Unduh Aplikasi
1.8% Ayla : My Lovely Wife / Chapter 7: JAGO MASAK

Bab 7: JAGO MASAK

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Abian dan Ayla baru saja selesai menata perabotan rumah mereka. Meski masih ada yang kurang, tapi untuk sementara perabotan ini cukup bagi mereka yang hanya tinggal berdua.

"Kak Ay mandi aja duluan, pasti capek kan?" titah Abian yang melihat Ayla duduk berselonjor kaki di ruang tamu kecil mereka.

Untuk pertama kalinya Ayla mengerjakan pekerjaan rumah, membuatnya hampir pingsan. Lelah sekali. Ayla masih mengatur napasnya, banyak bulir keringat yang keluar dari wajah dan tubuhnya.

"Eum ... Ya udah, aku mandi dulu," jawab Ayla tak membantah, ia berjalan menuju kamar mandi.

Abian beranjak menuju dapur untuk masak. Pasti Ayla lapar, pikirnya. Ada baiknya dia masak dulu untuk mengisi tenaga sehabis berbenah.

Sejak tinggal di pesantren, Abian jadi hidup mandiri. Di latih untuk melakukan pekerjaan rumah dan dapat giliran masak sudah menjadi kegiatan sehari-harinya selama di pondok. Tak heran, kalau Abian jadi jago masak.

Hampir setengah jam Ayla mandi, biasalah namanya juga perempuan. Ia segera masuk ke kamar dengan melewati dapur. Seperti kejadian sebelumnya, Abian tutup mata saat melihat Ayla keluar kamar mandi dengan hanya memakai handuk.

"Lapar," gumam Ayla sambil memegangi perutnya. Saat ini ia sudah selesai ganti baju dan sedang duduk di pinggir tempat tidur.

Hidungnya menangkap bau wangi dari arah dapur, membuat perutnya makin keroncongan. Tergesa Ayla keluar kamar dan mencari sumber bau wangi makanan yang memanggilnya. Tiba di pintu dapur, Ayla di buat terperangah saat melihat Abian dengan lihainya memainkan alat masak.

Suami ajaibnya itu memiliki skill memasak rupanya. Ayla melihat Abian sedang memasak menggunakan celemek dengan bertelanjang dada. Abian jadi terlihat keren, keringat yang mengucur membuatnya semakin menggoda. Ayla menggigit bibir bawahnya karena melihat itu. Bahkan ia sampai lupa berkedip.

"Kak, kenapa masih berdiri disitu? Sini makan, Kak Ay pasti lapar, aku udah masak makan malam untuk kita." Info Abian setelah menaruh sepiring tempe goreng di meja makan.

Ayla terkesiap dan langsung mengedipkan mata berulang kali. Ingin memastikan apa yang ia lihat ini nyata atau hanya halusinasi.

"Kak!" Sekali lagi Abian memanggil Ayla yang masih mematung di ambang pintu dapur.

Ayla berusaha mengontrol detak jantungnya yang ternyata berpacu di luar batas. Ia melangkah pelan kemudian duduk di kursi sambil melihat makanan buatan Abian.

"Ini ... Ini kamu yang masak?" tanya Ayla.

"Iya, makanlah. Kak Ay pasti lapar," titah Abian sambil melepas celemek nya dan berjalan menuju dapur.

"Kamu mau kemana? Kamu gak makan?" tanya Ayla cepat sebelum Abian masuk ke kamar mandi.

"Aku mau mandi dulu, gerah," jawab Abian.

"Kak Ay makan aja duluan," ucapnya lagi.

Ayla mengangguk. Ia mengambil sendok dan mencicipi kuah kaldu sayur bening di dekatnya. "Wah, enak!" puji nya dengan wajah berbinar.

Dan tanpa menunggu lagi, ia segera melahap makanan itu. Satu sendok nasi, beberapa sendok sayur dan dua buah potong tempe goreng ada di piringnya. Untuk pertama kalinya ia menyantap masakan Abian, cukup memuaskan.

Saat keluar dari kamar mandi, Abian menemukan Ayla sudah tertidur pulas di atas kasur yang mereka beli tadi siang. Pasti gadis itu kelelahan, pikir Abian. Tak mau ambil pusing, Abian pun lalu segera duduk di meja makan dan mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Abian tersenyum saat melihat meja makan. Tadi saat ditinggal meja ini penuh, tapi sekarang hanya tinggal sepiring nasi dan sedikit sayur. Lauknya habis tak bersisa. Sepertinya Ayla lapar sekali. Abian tidak mempermasalahkannya, ia sudah terbiasa makan seadanya saat di pesantren. Di rumah ayah juga, kadang ibu tirinya hanya memberi makanan sisa.

***

Ayla bangun di pagi hari saat matahari mulai mengusik tidurnya. Ia duduk sambil mengucek mata yang rasanya susah untuk di buka.

"Jam berapa, sih?" ucapnya pelan sambil menguap. Matanya menyipit memperhatikan jarum jam. "Baru jam delapan," ucapnya lagi dan kembali membaringkan tubuh untuk melanjutkan tidurnya.

"Jam delapan?! Ya ampun, udah siang!" pekiknya setelah sadar dan baru ingat kalau dia sudah memiliki suami.

"Bian ... Abian ..?" panggilnya saat merasa suasana rumah sangat sepi.

Ia keluar kamar dengan keadaan rambut yang masih acak-acakan menuju dapur. Ia melihat meja makan dan mendapati sebuah pesan singkat dari Abian.

"Kak Ay, aku berangkat ke kebun teh. Hari ini panen, maaf gak ngasih tau secara langsung karena tadi Kak Ay kelihatan nyenyak tidur. Aku udah masak buat Kak Ay, jangan lupa sarapan dan tolong angkat jemuran kalau hujan, ya!"

Mata Ayla mengerjap lucu saat membaca sticky note yang Abian tempelkan di atas tudung saji.

Seketika wajah Ayla dipenuhi blush on dan suhu pipinya naik. Ia malu karena sebagai istri yang seharusnya melayani suami, tapi dia malah bangun kesiangan. Bukan, bukan kesiangan. Tapi memang Ayla selalu bangun siang.

"Istri macam apa aku? Masa iya pekerjaan rumah di kerjain sama suami?" tanpa sadar Ayla merutuki diri sendiri.

Sementara Abian sibuk menghitung pasokan daun teh yang akan di ekspor ke kota. Di sampingnya juga ada bik Mimin. Saat ini Abian sedang berada di pondok tempat biasa mengumpulkan daun teh. Para pekerja biasanya mengumpulkan hasil petikan mereka ke sini untuk di keringkan.

Tak lama setelah itu, bik Mimin ijin ke kebun sebentar untuk mengontrol pekerja lain. Sudah lama tidak melihat hamparan kebun teh yang luas membuat Abian rindu. Di daerahnya yang terkenal dengan udara dingin itu, Abian sering mendengar alunan suling Asep. Biasanya setelah membantu ibunya di sawah, Asep akan datang ke kebun untuk sekedar menghibur Abian.

Sedang sibuk menghitung data pemasukan, Abian di kejutkan dengan sebuah panggilan yang tak asing. "A' Bian!" panggil suara itu.

Abian menoleh. "Dedeh?"

"A' Bian teh apa kabar? Udah pulang?"

"Baik, baru pulang seminggu lalu," jawab Abian.

Gadis berhijab itu datang dan menghampiri Abian. Dia adalah Dedeh, anaknya bik Mimin. Usianya sekitar 20 tahun, memiliki tubuh proporsional dan tinggi badan standar. Dia cukup dekat dengan Abian. Saking dekatnya, Dedeh sempat ingin tinggal bersama Abian. Tapi itu dulu, saat mereka masih kecil.

"Dedeh kangen sama Aa'," ucap Dedeh lagi.

"Sama, Deh. Kamu apa kabar? Makin cantik aja."

Dedeh tersipu malu saat di puji. Abian memang suka memuji Dedeh. Selain cantik, dia juga baik. Dan kalian tau? Dedeh adalah satu-satunya perempuan yang dekat dengan Abian. Setelah kejadian yang membuatnya trauma saat SMP, cuma Dedeh yang berani ia dekati. Tidak dengan gadis lain.

"A' Bian bisa aja," gumam Dedeh malu.

"Dedeh pikir, A' Bian teh gak bakal pulang lagi," ucapnya lagi.

"Ya pulang atuh, kan keluarga Aa' disini semua."

Dedeh kembali tersenyum. Manis sekali, pipinya yang cukup tembem membuat siapapun gemas. Setelah sekian lama tidak berjumpa, akhirnya kerinduan mereka terobati. Mereka cerita banyak soal kehidupan masing-masing selama hidup terpisah.

Dedeh bilang, dia sudah bekerja di salah satu toko di sekitar puncak. Tidak jauh dari kebun teh ini. Dia juga sudah bisa membuat menara dari karet gelang, Abian tertawa mendengar itu. Pasalnya itu adalah permainan mereka sewaktu kecil.

"Liat aja, nanti Dedeh juga bisa bikin menara yang lebih bagus dari A' Bian!" kata Dedeh kecil waktu itu.

Puas bercerita ngalor-ngidul, Dedeh memutuskan untuk pulang. Ia datang hanya untuk membawakan makan siang untuk ibunya, bik Mimin.

"Assalamu'alaikum," pamit Dedeh sebelum pergi.

"Waalaikumsalam, cium tangan dulu atuh," jawab Abian sambil bergurau.

Dedeh pun mencium punggung tangan Abian, tapi belum sempat dicium, Abian kembali menarik tangannya.

"Eits, bukan muhrim," cegah Abian.

"A' Bian!" rengek Dedeh manja.

Sedangkan Abian hanya tertawa puas setelah mengerjai gadis yang sudah dia anggap seperti adik itu.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C7
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk