan pada Ardhan bahwa ia lebih cekatan dari Tika. Dan sekarang Tika sebagai waitress saja. Ardhan merasa puas dengan cara kerja Aris. Setidaknya dia tak rugi dalam memasukkan Aris sebagai karyawannya.

"Ris," panggil Ardhan membuat Aris menoleh dengan panggilan itu. Namun sayang ternyata panggilan itu tak tertuju untuk Aris. Melainkan Faris, kepala toko alias penanggung jawab Cafe. Aris merasa kesal yang entah kenapa. Tetiba Aris tersenyum memikirkan sebuah ide yang tiba-tiba terlintas dalam benaknya.

"Saya mau keluar dulu. Titip Cafe ya?" ucap Ardhan pada Faris. Lalu meninggalkan cafe. Para karyawan melanjutkan pekerjaan masing-masing. Karena Cafe sedang lumayan banyak pelanggan, saat Faris meninggalkan area kasir, Aris menoleh kanan kiri melihat sekelilingnya.

Sadar jika Cafe Ardhan belum memiliki cctv, Aris mengambil beberapa lembar uang didalam laci kasir. Lalu berlalu masuk ke dalam toilet. Setelah melihat kondisi aman. Aris menyelinap masuk ke ruang karyawan. Lalu memasukkan uang tadi, kedalam loker Faris dan memasukkan kedalam tas nya.

Aris menyeringai. Berharap usahanya berhasil membuat Faris dikeluarkan dari Cafe. Dan membuat Ardhan mengalihkan tugas Faris padanya sehingga ia dapat melancarkan aksi-aksi selanjutnya. Aris berlalu dan kembali ke depan. Seolah dari toilet sungguhan.

Semua karyawan melayani pelanggan dengan ramah. Pelanggan di Cafe Ardhan sudah mulai banyak dan ramai. Setelah makan siang, Ardhan kembali ke Cafe. Cafe mulai sepi setelah tadi ramai pembeli.

"Hai, Ris, gimana hari ini?" tanya Ardhan pada Aris yang berada di meja pemesanan. Aris hanya memandang dingin pada Ardhan lalu mengedikkan bahunya. Ardhan menghela nafas panjang. Entah kenapa sulit sekali untuk bisa akrab dengan manusia satu itu.

Pukul empat Sore mulai pergantian shift. Faris kembali ke meja kasir. Lalu menghitung hasil penjualan hari ini. Faris mulai berkeringat dingin. Karena hasil yang ditunjukkan pada komputer tidak sama dengan wujud asli uang yang di dalam laci kasir.

Tika menghampiri Faris yang berkali-kali mengerutkan dahi.

"Kenapa Bang? Kok panik gitu?" tanya Tika.

"Tik, apa aku salah hitung ya? Kok nominal uangnya gak sama dengan fisiknya?" gumam Faris lalu memandang Tika, bingung. Tika mengambil alih Faris.

"Masa si Bang? Salah itung kali," jawab Tika menenangkan. Lalu membantu menghitung uang di kasir. Ardhan yang baru keluar dari ruangannya pun penasaran dengan dua karyawannya yang terlihat bingung. Aris menyeringai melihat kebingungan semuanya. Lalu berpura-pura ikut penasaran dengan apa yang terjadi.

"Ada apa ini?" tanya Ardhan kemudian. Menelisik mata para karyawannya yang mulai takut dengan pertanyaan Ardhan. Karyawan untuk shift selanjutnya mulai datang. Ikut bingung dengan keadaan mencekam ini.

"Maaf Bang, entah kenapa uangnya sepertinya kurang," jawab Faris lirih dengan menunduk. Keringat dingin mulai mengucur melewati pelipisnya.

Cafe Ardhan masih sangat baru. Tapi sudah banyak masalah yang ada.

"Coba kamu cek lagi," ucap Ardhan lagi.

"Saya juga sudah menghitungnya, Bang, tapi emang bener kurang," sambung Tika kemudian. Ardhan menghela nafas panjang.

"Faris, kamu salin file penjualan hari ini lalu kirim ke email saya. Lalu karyawan shift pagi ikut saya ke ruangan. Shift kedua mulai bersiap untuk kembali bekerja," titah Ardhan mulai dingin.

Aris pun heran. Ternyata Ardhan memiliki jiwa pemimpin seperti ini. Dari nada bicara nya ia tahu Ardhan pun kesal dengan hal ini. Tapi itu menyenangkan bagi Aris untuk memainkan perannya. Aris tersenyum miring lalu mengikuti Ardhan ke ruangannya bersama Faris dan Tika.

Pintu ruangan Ardhan ditutup rapat. Disana ada Ardhan dan ketiga karyawannya yang bekerja dari shift pagi. Faris, Tika dan Aris.

Ardhan mulai melihat satu persatu karyawannya yang telah duduk dihadapannya. Lalu mengecek file yang sudah dikirim Faris melalui komputer kasir ke komputer Ardhan di ruangannya. Setelah membacanya ia mulai memandang lagi karyawannya.

"Berapa total penjualan shift pagi ini?" tanya Ardhan kemudian.

" Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu, Bang" Jawab Aris dengan menunduk.

"Berapa uang fisiknya?" lanjut Ardhan.

"Satu juta dua ratus ribu," jawab Faris. Tika mulai tegang dengan pertanyaan dari Ardhan.

Meski ia tahu Ardhan adalah Bos yang baik. Tapi melihatnya dalam mode seperti ini, rasanya ia sedang berhadapan dengan macan yang siap memangsa mangsanya hidup-hidup. Lain halnya dengan Aris yang acuh dengan keadaan ini.

"Kenapa bisa kurang banyak? Siapa yang stand by di kasir?" tanya Ardhan lagi.

"Saya stand by di kasir, Bang. Tapi, tadi Cafe sedang ramai, sehingga saya sesekali membantu Tika mengantar pesanan-pesanan pelanggan, Bang," jawab Faris menjelaskan.

Ardhan menghela nafas panjang. Mencoba memikirkan masalah ini tanpa emosi. Sekarang ia baru menyadari kesalahannya yang belum memasang kamera cctv di Cafe nya. Mungkin karena kejadian ini Ardhan akan mulai memasang cctv dimana pun sudut Cafe nya.

Dengan keadaan begini, Ardhan tak mungkin asal menuduh para karyawannya.

"Bagaimana kalau kita melakukan penggeledahan?" usul Aris tiba-tiba dengan acuh sambil memainkan game di ponselnya. Merasa semua tatapan mata tertuju padanya. Aris menghentikan aktifitas game nya.

Tersenyum miring pada semua orang disana.

"Kenapa?? Kalian merasa ada yang mengambil?" ucap Aris yang membuat Faris dan Tika melotot ke arahnya.

"Kamu jangan asal nuduh ya, Ris!" ucap Tika tak terima.

"Saya gak menuduh. Saya hanya kasih saran. Kalau tidak mau ya sudah. Ikhlaskan aja," ucap Aris yang kembali memainkan game nya. Ardhan melihat Aris yang acuh. Ardhan merasa aneh dengan sikap Aris yang entah kenapa.

Ardhan kembali berpikir jernih dan berusaha menyelesaikan masalah tanpa mengedepankan emosi. Ardhan menganggukkan kepala seperti menemukan sebuah cara.

"Oke. Kita akan melakukan penggeledahan seperti kata Aris. Apa ada yang keberatan?" tanya Ardhan menatap semua karyawannya. Semua hening tak bersuara. Aris berdecak dengan masih fokus pada ponselnya.

"Mengaku sajalah. Tak usah membuang-buang waktu," ucap Aris. Kembali mereka melemparkan tatapan heran pada Aris.

"Saya tidak keberatan! Dan saya bersumpah, saya tidak melakukan hal serendah itu!" ucap Faris dengan penekanan suara. Faris mulai geram pada sikap Aris yang seolah menuduhnya mencuri. Aris mengedikkan bahu saja.

"Fine. Lakukan segera. Karena saya lelah dan butuh pulang juga istrirahat," jawab Aris tajam menatap Faris, lalu mulai melangkah keluar dari ruangan Ardhan.

Akhirnya Ardhan, Faris, dan Tika beranjak keluar menuju ruang karyawan. Sesampainya disana mereka berdiri menghadap loker masing-masing. Sedang Ardhan berdiri di samping para Karyawannya dengan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

Ardhan melangkah membuka loker masing-masing karyawannya. Pertama yang dibuka adalah loker Aris, kosong. Disana tak ada uang yang dimaksud. Loker kedua milik Tika. Sama saja tak ada yang mencurigakan. Ardhan menatap Aris seolah membuktikan bahwa dugaan Aris salah. Tapi Aris hanya mencebik. Kemudian loker Faris lah yang terakhir dibuka. Saat Ardhan membuka resleting tas itu ia sudah kaget karena melihat lembaran kertas merah yang mirip dengan uang. Tapi Ardhan tak memperlihatkan kekagetannya.

Dengan berat hati tangan Ardhan masuk dan mengambil lembaran kertas tersebut. Seketika Faris dan Tika melotot tak percaya.

"Ba...bagaimana bisa??" ucap Faris terbata. Tika menoleh kearah Faris.

"Gak, gak bener. Ini gak bener, Bang. Gue berani bersumpah bukan gue yang lakuin ini, Bang!" ucap Faris membuat pembelaan.

"Tik, percaya sama gue. Lo percaya kan sama gue?" sambung Faris lagi meyakinkan temannya. Dirinya sudah tak memakai bahasa formal seperti saat sedang bekerja. Dirinya marah, karena tidak menahu dengan adanya uang yang ada didalam tas nya itu. Lalu matanya menatap nyalang kearah Aris.

"Lo!!! Lo pasti kan pelakunya?! Lo yang fitnah gue! Iya kan???? Dari awal lo gak suka kan sama gue?!!! Ngaku lo?!! Dasar br*****k!" Faris tak bisa menahan amarahnya lagi. Lalu seketika menyambar kerah baju Aris dan ...

Bug...bug...

Aris yang tak siap dengan serangan Faris akhirnya tumbang. Tika dan Ardhan melotot tak percaya. Ardhan berusaha memisahkan keduanya yang sudah adu jotos. Tika berteriak dengan berusaha melerai keduanya.

"Stoopp!!! Stoooppp!!!" Ardhan berteriak memperingatkan keduanya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C28
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk