Unduh Aplikasi
4.65% Ayla : My Lovely Wife / Chapter 18: ANAK?!

Bab 18: ANAK?!

Abian keluar dari kamar mandi sehabis wudhu. Mendengar adzan maghrib tadi, Abian langsung buru-buru mensucikan diri untuk bersujud di hadapan ilahi. Untungnya ia sudah membawa beberapa setel pakaian baju koko miliknya, jadi ia sama sekali tidak kerepotan memilih baju selama masih menginap di rumah mertua.

Abian terkejut saat melihat wanita memakai mukena sedang duduk di pinggir tempat tidur. Itu adalah Ayla.

"Ay? Kamu ... " Abian menggantung ucapannya. Sejujurnya dia tidak tau harus bilang apa. Satu kata yang tergambar dari Ayla saat ini, dia terlihat 'cantik'.

Ayla tersenyum lalu berdiri sambil berkata, "Abian, aku mau ikut sholat ya,"

Abian tak tau harus jawab apa. Tapi tidak mungkin juga dia menolak, karena kita tidak mungkin menolak keinginan orang yang ingin beribadah. Itu sama artinya menghalangi orang tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah. Abian tidak mau di sebut sebagai manusia yang tidak baik, jadi sebaiknya dia meng-iya-kan permintaan Ayla.

"Gak papa kok, kalo kamu gak mau aku gak maksa," kata Ayla sambil melepas kembali mukena putih yang melekat di tubuhnya.

"Bu—bukan gitu, aku mau kok. Ayo, kita sholat sama-sama," jawab Abian cepat.

Ayla tersenyum. "Tapi ... Aku gak bisa sholat, ajarin ya," Abian mengangguk.

Percaya atau tidak. Pemandangan ini adalah pemandangan paling indah. Disaat suami mengajarkan istrinya sholat bersama, saling mendekatkan diri kepada yang maha kuasa, membuat mata tak ingin lepas memandangi mereka.

Meski masih ada segelintir rasa takut pada diri Abian saat ia mengajarkan gerakan demi gerakan sholat pada Ayla, tapi dengan senang hati ia mengajar Ayla dengan sabar. Abian sama sekali tidak keberatan dengan berbagai pertanyaan Ayla yang membuatnya bingung menjelaskan, yang penting Ayla mau belajar sholat. Itu sudah lebih dari cukup.

Abian berdiri di depan, dengan sajadah berwarna coklat miliknya, ia mengucapkan takbir, mengawali sholat dan diikuti oleh Ayla.

Saat sholat selesai, Abian mengambil Al-Quran kecil miliknya. Tapi berbeda dengan Ayla, dia malah langsung membuka mukena yang dari tadi membungkus kepalanya. Sepertinya dia kegerahan, keringat sampai mengucur begitu ia membuka mukena.

Lagi, Ayla di buat terkesima dengan suara merdu Abian saat melantunkan ayat Al-Quran. Membuat hatinya tenang, damai dan tentram. Abian memang tidak seperti Daniel yang bisa berlaku romantis dan memanjakan Ayla, tapi Abian jauh lebih pandai membuat Ayla tersenyum hanya dengan suara mengaji darinya.

"Shodaqallahulaziim ... " ucap Abian mengakhiri kegiatan mengajinya.

"Abian, kamu kok bisa ngaji sebagus itu, sih?" tanya Ayla penasaran.

Abian tersenyum. "Masa sih?"

"Iya, suara kamu bagus banget, aku suka. Belajar dari mana?" tanya Ayla antusias.

"Belajar dari guru ngaji di pesantren," jawab Abian. Ayla cuma mengangguk.

Abian lekas membuka baju koko dan menggantinya dengan kaos biasa. Celananya ia ganti dengan celana pendek se lutut.

Tak lama berselang, bi Kokom datang dan menyuruh Abian dan Ayla turun untuk segera makan malam bersama Rani dan Angga. Di meja makan, sudah tersedia berbagai macam sayuran dan lauk-pauk. Dan yang membuat Abian jilat bibir adalah sayur asem. Dia sangat suka dengan sayur asem, otomatis di piringnya bisa di pastikan sayur asem itu paling banyak.

"Abian, kamu kerja di mana?" tanya Angga di sela-sela mengunyah makanan.

"Bian ngurus kebun teh punya ayah, Pa. Tapi minggu depan Bian mau kerja di kantor percetakan. Kebetulan temen Bian kerja di sana," jawab Abian.

"Bian, kamu mau punya anak berapa?" tanya Rani tiba-tiba dan langsung membuat Abian tersedak.

Ayla dengan cepat mengambilkan air minum untuk suaminya. Mendengar kata anak, membuat leher Abian serasa tercekik. Untung saja makanan dalam mulutnya tidak keluar semua, kalau itu sampai terjadi bisa barabe nanti.

"Pelan-pelan dong," kata Ayla.

Abian cuma tersenyum kaku.

"Kamu tu aneh, giliran di tanya soal anak langsung keselek," celetuk Rani. "Emang kamu mau punya anak berapa?" Rani mengulang pertanyaannya.

Abian nyengir sambil garuk-garuk kepala. Virus 'bingung mau jawab apa' lagi-lagi menyerangnya. Anak? Ya Allah, belum kepikiran sampai ke sana. Lagian, buat apa Rani menanyakan hal itu? Memangnya dia sudah kebelet punya cucu. Abian sempat bergidik saat mengingat trauma-nya terhadap hubungan seks. Ya Allah, gimana ini?

"Bian! Kok diem, Mam nanya tu," tegur Ayla sambil menepuk pundak Abian.

"Hah? Eum ... Anak ya? Anu, B—bian juga gak tau mau punya anak berapa," jawab Abian gugup sambil tak lupa cengar-cengir gak jelas.

Dengan kompak, Angga, Rani dan Ayla menarik napas panjang saat melihat respon Abian barusan. Kenapa? Ada yang salah?

"Abian, Mama itu udah pengen banget nimang cucu, jadi kalian jangan tunda-tunda lagi ya, cepetan kasih Mam cucu,"

"Mama tenang aja, secepatnya aku dan Abian akan kasih Mama sama Papa cucu. Iya kan, Bian?" ucap Ayla sambil melirik Abian.

Cengiran konyol tak lepas dari wajah Abian, dia cuma bisa nyengir sambil mengangguk. Tidak tau paham atau tidak, yang jelas sekarang mengangguk saja dulu supaya bisa cepat selesai makan dan langsung lari ke kamar.

'Ya Allah, anak? Gimana bikinnya?' batin Abian mengeluh kuat.

Abian melihat tatapan Rani dan Angga begitu berbinar. Terlihat sekali kalau mereka sangat mengharapkan Abian dan Ayla untuk memberi mereka cucu. Merasa tidak mau mengecewakan, Abian meng-iya-kan ucapan mereka dengan harapan suatu saat traumanya bisa hilang. Tapi kapan?

"Ya Allah, bantulah hamba mu ini untuk sembuh dari penyakit trauma ya, Allah. Hamba mohon, kalau begini terus hamba tidak akan pernah bisa memberikan mama dan papa cucu. Bantu hamba untuk sembuh ya, Allah. Semoga trauma ini cepat hilang. Aamiin."

Itulah doa yang di ucapkan Abian saat ia selesai sholat isya. Satu-satunya keinginan yang ia capai saat ini ya cuma satu. Bisa sembuh dari trauma mendalam yang selalu menghantui hari-harinya. Mungkin dulu ia biasa saja, dia menganggap bahwa traumanya itu tidak berarti apa-apa.

Sampai setelah dia menikah, dia baru sadar kalau traumanya itu harus di obati. Kembali ia mengingat ide gila mang Ade. Apa salahnya di coba? Ah, tidak! Itu ide gila, ide kotor, jangan sampai Abian melakukannya. Jangan, jangan sampai! Tapi ... Bagaimana jika itu adalah satu-satunya cara untuk sembuh? Ya, Allah Abian bener-bener bingung.

Saking kepikiran-nya dengan permintaan sangat mertua, Abian sampai tidak bisa tidur malam ini. Semalaman dia cuma mondar-mandir gak jelas di balkon kamar. Sementara Ayla sudah tertidur pulas di ranjang dengan boneka beruang besar di pelukannya.

Sungguh, hanya dengan satu kata dapat membuat Abian tidak bisa tidur. Jangankan tidur, Abian bahkan tidak merasakan kantuk sama sekali. Benar-benar kata ajaib. 'Anak' adalah kata ajaib itu. Lelah mondar-mandir, Abian memutuskan untuk sholat malam saja. Belum puas juga, Abian sampai mencari di internet bagaimana caranya menyembuhkan trauma.

Abian begitu berusaha untuk menyembuhkan traumanya itu. Bahkan setelah mereka kembali ke rumah sederhana miliknya, Abian masih kepikiran. Hal itu tentunya membuat dia tak fokus. Sering kali saat Ayla bertanya, Abian malah termenung. Membuat Ayla kesal dan pertengkaran mulut pun terjadi.

"Maaf Ayla, aku gak fokus," ucap Abian berusaha membujuk Ayla yang ngambek seperti anak kecil.

Tapi bukannya luluh, Ayla malah semakin ngambek dan mengunci diri di kamar. Abian cuma bisa menarik napas jengah.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C18
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk