Unduh Aplikasi
15.64% Cerdaslah Mencintaiku / Chapter 23: Haru

Bab 23: Haru

Masih dengan perasaan gelisah dan sangat cemas. Fanan tidak lagi berdiam diri dia segera berlari.

"Sayang ... anak Ayah kamu di mana?" gumamnya saat kebingungan. Dengan perasaan yang sangat gelisah mata Fanan tertuju kesetiap sudut ruangan ke atas ke bawah ke samping ke belakang. Dengan mata berkaca-kaca Fanan sama sekali tidak bisa melihat bayangan putra kecilnya.

Dia melihat arlojinya. "Waktu tidak terasa sudah dua jam aku terpisah dari putraku. Biasanya walau jauh aku tetap bisa melihatnya dari video call, dan saat ini ... aku tidak bisa melihatnya sama sekali. Aidil ... panggil nama Ayah," gumamnya sambil meremat kepalanya yang terasa sakit.

"Ayah ...." suara panggilan dari arah belakang membuat Fanan menoleh dia segera berdiri. Namun itu adalah sosok anak lain yang memanggil ayahnya. Fanan kembali bersedih dia hanya berdzikir kepada Allah, meminta agar Allah mempertemukan dia dengan anaknya kembali.

Dia segera kembali mencari putra kecilnya, langkahnya pelan matanya tetap mencari dengan cemasnya. Dengan perasaan yang sangat kacau.

Fanan melihat sosok yang memakai baju sama dengan putranya. Langkah Fanan semakin cepat dan panjang dia berlari dia menarik anak itu lalu mendekapnya. Namun itu bukan putranya.

"Maaf Mas, kamu ngapain!" teriak Ibu dari anak itu. Fanan sadar dia melepaskan. Kini dia semakin tidak berdaya dia terjatuh, menunduk.

"Aidil ... maafkan Ayah yang tidak bisa menjagamu, Aidil ... maaf, Aidil ... Hek hekhekhek, heh ... Aidil ...."

"Ayah ... jangan menangis. Kata Om Arga, cowok nggak boleh cengeng," suara Aidil, Fanan menaikan kepala kemudian, tangan kecil itu menyeka air mata Ayahnya.

"Aidil ...." panggil Fanan haru lalu menangis memeluk tubuh kecil itu lalu mengecupi semua. Alisya yang melihatnya juga terharu dia masih merasa bersalah.

"Ayah ... kata Om Rafka. Ayah sangat sayang sama aku. Aku juga sangat sayang sama Ayah," ujar Aidil. Aidil memang sosok anak yang fasih dalam berbicara.

"Esth ... Kamu kemana saja sayang. Ayah bingung ... jangan pergi ya," ujar Fanan kembali mendekap.

"Tidak Ayah. Aku tadi tidak pergi ... tapi ... aku ... ketiduran," jelas anak itu.

"Iya Mas, Aidil tertidur di bawah tempat cuci tangan. Karena ada pot bunga jadi aku tidak melihatnya. Maaf ya ... Mas, Maaf," jelas Alisya, Fanan mengangguk.

"Ya sudah, ini sudah mau Magrib, ayo solat," ajak Fanan lalu menggendong anaknya, sambil terus mendekap erat tidak mau kehilangan lagi Fanan terus mengecupi anak ganteng imut itu. Aidil merangkul Ayahnya namun mata kecilnya melihat gadis yang tertunduk berjalan di belakang Ayahnya.

"Ma ... jangan nangis. Kata Pakde Mahis, wanita jangan sampai menangis. Makanya aku tidak mau nakal sama Oma buyut," kata Aidil membuat Fanan melirik ke putranya.

"Tante Sya tidak menangis kok sayang," jawab Alisya dengan suara serak berusaha biasa saja.

Mereka sampai di mobil, Alisya dan Aidil duduk di belakang dan Fanan menyetir. Alisya melepas sepatunya Aidil melihat gadis yang dipanggilnya dengan sebutan Mama memijat telapak kaki.

"Ma ... sampai berdarah," ucap Aidil melihatnya. Fanan menoleh.

"Pakai sandal ini, jangan memakai sepatu," jelas Fanan memberikan sendal jepit empuk. Fanan kembali fokus menyetir.

"Terima kasih Mas," ujar Alisya menerima dia segera memakainya. Aidil dengan tingkahnya pindah kesana kemari.

"Sayang ...." panggil orang dewasa itu serempak, karena Aidil akan terjatuh. Alisya memandang Fanan yang tetap memandang ke jalan.

"Sama Ayah saja, nanti kejadug," ujar Fanan sambil menenangkan anaknya dengan menahan tangan kecil itu.

"Iya, Ayah ... Ma, nyanyi lagu kaya biasanya. Rukun islam," pinta Aidil dengan polosnya sambil menggerakkan mobil-mobilan. "Ayo Ma, ayo ...." pintanya lalu menoleh ke Alisya. Alisya merasa malu.

"Ayo ...." pinta Aidil, Alisya mengambil napas.

"Rukun islam ada lima, yang pertama membaca syahadat, yang kedua melakukan shalat, yang ketiga membayar zakat. Yang keempat berpuasa di bulan romadhon, yang kelima pergi haji ke ka'bah baitullah," nyanyian Alisya membuat Aidil sangat bahagia

"Hore hore hore, lagi ...." pintanya, Alisya meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya.

"Syut ... Sudah magrib sayang ... jadi besok lagi ya," jelas Alisya dengan suara yang sangat lembut.

Mobil Fanan parkir di depan rumahnya, mereka semua bergegas masuk untuk melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Di Mushola keluarga itu mereka sangat ramai dengan lantunan ayat Al-qur'an.

Setelah selesai sholat isya, Alisya pamit pulang. Oma yang dipamiti merasa tidak tega karena sudah cukup malam.

Oma tidak melihat siapapun kecuali Fanan.

"Nan antara Alisya pulang kasihan ini sudah malam," pinta Omanya Fanan menghentikan langkah.

"Iya Ayah ... antarkan Mama pulang, tapi kenapa Mama tidak tinggal di sini saja Oma buyut?" ujar Aidil berlari ke Oma buyutnya sambil membawa permainan pesawat.

"Tidak perlu Oma ... sayang Aidil, Tante bisa pulang sendiri," ujar Alisya menyentuh pipi Aidil dia berjalan cepat Fanan duduk.

"Ayah ... kok malah duduk sih ..." rengek Aidil membujuk Ayahnya.

"Iya kamu ini Nan, antar sebentar kenapa ...." ujar Oma. Fanan menghela napas.

"Dokter Arina hampir setiap hari pulang sendiri,"

"Ya, iya lah wong kamarnya sandingan sama Oma. Dia nggak pulang kok,"

"Cepat Ayah, cepat," rengek Aidil menggoyangkan lengan Fanan. Karena tidak sabar ayahnya tidak segera bertindak Aidil berlari.

Bug

"Hua ... Mama ...." tangisan Aidil membuat Alisa menjagang sepeda motornya lalu kembali masuk dengan helmnya.

"Ya Allah ... sayang," Alisa mendirikan Aidil dia duduk di lantai, lalu membersihkan lututnya. "Kenapa ... jangan lari-lari lagi ya," pinta Alisa, Aidil tidak menangis.

"Mama ... Ayah mau mengantar Mama ...tunggu sebentar ya ...." ucapan Aidil membuat Fanan menepuk dahi.

"Ayah Aidil capek bekerja, capek cari Aidil tadi, jadi ... tikitik-kitik," jari-jari Alisa menggelitik, Aidil tertawa. "Tante bisa pulang sendiri Ayah biar istirahat ya ... sayang ... kasihan Ayahnya capek," Alisa memberi pengertian lalu berdiri dan melangkah, namun setelah tertawa Aidil menatap dengan wajah melas penuh harap ke Ayahnya. Fanan tidak tega.

"Ayo mari saya antar," ujar Fanan mengambil kontak mobil. Aidil berlari ke Oma buyutnya lalu tos.

Fanan melihat kejadian itu. "Oma dan Anak mulai menjebaku, Oma ... ada saja triknya, apa mereka kerja sama, Oma makcomblang," gumamnya bergegas.

Pria ini hanya menggunakan kaos warna coklat dan sarung warna biru gelap.

"Motornya, nanti biar Pak Narto yang mengurus. Mari, Pak ... masukkan motornya ke garasi," ujar Fanan kepada tukang rumput. "Mari," ajaknya, Alisya pun setuju keduanya masuk mobil, duduk bersandingan Fanan menginjak gas mobil, mobil melaju.

Keduanya saling canggung Fanan fokus menyetir dan Alisa menikmati angin malam dari celah kaca yang terbuka.

Fanan memutar lagu untuk menemani perjalanan mereka.

"Lihat hujan pun turun begitu deras begitu lebat, itulah titik Airnya, seperti itulah rasaku untukmu ...." suara Fanan cukup merdu.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C23
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk