"Karena dia yang membuat cerita ini bukan?"
"Iya, memang benar tapi,"
"Sudahlah aku sudah punya rencana, aku sudah tahu siapa yang akan menang nanti," Andika berkata sambil tersenyum. Dia memberi tahu rencananya kepada Yatno.
Tidak lama berjalan akhirnya mereka sampai di ruangan. Di sana sudah banyak peserta dari sekolah lain yang ikut berpartisipasi. Mereka masuk ke dalam ruangan itu, menunggu panitia datang untuk mengambil nomer.
"Baiklah, kalau begitu aku akan pindah ke sebelah sana," kaguya menunjuk ke beberapa bangku kosong, "kalau kalian kesulitan aku ada di sana," Kaguya dan tiga temannya pergi meninggalkan mereka.
"Bagaimana sekarang?" tanya Maya.
"Kita duduk saja di sana bagaimana," Rama menunjuk ke beberapa bangku kosong.
"Baiklah ayo," kata Yatna.
Mereka duduk tenang di sana, tetapi datang seseorang menghampiri mereka, laki-laki itu memiliki warna rambut merah sama seperti Maya. Laki-laki itu mendekat ke Maya.
"Kau juga ikut turnamen ini," kata Ranza. Laki-laki ini bernama Ranza Rena.
"Ranza kau juga ikut,"
"Tentu saja, kau kira aku bisa percaya kalau kau bisa masuk babak perempat final, tentu saja aku tidak percaya," kata Ranza.
"Aku," Maya menundukkan kepalanya.
Andika mendekat melerai mereka, "maaf kalau aku mengganggu reuni kalian, tapi sepertinya kau dipanggil oleh temanmu di sana," Andika menunjuk orang-orang di belakang Ranza.
Ranza menoleh ke belakang, "akan aku katakan satu hal kepada mu Maya. Akulah yang akan menjadi pemimpin klan berikutnya," Ranza pergi meninggalkan mereka.
"Siapa dia? Apa masalahmu dengannya," tanya Andika ke Maya.
"Dia sepupuku. Aku tidak tahu apa masalahku dengannya tapi sepertinya dia membenciku karena ~"
"Karena?"
"Tidak, tidak usah dipikirkan, aku yang akan menyelesaikannya diturnamen ini,"
Di Rumah Maya, di Ruang latihan. Dahulu ketika Maya dan Ranza berumur dua belas tahun.
Maya dan Ranza berlatih bersama didampingi guru dan kedua orang tua mereka. Guru mereka memerintahkan untuk melakukan pertandingan satu lawan satu untuk melihat hasil latihan mereka. Mereka berdua mengeluarkan kuda-kuda andalan mereka, guru mereka menjatuhkan koin tanda pertandingan dimulai.
Ranza mengawali serangan dengan menyerang kaki Maya, tetapi Maya berhasil menghindar melompat ke belakang. Kemudian Maya balas menyerang menusuk Ranza tetapi Ranza berhasil menangkis serangannya, mereka terus mengayunkan pedang latihan mereka sambil dilihat guru dan kedua orang tua mereka berdua.
Maya mundur menjauh dari Ranza. Maya menyiapkan tubuhnya, dia memundurkan kaki kirinya dan mengarahkan pedang latihannya ke samping kiri tubuhnya, "kemari," kata Maya.
Ranza pun terpancing oleh jebakan Maya, dia menyerang Maya langsung di depannya. Maya mundur lalu bersiap dengan kuda-kuda yang sebelumnya, Maya sekuat tenaga mengayunkan pedangnya, Ranza berhasil menahannya tetapi karena kuatnya ayunan pedang Maya, pedang Ranza sampai patah terbelah dua dan Ranza terjatuh terkapar di atas lantai.
Guru dan para orang tua mendekati Maya dan memberikan selamat kepadanya. Ranza yang terbaring di atas lantai merasa kesal dan iri kepada Maya. Maya mendekati Ranza, Maya mengulurkan tangan kanannya ke Ranza tetapi dia menepis tangan Maya, menolak uluran tangan Maya. Ranza pergi lari keluar ruangan latihan.
Kembali ke cerita. Setelah menunggu lama, datang dua orang laki-laki masuk ke ruangan membawa sebuah kotak besar.
"Baiklah, kalian semua tolong berbaris sesuai sekolah kalian," kata laki-laki itu.
Semua peserta berbaris mengikuti perintahnya.
"Oke, sekarang aku akan mengabsen kalian." Dia mengambil kertas yang berada di saku celananya, "pertama dari Khusus Militer, Kaguya Gakriya, Fadla Kisana, Salsa Kamasa, dan Megina Kisana. Apa semuanya hadir?"
"Iya,semuanya siap," balas Kaguya.
"Berikutnya dari Khusus Bertahan, Ranza Rena, Milyan Zanra, Fajri Zanra, dan Neyla Kagami. Apa semuanya hadir?"
"Hadir," mereka berempat menjawab kompak.
"Selanjutnya dari Khusus Menyerang, Elsa Rena, Azahra Kisana, Falensa Raharda, dan Josef Ksatrya. Apa semuanya hadir?"
"iya," kata Elsa.
"Andika kau mengenalnya?" tanya Yatno ke Andika.
"Siapa?"
Yanto menunjuk Azahra.
"Tidak,"
"Berikutnya dari Samaara, Andika Kisana, Maya Rena, Yatno Samli, dan Rama Dhian. Apa semuanya hadir?"
"Iya," mereka berempat dengan semangat.
"Berikutnya dari Purnamasari, Yogi Ramatani, Marya Riyani, Rania Salina, dan Rafta Rafi. Apa semuanya hadir?"
"Iya," mereka menjawab tidak kalah semangat dari sekolah lain.
Terakhir dari Khancara, Vaarah Astika, Shara Kenanga, Shira Kenanga, dan Nuramelia. Apa semuanya hadir?"
"Iya" mereka menjawab dengan semangat tidak ingin kalah dari peserta yang lain.
"Ha ha, ada juga yang kembar tuh," Andika mengejek Yatno.
Yatno membalas menatap tajam Andika.
"Sekarang aku akan menjelaskan peraturannya. Kalian boleh menggunakan senjata asli kalian tapi tidak boleh sampai membunuh atau membuat luka parah kepada lawan kalian, kalian dianggap menang apabila lawan kalian menyerah, sudah sangat terdesak atau terpojok oleh serangan kalian dan sangat kelelahan sampai tidak bisa berdiri selama sepuluh detik. Sudah mengerti semuanya?"
"Iya."
"Baiklah pertama kita sambut pangeran kerajaan ini Andika Kisana yang akan mengambil nomer pertama dan memberikan beberapa kata sambutan untuk kita semua,"
"Apa ini, aku tidak diberi tahu apapun," Andika berkata pelan.
"Tidak apa-apa pangeran, maju saja," Yatno balas mengejek Andika.
"Ck," Andika maju ke depan, dia berdiri di samping dua orang itu. Andika menodongkan jarinya ke perut salah satu laki-laki itu, "Siapa yang menyuruh kalian?" Andika berbisik kepadanya.
"Te-tenang pangeran, aku hanya diberi tahu bahwa anda akan memberikan beberapa kata sebelum mengambil nomernya," laki-laki itu berkata sambil menahan todongan jari Andika.
"Siapa yang bilang begitu?"
"Tuan Akna,"
"Dia!" Andika menarik kembali tangannya.
Laki-laki itu mulai tenang karena tidak ada jari yang akan menusuk perutnya.
Andika menarik nafas dan mengeluarkannya secara perlahan lalu dia melihat ke sekeliling, "kalian tahu hari ini hari apa? Ya, hari ini adalah hari Senin saat hari libur belajar kita. Aku tahu kalian pasti ada yang tidak ingin ikut pertandingan ini dan ya aku juga sama. Tapi akan aku pastikan sebagai anak pertama dari raja di kerajaan ini, kalian akan mendapatkan hadiah yang sangat banyak jika kalian memenangkan pertandingan ini. Aku juga meminta kalian untuk serius dan tidak melakukan kecurangan dalam pertandingan ini," Andika mengepalkan tangannya lalu mengangkat tangannya ke atas, "Kejayaan bagi Megazila."
"Kejayaan bagi Megazila," semua peserta mengikuti gerakan Andika.
Andika membalikkan badannya lalu memasukkan tangannya ke dalam kotak yang berisi nomer, dia menutup matanya, "Djumadie tolong bantu aku untuk melawan kedua Adikku agar rencanaku berhasil," Andika berkata dalam hatinya.
Andika membuka matanya tiba-tiba dia berpindah ke ruangan lain, di sana dia melihat seseorang yang sedang tertidur di atas kasur dan di depannya sebuah laptop yang masih menyala. Andika mendekatinya, dia melihat sebuah buku yang di tindih tangan orang itu, Andika mengambil lalu membacanya.