Unduh Aplikasi
8.29% Bambang's Revenge / Chapter 19: Back Home

Bab 19: Back Home

Aku menginjakkan kaki di rumah orang tuaku. Ayah ada di rumah sakit, jadi rumahnya kosong.

Aku bergegas ke kamar ibuku. Cari secara default dari satu tempat ke tempat lain. Aku membuka semua laci. Aku bahkan membongkar lemari ibuku.

Ini melelahkan. Aku tidak tahu petunjuk apa yang bisa aku dapatkan saat ini, apa pun itu aku harus mendapatkannya.

Aku membuka semua kotak perhiasan milik ibuku. Dan sayangnya, aku tidak menemukan apa pun selain perhiasan.

Apakah ada tempat khusus di ruangan ini untuk menyimpan sesuatu? Kamar rahasia misalnya? Tidak! Ibuku tidak suka sesuatu yang rumit seperti itu.

Aku menajamkan telingaku ketika mendengar suara langkah kaki mendekati ruangan.

Aku buru-buru bersembunyi di balik tirai yang terhubung ke balkon kamar.

Beberapa orang memakai masker hitam masuk dan mulai menggeledah ruangan.

Sial!

Siapa mereka?

"Cari ke semua tempat!" perintah salah satu dari mereka.

Apa yang mereka cari?

Aku menahan diri di tempat ini sehingga dapat menemukan petunjuk tentang apa yang mereka cari di sini. Mungkinkah mereka juga mencari pemantik api itu?

"Wanita gila! Sudah mati masih aja nyusahin!" salah satu dari mereka menggerutu.

Wanita gila?

Aku mengintip melalui tirai dan melihat wajah pria itu yang menggerutu.

Dasar bodoh! Apa gunanya masker jika dia memakainya tergantung di bawah dagunya?

Aku bisa melihat wajah pria itu. Aku akan menandai dia untuk merobek mulutnya karena berani memaki ibuku.

"Bos, pernah lihat barang itu secara langsung nggak?" tanya salah satu anak buahnya.

"Pemantik api dengan logo naga, dan berwarna emas! Gue belum pernah lihat secara langsung. Dan itulah satu-satunya petunjuk yang diberikan pria botak itu ke gue!" Kata pria yang menelepon bos tadi.

Yang botak?

Mungkinkah Al?

Mengapa Elang Harpy mencari pemantik api itu? Aku yakin itu bukan pemantik api biasa. Sesuatu harus disembunyikan di dalamnya.

"Bos, sepertinya seseorang menggeledah tempat ini sebelum kita!"

Aku langsung menahan napas ketika seseorang mengatakan itu.

Haruskah aku keluar? Tidak! Aku tidak memegang senjata apa pun, dan aku yakin mereka semua bersenjata.

"Apa lo yakin?"

"Tentu, Bos! Lihat, semuanya berantakan dan tidak teratur! Dan beberapa laci terbuka lebar."

"Sial! Bukankah Benjamin di rumah sakit? Bagaimana jika Elang Putih atau bahkan Elang Hitam menemukan benda itu? Mengerikan! Terus mencari!" Bos para berandalan itu terlihat sangat panik.

Dan dari apa yang dia katakan, aku dapat menyimpulkan bahwa pemantik itu sangat penting. Jika tidak, mengapa kelompok Elang berebut untuk menemukannya?!

"Halo, Boss? Ketika kami tiba, kamar Bu Carolyn telah digeledah oleh orang lain, bagaimana dengan Bos?"

Aku menajamkan telingaku ketika Bos bocah itu memanggil seseorang.

"Oke!" kata pria itu lalu menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Terus cari! Bos besar bilang belum ada yang menemukan benda itu!" teriak pria itu dengan keras.

"Bagaimana bos tahu? Bisakah mereka menyembunyikan benda itu, dan tidak ada yang tahu?!"

"Idiot! Jika Elang Putih atau Elang Hitam mendapatkannya, gue jamin, mereka udah menggunakannya!"

Itu cukup! Kepalaku semakin pusing!

Saat aku hendak melangkah keluar untuk menunjukkan diriku, suara yang cukup berisik datang dari luar ruangan.

"Brengsek! Lihat, kita hanya punya pilihan, bertarung sampai mati atau melarikan diri! Jangan sampai tertangkap hidup-hidup!" perintah Bos itu lalu menyiapkan senjata untuk melawan siapa pun yang datang.

Baku tembak pun tak terhindarkan. Aku hanya berdiri di sana karena jika pihak lawan datang, aku hanya akan menjadi makanan mereka.

Namun, setelah beberapa saat, tembakan berhenti. Sepertinya tembak-menembak sudah berakhir.

Aku bergegas keluar ketika mendengar suara Bang Sayuti dan Bagus di lorong.

"Bam, lo baik-baik aja?" Bagus bertanya begitu aku keluar dari kamar.

"Maaf, mereka memilih untuk mati sebelum kita tangkap, jadi kita nggak bisa menanyakan apa pun ke mereka!" Bang Sayuti menyela. Pria itu mendekatiku dengan panik.

"Mereka Elang Harpy," kataku pelan.

"Apa?" Bang Sayuti berteriak tak percaya.

"Gue denger dia sedang menelepon seseorang, dan dari percakapan itu, gue bisa menyimpulkan bahwa dia adalah Elang Harpy!" Aku telah menjelaskan.

Sayuti menarik napas dalam-dalam.

"Mereka pasti mencari barang itu!" Sayuti menggerutu kesal.

"Benda apa?" Tanyaku dan Bagus pada saat yang sama.

Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang pemantik api karena aku tidak bisa melihat siapa teman dan siapa musuh untuk sekarang ini. Untuk hal seperti ini, aku tidak ingin terlalu mudah mempercayai orang.

"Rumor beredar, mereka bilang nyokap lo punya sesuatu yang bisa menghancurkan kelompok Elang," seru Bang Sayuti sambil menatapku tajam.

Sesuatu yang bisa menghancurkan kelompok Elang? Oh aku mengerti. Jadi, tiga kelompok Elang bersaing memperebutkan item ini untuk mendominasi kelompok Elang?

"Nggak hanya itu, gue denger kalau barang itu, akan sangat mempengaruhi dunia politik di tiga negara!" tambah Bang Sayuti.

Tunggu, apa?

Tiga negara? Bagaimana bisa?

"Gue tahu apa yang ingin lo tanyakan ke gue! Lo nggak perlu tanya karena jujur, gue sendiri nggak ngerti! Hanya petinggi grup Elang, KENZO, dan para pejabat yang tahu apa itu!" Bang Sayuti berseru sebelum aku bertanya.

"Bokap gimana? Apadia tahu?" aku bertanya dengan cepat.

"Tentu!" kata Sayuti.

"Dia tahu ibu yang membawanya, tapi dia nggak melakukan apa-apa? Itu nggak masuk akal!"

Bang Sayuti menggelengkan kepalanya perlahan pada apa yang baru saja kukatakan.

"Bukan itu masalahnya! Nggak ada yang tahu di mana item itu! Tapi, setelah kejadian di mana nyokap lo terbunuh, semua orang jadi tahu kalau mereka membunuh nyokap lo karena item itu!" Bang Sayuti mengatakan itu dengan sangat hati-hati.

Dan ini menjijikkan! Kenapa dia tidak memberitahuku tentang ini sebelumnya? Apa karena perintah ayahku?

"Brengsek! Jadi lo tahu apa tujuan mereka bunuh nyokap gue? Lalu kenapa lo diam? Kenapa Ayah atau lo membalas kematian nyokap?!" aku membentak.

"Tenang, Bams! Kami memang tahu tujuan pembunuhan itu, tapi kami nggak tahu pasti siapa mereka, dan dari kelompok mana!"

Tidak! Aku tidak bisa menerima alasan yang diberikan Bang Sayuti.

"Bagus, ikut gue!" seruku saat meninggalkan Bang Sayuti.

"Tunggu, Bams! Mau ke mana?"

"Itu bukan urusan lo! Jujur, gue kecewa, Bro, sama lo! Gue pikir lo ada di pihak gue dan bisa membantu gue menemukan pembunuh nyokap! Tapi lo bahkan nggak memberikan informasi penting ini ke gue!"

"Maaf! Gue akui kalau gue salah! Tapi ini perintah bokap lo! Kalau lo tahu tentang masalah ini, lo mungkin bertindak gegabah dan menuduh orang yang salah! Dunia mafia lebih berpikiran sempit daripada politik! Lo harus tahu itu!"

"Lo tahu apa tujuan gue, Bang! Lo seharusnya nggak menyembunyikan apa pun dari gue!"

Setelah mengatakan itu, aku meninggalkan rumah bersama Bagus yang hanya mengikutiku dalam diam.

"Den Bambang!"

Aku berhenti ketika seseorang memanggilku. Dia adalah pembantu di rumah kami.

"Ini, Den! Kemarin saya tidak sengaja membuang ini dengan sampah lain, ketika saya melihat, eh ini diari Bu Carolyn, jadi saya mengambilnya lagi dan menyimpannya!" seru wanita tua itu sambil mengulurkan sebuah buku tebal dengan sampul beludru merah marun kepadaku.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C19
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk