"sayang, makan yang banyak yah" ucap Dewi yang merasa bahagia karena pagi ini Rania kembali ikut sarapan bersama mereka sehingga membuat keluarga itu kembali utuh.
"iya, Bun" jawab Rania singkat.
Randy dan Dewi tersenyum penuh bahagia. Sementara Natta fokus pada makananya dan Renzy yang sudah terbiasa sarapan sambil bermain game ditangannya.
Renzy merupakan orang yang sangat cuek bahkan terhadap kedua kakaknya. Bukannya tak peduli, tapi itu memang sifat dan karakternya yang sudah semua anggota keluarga nya tahu. Berbeda dengan Randy yang lebih penyayang dan humoris.
Setelah makanan habis, Rania pun segera beranjak untuk berangkat ke sekolah agar tak kesiangan. Ia juga tak lupa berpamitan pada kakak, bunda, dan ayahnya. Sementara Renzy, ia orang yang cukup santai dan manja. Ia tak mau naik kendaraan umum dan lebih memilih diantar oleh ayahnya.
Saat akan membawa tas nya di kursi, Natta memanggil Rania.
"ayah udah daftarin kamu ke tempat bimbel. Jadi mulai hari ini setiap pulang sekolah kamu harus belajar di sana" ucap Natta dengan nada pelan tidak seperti biasanya.
"iya, ayah" jawab Rania pasrah tanpa menolak karena walaupun ia menolak, keputusan ayahnya tidak akan pernah berubah malah ayahnya akan semakin marah.
Saat akan berangkat, langkahnya kembali terhenti karena ada yang memanggilnya tapi bukan sang ayah melainkan adik nya. Rania pun hanya membalikan badan tanpa mengeluarkan kata sedikit pun.
"bareng aja kak" ajak Renzy secara tiba-tiba. Rania pun mengerutkan kening bingung dengan ucapan adiknya itu.
"gak usah" tolak Rania
"ayah tuh punya mobil kak, ngapain dong ayah beli mobil kalau bukan buat dipake"
"kan kamu yang pake. Kakak mau mandiri"
"tapi kak--"
"udahlah dek, biasanya juga lo sendiri" Randy menyela ucapan Renzy. Sementara Rania telah menghilang dari pandangan mereka.
Mobil kuning datang tak lama setelah Rania sampai di halte. Ia pun segera naik ke dalamnya. Sepuluh menit berselang, mobil kuning itu terhenti. Tidak biasanya terjadi macet sepagi ini di jalan itu. Kemacetan itu terjadi hampir lima belas menit lamanya. Setelah melaju kembali, di depan penglihatannya, segerombol orang sedang berkumpul dan sepertinya telah terjadi kecelakaan. Awalnya Rania tak begitu menghiraukannya, namun ia langsung kaget ketika melihat motor yang tak asing baginya yang tergeletak di samping kerumunan itu. Dengan refleks, Rania pun menyuruh pak sopir untuk berhenti. Setelah membayar, ia langsung menghampiri kerumunan itu.
Dan benar saja dugaannya, seorang cowok berseragam sekolah yang sama sepertinya sedang duduk dan di kelilingi banyak orang. Terlihat luka di sikutnya yang cukup parah dan beberapa luka kecil di kakinya.
"Ali, lo gak papa?" tanya Rania langsung menghampiri Ali dengan wajah khawatir
Ali terlihat kaget dengan kedatangan Rania kala itu.
"eneng temennya aden ini? "tanya salah satu warga
"iya,pak" jawab Rania
"ya udah kalau gitu, kami semua tinggal yah soalnya aden ini gak mau dibawa ke rumah sakit."
"iya, pak. Makasih" ucap Rania
Semua orang pergi dan hanya menyisakan Rania dan Ali di pinggir jalan itu. Rania dengan sangat serius melihat beberapa luka di tangan dan kaki Ali. Sementara Ali malah memandang Rania seakan terpesona dengan kebaikan hatinya.
"lo gak papa kan? Kita ke rumah sakit aja ya? " tanya Rania dengan wajah cemasnya.
"gak usah. Cuma luka kecil doang kok" tolak Ali
"luka kecil juga kalau misalnya gak diobatin bakalan infeksi Ali"
"gak usah Rania. Gue gak papa"
"ya udah bentar"
Rania mengeluarkan ponselnya dan mengetikan sesuatu ke dalamnya. Setelah itu, ia memapah Ali ke tempat yang lebih teduh lalu pergi entah kemana. Tak lama kemudian, ia kembali lagi dengan membawa obat merah dan obat-obat lainnya.
"sini gue lihat tangan lo" Rania menarik tangan kanan Ali yang terdapat luka di sikutnya.
Dengan senyum simpulnya, Ali menatap Rania penuh bahagia, jantungnya berdetak tak beraturan. Namun perasaan bahagianya lebih tak bisa diungkapkan.
Setelah semua lukanya di obati dengan obat merah,Rania membuka botol minum yang ada di dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Ali.
Rasa kagum Ali pada sosok wanita di hadapannya kini semakin bertambah. Perhatian yang Rania berikan hari ini sudah cukup meyakinkan dirinya bahwa ia benar-benar menyukai Rania. Itulah alasan kenapa Ali memberi pesan pada Rania tadi malam.
"lagian lo kenapa sih? Katanya ketua geng Aliens tapi kok bisa jatoh dari motor? " tanya Rania heran
"ya namanya juga musibah. Sepinter-pinternya burung terbang pasti ada jatohnya juga" jawab Ali setelah meminum seteguk air pemberian Rania.
"ya udah kita ke rumah sakit aja yuk" ajak Rania
"gak usah gak usah. Gue kan udah bilang ini cuma luka kecil doang" tolak Ali
"ya udah deh kalau gitu gue anterin lo pulang. Ayo" ajak Rania sambil mencoba mengangkat tubuh Ali yang tinggi itu
"lo gak sekolah? " tanya Ali
"udah telat. Pergi sekarang pun pasti disuruh pulang lagi" jawab Rania
"lagian lo kenapa sih nolongin gue? Gue juga bisa kali pulang sendiri "
"ohh jadi lo gak mau gituh gue tolongin" ucap Rania kesal
"ya bukan. Gue cuma ngerasa bersalah sama lo karena jadi ngebuat lo bolos sekolah kayak gue. Dan lo jadi ketinggalan pelajaran kan"
"pelajaran itu bukan hanya tentang materi di sekolah. Hidup kita itu juga sebuah pelajaran yang gak akan pernah orang tahu"
"jadi lo mau nganterin gue pulang nih? "tanya Ali
"iya lah" jawab Rania yakin
"terus motor gue gimana? "
"gue udah telepon bengkel kenalan ayah gue. Paling bentar lagi nyampe"
"ohh oke. Lo anterin gue ke basecamp aja"
"lohh kok ke basecamp? "
"gue gak mau nyokap gue khawatir"
"tapi kan lo juga bakalan pulang. Ya sama aja dong"
"gue jarang pulang" ucap Ali
"kok gitu? " tanya Rania yang mulai penasaran akan kehidupan Ali
"lo tuhh sebenernya mau nganterin gue pulang atau mau nginterogasi gue sih? " tanya Ali heran
"iyah iyah. Ya udah bentar gue panggilin dulu taksi" jawab Rania kemudian pergi ke dekat jalan untuk memberhentikan taksi yang lewat.
Di balik rasa sakit yang ia rasa dalam jiwanya, Ali tak bisa memungkiri ada rasa bahagia di dalam raganya. Kebahagiaan dari seorang wanita yang tak pernah memandangnya sebagai anak berandal atau tidak. Wanita berambut panjang yang identik dengan bandu di rambutnya itu menjadi satu-satunya wanita yang ingin ia miliki sekarang. Dan menjadi salah satu wanita paling berharga dalam hidupnya. Dengan begitu, Ali berjanji akan melindungi Rania seperti ia melindungi ibunya.
.
.
.
.
.
.
.
Detak suara jam di dinding terdengar sangat jelas di dalam heningnya ruangan berukuran 3x3 m yang hanya diisi oleh dua orang berlawan jenis itu.
Tempo hari Rania memang pernah ke sini, namun hanya sampai depannya saja. Dan saat pertama kali ia memasuki ruangan ini, Rania cukup terkejut karena ruangan ini lebih seperti sebuah museum dengan berbagai sertifikat yang tertempel di dinding dan beberapa piala terpajang di dekat kaca jendela sehingga tembus pandang keluar sana.
Rania sempat bertanya dalam hati, apa ini yang mereka sebut sebagai beskem? Ia lebih mengira ruangan ini sebagai tempat eskul karena hampir mirip dengan beberapa ruangan eskul di sekolah hanya kurang beberapa perlengkapan saja.
Setelah memapah Ali sampai duduk di sebuah kursi yang tersedia di sana, Rania kemudian kembali beranjak untuk membeli obat merah ke warung yang tadi ia lihat di depan sana. Namun saat akan beranjak, sebuah tangan kekar menahan tangan kecil itu sehingga membuat Rania kebingungan. Ia kemudian mengangkat kedua alisnya mengisyaratkan pertanyaan 'ada apa? '.
"mau kemana? " tanya Ali
"beli makanan dulu bentar"
"buat apa? Lo laper? "
"buat lo lah. Gue tahu lo belum makan kan. "
"gak usah"
"Bentar aja. Oke" Rania kembali beranjak meninggalkan Ali seorang diri di ruangan itu.
Beberapa menit kemudian Rania kembali datang dengan membawa kantong kresek kecil dan sebuah botol air mineral.
Rania menarik salah satu kursi yang lain agar bisa mendekat lalu menyuapi Ali dengan nasi goreng yang ia bawa karena hanya itu makanan yang ada di sekitar sini.
Dengan telaten, Rania juga memberikan air mineral agar Ali tidak tersendak. Dalam hati ia berpikir 'kenapa di saat seperti ini Rania justru terlihat berkali lipat lebih cantik?'. Rasa kagumnya semakin mengguncang di dalam dada dan mungkin akan menjadi tsunami jika getaran itu semakin dahsyat.
Tak lama setelah itu, datanglah empat cowok berpakaian putih abu yang sepertinya juga bagian dari Aliens. Dan dapat Rania lihat jika mereka cukup kaget dengan kehadirannya di ruangan itu bersama Ali.
"lo kenapa, Al?" tanya salah satu dari mereka
"gak papa"
"jatoh lo yah? " tanya cowok yang lain
"dikit"
"anak motor kok jatoh sih. Hahaha" ledek mereka dengan suara tawa yang menggelegar sedangkan Ali hanya terdiam karena ia telah terbiasa dengan ledekan kawannya walaupun ia adalag ketua di geng nya.
"dia siapa? Cewek lo? " tanya lagi mereka setelah beberapa menit tawa itu terhenti dan kembali menyadari akan kehadiran Rania di sana.
"namanya Rania. Temen sekolah" jawab Ali dan Rania hanya membungkukan setengah badannya sambil tersenyum lebar
"temen apa temen? " mereka mulai lagi
"temen lah"
"percaya deh kita"
"hai Rania! Gue Sandy" sapa cowok yang memperkenalkan dirinya
"hai" balas Rania yang juga membalas jabatan tangannya.
"gue Riko"
"hai"
"Dandy"
"hai"
"Agus, anu paling kasep"
"hai"
"kasep apaan? Kasepak bola?" ledek Dandy yang membuat semua orang tertawa termasuk Rania dan Ali.
Percakapan terus berlangsung diantara keenam orang itu. Di selingi candaan dan tawa yang tiada henti sehingga membuat perut mereka sakit karena terlalu banyak tertawa. Pada dasarnya semua teman-teman Ali sangatlah baik dan humoris. Dan Rania cukup merasa nyaman dan aman berada di antara mereka saat ini. Tak ada rasa khawatir di dalam hatinya.
Entah kenapa, sejak bertemu dengan Ali, Rania selalu merasa bahagia walaupun terkadang Ali selalu membuatnya kesal, marah, bete, namun bersama dirinya, Rania merasa hidupnya terasa ringan. Dan pepatah yang mengatakan 'bahagia itu sederhana' baru dapat ia rasakan sekarang.
Cukup lama mereka saling melontarkan candaan sehingga membuat hari seakan menjadi hari yang panjang tanpa tenggelam.
Rania melihat sekilas jam di tangannya, ia harus segera pergi.
"Al, gue pulang dulu yah" ucap Rania
"ya udah gue anterin"
"motor lo kan di bengkel"
"ohh iya yah"
"gue pulang sendiri aja. Lagian gue ke tempat bimbel dulu kok" ucap Rania
"gimana kalau Agus aja yang nganterin" ucap Ali
"ya udah ayo atuh" jawab Agus yang merasa terpanggil
"gak usah. Gue naik taksi aja" tolak Rania
"serius? "
Rania hanya menganggukan kepalanya.
"ehh tapi lo gimana pulang? " tanya Rania
"gampang. Lo gak usah pikirin gue. Gue bisa kok dianterin sama anak-anak nanti"
"ohh ya udah. Gue duluan yah" Rania kemudian beranjak lalu berpamitan kepada keempat teman barunya sebelum pergi melangkah.
"nanti kalau udah sampe hubungin gue" ucap Ali cukup keras karena Rania telah keluar.
"iyah" samar-samar suara Rania terdengar menjawab pertanyaannya.