Di atas kasur bermotif tengkorak, Ali merebahkan tubuhnya. Hari ini ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena sudah tiga hari ia tidak pulang. Sang ibunda telah beberapa kali mengingatkan Ali untuk tidak keluyuran namun begitulah Ali, masuk telinga kiri lalu keluar telinga kanan. Bukan tak mau menuruti nasihat ibunya, hanya saja ia selalu berpikiran kebebasan menjadi hal yang utama selagi ia tak melewati batas wajar.
Setelah kepulangannya setengah jam lalu, senyuman Ali tak pernah memudar. Pikirannya terus melayang, menuntunnya ke masa lalu. Bukan masa lalu lebih tepatnya waktu yang baru saja ia lalui. Waktu yang paling indah.
"Al--"
"dan satu lagi, gue gak mau lo ngerasa canggung sama gue setelah ini. Oke. Anggep aja gue gak pernah ngomong kayak gini" Ali menyela ucapan Rania karena hatinya masih belum siap jika Rania benar-benar akan menolaknya.
Mereka pun saling diam sejenak. Ali yang merasa canggung berniat untuk beranjak, namun tangan Rania yang memegang lengan Ali justru membuat niatnya terurungkan.
"lo mau kemana? " tanya Rania kemudian
"masuklah"
"lo mau ninggalin gue disini sendiri? " tanya Rania
"ya enggak, tapi----"
"lo gak mau denger jawaban gue? " Rania menyela ucapan Ali
"gue udah tahu kok jawabannya" jawab Ali pede
"sotoy, emang apa jawaban gue? " tanya lagi Rania
Ali terdiam tak menjawab. Ia hanya merasa, ia masih belum sempurna untuk Rania yang lebih berharga dari permata.
Hening sejenak diantara mereka. Tak ada obrolan. Dunia saat itu bak hidup di jaman purba yang tak berpenghuni. Lalu, perlahan Rania mulai menhadapkan tubuhnya ke arah Ali yang berada di sampingnya.
"Al" panggil Rania
"hmmmm" Ali menjawab tanpa menoleh ke arah Rania sedikit pun
"Al" panggil lagi Rania
"apa? " dan lagi Ali tak menoleh sedikit pun
"Aliiii" panggil Rania untuk yang ketiga kalinya dengan sedikit meninggikan nada suaranya karena kesal
"apa sih Rania? " kali ini Ali pun menoleh. Mata mereka sempat berpapasan namun dengan cepat Ali memalingkan pandangannya ke kening Rania.
"kenapa lo suka sama gue? " tanya Rania kemudian
"kan gue udah bilang gue gak tahu. Emang kalau suka harus ada alesan nya yah? Dan gue kira--siapa sih yang gak suka sama lo. Semua cowok kalau deket sama lo, pasti langsung suka. Contohnya aja si ketua osis itu. Ya kan? Walaupun--lo kadang nyebelin juga sih" jawab Ali yang membuat Rania menggunung namun berubah menjadi sumur dengan kata-kata terakhir Ali.
"sebenernya lo tuh serius gak sih? " tanya Rania kesel
"ya iyalah Rania. Emang gue pernah seserius ini ngomong sama lo? "
"lo kan gitu. Becanda ama serius tuh gak bisa dibedain"
"ya terus lo mau gue ngelakuin apa biar lo percaya? Manjat tebing gitu sambil bilang RANIA GUE SUKA SAMA LO. gituuu? "
"kalau perlu boleh tuh" canda Rania
"ohh oke"
Saat Ali akan beranjak, Rania dengan cepat menghentikan Ali sambil tertawa.
"lo serius? " tanya lagi Rania untuk memastikan
"gue serius Rania" jawab tegas Ali
"kalau gitu--gue---gak bisa nolak lo" ucap Rania dengan senyuman lebarnya karena tak bisa menyembunyikan kebahagiaan nya.
"iya gue tahu kok lo gak bisa neri---hah, barusan lo ngomong apa?? Gak bisa apa? " Ali yang tak fokus seakan dibuat tuli dengan ucapan Rania, dan saat ia menyadari nya, Ali sampai kaget dan tak percaya dengan kata terakhir Rania.
Rania tertawa terlebih dahulu. "emang harus yah gue ngulangin lagi? " tanya Rania kemudian
"iyalah. Lo tadi ngomong apa? " tanya Ali yang semakin tak sabar
"gue gak bisa nolak lo"
"berarti itu artinya---"
"iya. Gue mau jadi pacar lo"
Dengan refleks Ali langsung memeluk Rania saking senangnya. Jangan ditanya bagaimana reaksi Rania saat itu dan bagaimana perasaannya? Karena semuanya bercampur aduk antara kaget, senang, bahagia, tak percaya, dan semua perasaan yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata.
Setelah melepaskan pelukannya, Ali memandang Rania dengan wajah yang masih tak percaya jika wanita di depannya kini adalah kekasihnya sekarang.
"jadi sekarang kita jadian nih? " tanya Ali memastikan
"menurut lo? "
"oke oke. Mulai sekarang lo adalah cewek gue. " Ali dengan bangganya memegang tangan Rania sekarang. Lalu beberapa menit kemudian ia berdiri begitu pun dengan Rania karena tangan mereka sedang berpegangan sekarang.
Mereka berjalan menuju pohon pisang yang tak jauh dari tempat mereka duduk kemudian Ali berkata " hey pohon pisang!! Cewek cantik ini sekarang pacar gue" dan Rania hanya tertawa dengan kelakuan Ali. Kemudian mereka beralih menghampiri pohon kelapa, bunga kuning yang entah apa namanya, semak-semak, dan pohon cemara sambil mengatakan hal yang sama. Dan lagi, tak ada ekspresi lain selain wajah bahagia Rania saat itu. Tanpa mereka sadari, semua anggota Aliens sedang berkumpul di depan basecamp memerhatikan mereka berdua. Saat Ali dan Rania menyadari kehadiran mereka, semua orang pun menyoraki Rania dan Ali termasuk Nadia dan Rasti. Kedua orang yang baru saja menjalin kasih itu hanya bisa tersenyum malu-malu.
Tak hanya itu kebahagiaan terus bertambah karena di hari pertama jadiannya, Ali mengantar Rania pulang. Di keramaian jalan, Ali dan Rania membuat dunia seakan milik mereka. Tangan Rania yang melingkar di pinggang Ali dan dengan Ali yang tak bisa melepaskan genggamannya saat itu membuat suasana malam itu begitu romantis bagi mereka. Terlebih, saat itu juga turun hujan yang menjadi saksi kebahagiaan dua insan ini.
Bak film Dilan, mereka sama-sama terperangkap akan romantisnya hujan di hari jadi mereka. Ternyata benar, bahagia itu sederhana. Tak perlu materi sebagai penunjangnya, kita hanya perlu bersama dengan orang yang kita sayangi, bagaikan romantisnya film Dilan yang seakan menjadi realita kisah cinta Ali dan Rania.
Jatuh cinta bisa menjadi bahagia dan bisa menjadi menyiksa di satu waktu. Itulah yang dirasakan Ali. Baru saja ia berpisah dengannya satu jam yang lalu dan sekarang Ali seakan dibuat merasakan bahwa 'rindu itu benar-benar berat'. Tanpa berlama-lama lagi, Ali pun mengambil ponsel yang belum ia keluarkan di saku celananya. Kemudian segera menghubungi nomor dengan nama 'mine💝' karena ia telah mengubah nama Rania di ponselnya sebelumnya.
Ali mencoba memanggil nomor ponsel Rania. Sekali, dua kali, tetap tak diangkat olehnya. Ia melihat jam di dinding yang baru menunjukan jam sembilan malam. 'apa dia udah tidur? ' batin Ali bertanya. Untuk ketiga kalinya, Ali mencoba menghubunginya kembali, namun hasilnya tetap sama. Rania tak mengangkat teleponnya. Karena tak ingin ambil pusing, Ali melempar handphone nya ke atas meja belajar kemudian dengan segera ia membaringkan tubuhnya yang lelah diatas kasur empuknya. Sebelum memejamkan mata bertemu dengan mimpi, hatinya sempat berkata dengan mata yang menatap atap putih dengan bahagianya 'selamat malam Rania, gue sayang sama lo. Tidur nyenyak ya'. Dan setelah mengatakan itu di dalam batinnya, matanya pun mulai menutup namun senyumnya masih terlihat jelas di wajah tampannya.