"Pa Ma, aku mau ngomong serius nih." Papa mama duduk tepat dihadapan Arya hanya berseling meja ruang keluarga yang terbuat dari Tectona Grandis atau nama lainnya kayu jati.
Siang itu sepulang praktek, Arya mendatangi rumah kedua orangtuanya. Tadi pagi ia sudah membuat janji dengan mama ingin kerumah dan berbicara dengan mama papa.
Papa Mama duduk bersebelahan dan memandang anak bungsunya itu penuh arti. Tidak biasanya Arya bersikap serius. Pasti. Papa melipat kedua tangannya diatas dada, mama duduk menyilangkan kaki kanan bertumpu diatas kaki kiri dan kedua tangannya memegang lutut.
"Aku ingin melamar Dinda. Pacaran 1 bulan cukup untukku karena aku sudah kenal lama dia dan usia kami juga bukan masanya berpacaran lama-lama seperti remaja." Arya menyimpulkan kedua tangannya bertumpu diatas kedua pahanya.
Mama menarik nafas perlahan dan menatap lembut anak dingin yang keras kepala itu, "Mama tahu kamu pasti mau bicara seperti itu. Mama lihat Dinda anak yang baik, santun, dan gak neko-neko. Mama sih setuju saja. Pilihan kamu pasti yang terbaik. Kalau menurut papa bagaimana?" Mama menengok lembut ke lelaki yang sudah menemaninya dalam suka dan duka selama lebih dari 30 tahun itu. Lelaki asli Indonesia yang membuatnya terpikat dan yakin berpindah kewarganegaraan meninggalkan keluarganya di negeri Harry Potter.
"Papa juga setuju saja. Papa tidak pernah memaksa kamu harus menikah dengan wanita tertentu. Hanya saja, papa mama ingin kamu menikah dengan wanita baik-baik, santun, dan bisa menjaga nama baik keluarga. Soal dia bekerja atau tidak, itu tak penting. Apakah dia sarjana atau tidak, itu juga tidak penting. Karena mamamu juga bukan wanita karir dan tidak mengenyam pendidikan tinggi. Yang terpenting, wanita itu membuatmu nyaman dan selalu ingin pulang kerumah."
Mama tersenyum senang, memang tak salah pilih suami, batin mama Arya. Suami yang mewarisi sifat dingin ke Arya tapi hangat romantis hanya ke dirinya, istri satu-satunya.
Arya tersenyum senang seraya menghela nafas. "Terima kasih Ma Pa. bagaimana kalau sabtu depan kita kerumah Dinda? Aku akan beritahu Dinda terlebih dahulu."
"Loh, memangnya Dinda belum tahu?" Mama kebingungan.
"Belum ma, hehehe. Aku belum bilang apa-apa ke dia." Arya menggaruk-garukan tengkuknya yang tidak gatal.
"Duh, pa. Ternyata anak kita yang tidak sabaran pengen nikah, hihihi." Mama terkekeh dan Papa pun tersenyum melihat tingkah istrinya yang masih menggemaskan meski di usia kepala 5.
"Ya sudah, kamu atur aja ya Ar. Mama papa ikut aja. Acara lamarannya jangan merepotkan keluarga Dinda ya. Cukup mama papa saja yang datang. Nanti pas acara Nikahnya, baru mama papa panggil keluarga besar." Mama memberi saran.
"Siap ma." Arya meletakkan tangan dengan mengangkat tangan kanan membentuk sudut 90 derajat dan ditekuk 45 derajat, jari-jari ditekan bersama-sama dan ditempatkan di dekat pelipis mata kanan, telapak tangan menghadap ke bawah layaknya seorang bawahan tentara memberi hormat kepada komandan.
-----
"Din, kamu pulang jam berapa hari ini?" Arya mengaduk-aduk kopi capuchino yang ia buat sendiri di dapur mama tercinta. Pelayan yang ingin membuatkan ditolak Arya.
"Biasa, keluar habis sholat Maghrib. Kamu sudah pulang?" Seperti biasa, perempuan multitasking ini mengeluarkan jurus 1000 tangannya yang bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu bersamaan.
"Hari ini aku pulang cepat. Sekarang lagi dirumah mama. Oya, pulang kerja aku jemput ya seperti biasa?" Harum kopi membuat Arya lebih relaks se relaks hatinya yang sudah mendapat lampu hijau untuk melamar Dinda dari kedua orangtuanya.
"Oh, sampaikan salam ku untuk mama papa." Dinda tersenyum simpul, entah kenapa dia masih malu memanggil orangtua Arya dengan sebutan mama papa.
"Siap. Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu. Ya sudah, aku tutup dulu ya. Jangan cape-cape."
"Okay, daah." Ini suara Dinda. Arya mematikan panggilan dan bersamaan dengan itu bel pintu depan berbunyi.
"Arya, apa benar kamu akan menikah?" Tiba-tiba Shelly datang langsung menuju dapur atas info seorang pelayan yang membuka pintu dan langsung menginterogasi Arya.
"Apa urusannya denganmu?" Tanpa menoleh, Arya membawa kopinya menuju ruang keluarga dan mengambil remote menyalakan tv asal mencari channel.
"Kamu....."
**********
1. Tinggalkan jejak komen kalian untuk cerita lebih baik (◍•ᴗ•◍)
2. Penulis usahakan UP setiap hari minimal 1 bab \(^o^)/
3. Power Stone kalian membuat penulis lebih semangat lagi berkarya (◍•ᴗ•◍)❤
4. Berikan aku GIFT jangan lupa yaa (๑˙❥˙๑)
IG: @anee_tavel
"Hai teman-teman, mulai bab 51 keatas setiap bab akan terkunci. Teman-teman bisa tetap terus membaca dengan membuka gembok pakai koin atau voucher gratis harian. Isi bab lebih panjang dan banyak adegan 21+. Mohon bijak dan santun dalam meninggalkan komennya yaa, terima kasih."