Unduh Aplikasi
4.62% Balas Dendam Karena Cinta / Chapter 15: 15. Panggung Masa Depan

Bab 15: 15. Panggung Masa Depan

Giliran Yeona maju ke panggung. Dia melangkah gugup nyaris terjelembab karena jalan remang. Ini pertama kali dia akan naik ke panggung, kena demam panggung.

"Nona Yeona, sini sebentar." Paman berkumis melambai ramah dari balik meja dekat panggung. Di sebelah paman, wanita berbadan besar berkaos biru longgar mengangkat kotak kayu, bagian atasnya bolong. "Tolong ambil satu kertas di dalam kotak."

Yeona menuruti perintah, memberi kertas pada Paman berkumis tebal.

Paman membaca kertas, lalu menaruh ke meja. Dia berkata memakai mic

"Tomorrow, lagu Sohe. Silahkan menyanyi. Hayati nyanyianmu, ya."

Yeona bingung. "Maksud Paman dengan hayati, bagaimana?"

"Aigo," wanita besar menjawab. "Hayati, masak kamu tidak tahu penghayatan?"

Paman tertawa kecil memotong ucapan wanita berbadan besar, sambil menaruh mic ke meja. "Bu Big, dia masih muda dan belum tentu paham apa itu menghayati." Paman beralih pada Yeona. "Ketika membawakan lagu bahagia, kamu harus bahagia. Ketika menyanyi lagu sedih, usahakan kamu menangis. Begitulah sekiranya."

Yeona termenung. Lagu Tomorrow lagu sedih, tentang seorang gadis ditinggal pacarnya pergi. Dia menunggu lama di dermaga, hanya untuk mendapat kabar pacarnya telah menikah.

"Nona Yeona cepat sedikit!" Ok meneriaki. "Kalau tidak siap, silahkan pulang!"

Yeona panik berlari kecil hingga tersandung tangga panggung. Dia terjatuh. Mic menggelinding dan suara dengung mic memekakkan telinga. Panik dia bangkit membawa mic ke tengah panggung.

Beberapa orang duduk di sofa paling depan. Salah satunya pria berkemeja kotak - kotak yang Yeona temui di gerbong kereta api.

Yeona gugup. Mata tajam itu memandangnya terus. Lelaki cepak bersedekap sambil memangku satu kaki.

Musik mulai mengiringi Yeona menyanyi, tapi otaknya blank dadakan. Bahkan untuk bicara saja tidak bisa

"Turun jika tidak siap! Jangan membuang waktu!" Sentak pria berambut cepak, membuat lagu pengiring mati.

Yeona membungkuk lalu berdehem. Sekali lagi musik pengiring melantun lembut. Yeona bernyanyi sambil mencoba mengenang masa sedih. Dia mengenang kasarnya Sujun tidak mengakui anak yang dia kandung. Yeona menangis menyanyikan lagu Tomorrow-nya Sohe.

Semua orang di ruang auditorium tercengang. Suara indah, penghayatan nyata, serta kecantikan polos.

"Dia berlian yang belum diasah," gumam lelaki berambut cepak. Dia adalah Gao Chung-hee, Tuan Muda Pertama keluarga Gao. Dia pewaris utama keluarga penguasa opera Korea Selatan dan tersohor hingga ke Eropa.

Tentu gumamannya menjadi buah bibir orang di sekitar. Mereka merubah pandangan pada Yeona.

Mereka yang menganggap remeh wanita lugu itu, sekarang mengagumi dan sangat ingin mengenal lebih jauh sosok Yeona.

"Beruntung aku membayar uang pendaftaran, ya kan, kak?" tanya Yoo Joon, sembari tadi duduk di belakang Chung-hee. Dia adik kandung Gao Chung-hee, Tuan Muda Kedua keluarga Gao.

Chung-hee mengangguk kecil. Dia merasa pernah bertemu Yeona jauh sebelum pertemuannya di dalam gerbong kereta. Entah di mana. Apapun yang dia kenang pasti bukan hal biasa.

Setelah Yeona selesai menyanyi, Yoo Joon berdiri dan bertepuk tangan. "Bravo, senorita!" Bahkan bersiul - siul.

Urakan! Tetapi dia membuat peserta lain berani berdiri bertepuk tangan, hingga menciptakan gemuruh menggelora.

Yeona membungkuk kecil sambil mengusap air mata, tersenyum bangga memandang para peserta. "Terima kasih."

Chung-hee memejam sambil tersenyum penuh misteri lalu bangkit melangkah pergi.

Ok turut bangkit, memberi kode lirikan mata supaya semua peserta tenang. Kebetulan Yeona merupakan peserta terakhir.

"Penilaian memakan waktu beberapa jam. Terima kasih atas partisipasi kalian. Silahkan menunggu. Jangan jauh-jauh dari balai." Ok pergi mengikuti Tuan Muda. Paman berkumis dan Bu Big pun mengikutinya.

Yeona turun dari panggung, disambut tepuk tangan oleh beberapa peserta pria yang mengerumuninya.

"Nona bukan hanya cantik, tetapi memiliki suara indah!"

"Akting tadi sungguh memukau. Apa air mata Nona asli?"

"Aku yakin, Nona adalah calon bintang masa depan!"

Dari arah samping, Yoo Joon bertepuk tangan menghampiri Yeona. Para peserta membuka jalan untuknya.

"Selamat. Aku rasa kita belum berkenalan secara resmi, kan?" Yoo Joon mengajak bersalaman, tapi Yeona enggan melayani.

"Yeona."

"Nama yang bagus. Hanya Yeona?"

"Kang Yeona."

"Baiklah, kamu sudah tahu namaku, kan?" Yoo Joon mengedipkan satu mata. "Ongkos tepuk tanganku, lima puluh ribu won. Total hutangmu tiga ratus ribu won." Dia terbahak, pergi bersama gadis manis tomboyish yang selalu mengikutinya.

Entah apa mau pemuda baby face itu, selama dia tidak meminta hal aneh, Yeona akan berusaha membayar hutangnya.

"Bukannya dia Ja In?" bisik peserta lain, mengamati gadis tomboyish di sebelah Yoo Joon.

"Iya, dia rapper muda yang sedang naik daun. Apa mereka berpacaran?"

Yeona meninggalkan kerumunan, keluar dari ruang auditorium lalu duduk di bangku kayu panjang di seberang meja resepsionis.

Menunggu lama membuat dia mengelus perut keroncongan. "Harusnya makan dulu sebelum ke sini."

Dia melihat Chung-hee menuruni anak tangga bersama Ok.

Yeona ingin mengembalikan sapu tangan milik pemuda itu. Mungkin ini kesempatan terakhir baginya, sebelum Tuan Chung-hee pergi.

"Tuan Muda, maaf. Saputangan ini–"

"Cuci, baru kembalikan." Dingin Chung-hee menjawab, lalu masuk ke ruang juri.

Pemuda tegas nan dingin. Yeona penasaran dengan sosok itu. Dia ingin bertanya, apa pernah bertemu sebelum pertemuan mereka di gerbong kereta?

Ok merangkul ipad, memandang datar pada Yeona. "Dari mana saputangan itu?"

"Huh? Ini? Tuan Muda Pertama memberiku."

Ok merampas saputangan sambil memasang wajah ramah. "Biar aku yang bawa. Nona tunggu di sana sampai pengumuman keluar."

Yeona mengangguk mengerti. Dia membungkuk ketika Ok masuk ke ruang juri, menutup rapat pintu dari dalam.

Sepertinya ada yang cemburu. Yeona menebak Ok pacar Tuan Muda pertama, atau mereka sangat dekat.

Entahlah, tapi Yeona kecewa dan menyesal menyerahkan saputangan. Dia suka aroma parfum di saputangan itu, begitu menenangkan dan membuat pikiran terbuka.

Sekali lagi perutnya keroncongan. Dia meremas peut. Bagaimana ini, Yeona lapar, tapi tidak punya uang.

Bagaimana kalau dia gagal tes? Dia tidak bisa pulang. Apa yang harus dia lakukan? Mengemis untuk makan?

Dia menghela napas, duduk sambil memandang langit di luar yang semakin menjingga. Semoga lulus! Setidaknya jika lulus bisa makan gratis di kantin dan memiliki tempat untuk tidur malam ini.

Tiba - tiba terdengar suara bentakan dari dalam ruang juri. Suara itu menyita perhatian para gadis di meja resepsionis. Mereka mengelus dada kaget.

Terdengar suara lelaki membentak seseorang "Dia bahkan tidak mendaftar dari awal, bagaimana kita bisa menerimanya?! Ya, dia, peserta terakhir!"

Yeona mengelus dada. Apa mereka sedang membicarakan dirinya?

****


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C15
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk