Unduh Aplikasi
1.58% An Ice Cube Man / Chapter 3: BAB 3

Bab 3: BAB 3

Pulang kerja kemarin tidak ada satupun yang kita bahas. Hanya ada suara music yang menemani kita selama di perjalanan. Seperti itulah kita tidak pernah bertegur sapa satu sama lain kalau sedang berdua.

Kemarin aku sudah bertemu dengan Seno, tadi pagi sudah belanja kebutuhan dapur, aku juga sudah menemani Mama untuk ketemu dengan temannya.

Sekarang rasanya tubuhku lelah sekali. Aku harus pergi mengantarkan Mama pulang dulu. Tubuh Mama memang sudah tidak sekuat dulu. Usianya juga sudah tidak muda lagi.

Segera aku memesan taxi online untuk pulang bersama Mama. Biasanya ada supir yang mengantar tapi supir Mama sedang izin untuk beberapa hari.

"Ma, Ayo aku antar pulang dulu. Mama kan ga boleh terlalu cape." Segera aku bantu Mama untuk berdiri.

"Iya, Rin. Banyu suka manja juga ga kalau sama kamu?"

Pertanyaan Mama sempat membuatku terhenyak. Bagaimana aku harus menjawabnya. Jangankan bermanja manja, untuk sekedar ngobrol ringan saja kita tidak pernah.

"Ini loh, tadi dia kirim WA ke Mama katanya nanti minta dimasakin ikan bakar sama sambel. Kangen sambel Mama katanya." Mama begitu antusias saat Mas Banyu meminta untuk dibuatkan makanan.

"Iya, kalau malam biasanya dia makannya lahap banget itu karena kadang ada request dari dia Ma."

Mama tidak tahu saja kalau selama ini aku beralasan kalau makan malam Mama yang masak. Aku hanya berusaha membuat makanan semirip mungkin dengan Mama.

Aku berusaha melakukan semampuku. Aku mengalah karena itu bisa membuat Mas Banyu mau menemani kita makan di rumah. Dengan mengalah aku bisa menemukan kehangatan keluarga di dalamnya.

"Ma, ayo pulang. Mobilnya udah di luar." Aku segera mengambil tas dan beberapa barang Mama serta tasku.

Kami segera menuju ke istana Mama dan Papa. Aku dan Mas Banyu memang tidak diizinkan untuk keluar dari rumah itu.

Mama bilang kalau kelak rumah itu akan kami tempati. Mama tidak ingin ditinggalkan oleh anaknya. Dia selalu merayu Mas Banyu untuk tetap tinggal dengannya.

Mama bilang kalau Mas Banyu dulu pernah tidak tinggal dengan Mama dan itu berhasil membuat Mama kelimpungan. Apa lagi masalah dengan Papa belum selesai. Itulah yang membuat Mas Banyu tetap mau tinggal di rumah ini.

"Ma, ayo turun." Anakku saat mobil sudah berhenti tepat di depan rumah.

Aku segera menggandeng tangan Mama saat kita sudah turun. Setelah ini aku siapkan makan buat Mama.

"Loh Banyu udah pulang ternyata. Nanti kita makan bareng bareng ya."

"Iya Ma."

Aku segera menyiapkan semua makanan yang sudah di masak oleh mbak di rumah. Mama memang ingin segera memasak untuk Mas Banyu tapi aku bilang untuk nanti malam saja. Untungnya Mama setuju. Kondisi Mama sudah terlalu lelah mana mungkin aku tega melihatnya memasak untuk makan siang.

"Banyu, Banyu!" Teriak Mama memanggil putra kesayangannya.

"Mbak tolong siapkan dulu makanannya. Saya mau panggil Mas Banyu dulu." Pintaku pada salah satu asisten rumah tangga.

Aku meminta Mama untuk duduk santai di ruang makan. Untungnya Mama menuruti kata kataku. Beliau bilang kalau ga kuat teriak teriak lagi untuk memanggil Mas Banyu.

"Mas, Mama manggil katanya mau makan bareng Mas Banyu." Dia terhenyak saat aku tiba tiba masuk kamar.

"Iya." Ucapnya dingin dengan posisi ponsel menempel di telinganya.

Saat aku masuk tadi dia memang sedang menelepon seseorang yang aku sendiri tidak tahu. Apakah mungkin itu Laras? Darahku mulai berdesir dengan cepat kala mengingat kembali nama itu.

Aku segera kembali untuk menemani Mama. Tak berselang lama Mas Banyu juga sudah duduk di kursinya.

"Ma, ini obatnya. Nanti setelah makan harus langsung di minum ya." Aku segera memberikan beberapa obat yang aku letakkan di piring kecil.

Tanganku dengan cepat segera meraih piring Mas Banyu dan mengambilkan nasi untuknya. Aku tahu Mas Banyu suka makanan pedas jadi aku segera meraih Udang balado untuk menemani nasinya.

"Terimakasih." Ucapnya dengan tersenyum.

Aku tahu kalau senyum itu hanya sandiwara karena kita sedang di depan Mama. Mama selalu tersenyum saat kami terlihat mesra.

"Mas, Ma, aku balik kerja dulu ya?"

"Lo kamu ga makan?" Tanya Mama bingung.

"Nanti aja Ma, di dapur catering juga banyak makanan. Nanti aku bisa makan di sana." Aku kembali melirik jam tanganku.

"Kamu makan dulu baru balik lagi ya." Rayu Mama.

"Maaf Ma, aku ada janji setelah makan siang." Aku sedikit meliriknya saat itu dia malah asik makan. Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan aku yang tidak sempat makan siang.

"Mas Aku berangkat dulu." Aku meraih punggung tangannya segera dan menciumnya.

"Iya." Hanya itu kata yang dia ucapkan.

Dia sama sekali tidak mengkhawatirkan aku. Aku ini istrinya tapi hatinya bukan untukku. Aku yang merawat ibunya tapi keberadaanku seperti tidak penting baginya.

Sebenarnya aku juga sedikit penasaran siapa sebenarnya wanita yang sekarang bertahta dalam hatinya. Tidak mungkin jika selama ini dia tidak jatuh cinta pada seseorang.

Aku melangkah meninggalkan rumah karena harus segera kembali ke tempat catering. Semua pegawai pasti sudah menyiapkan makanan yang akan di kirim sore ini. Jam lima sore ini Papa memesan makanan untuk kru film dan pemain filmnya.

Setiap siang dan sore kami harus mengirimkan makanan ke lokasi syuting yang sedang di garap Papa. Kadang para kru sendiri yang datang dan memesan satu bulan sebelum syuting berjalan.

Aku selalu berusaha untuk pulang sore hari agar bisa segera memasakkan makan malam untuk orang orang di rumah. Lelah dan senang. Itu Pasti. Namun semua lelah akan terbayar saat bisa melihat suamiku memakannya dengan lahap.

Aku harus bisa mempertahankan suamiku. Dialah pusaka berhargaku. Aku harus bisa melawan perang dingin antara hatiku dengan hatinya.

Aku kembali melangkah meninggalkan rumah besar ini dan kembali melanjutkan pekerjaanku. Jangan pikir bekerja di catering akan bisa makan terus. Apa lagi jam makan siang adalah jam sibuk bagi kami.

Aku masih berdiri di depan gerbang rumah. Menunggu ojol pesananku yang tak kunjung datang. Sudah hampir sepuluh menit berlalu tapi aku belum melihat penampakan ojol yang aku pesan.

"Garin"

"Ya?" Aku berbalik dan melihat Mas Banyu memanggil namaku.

"Mama nyuruh aku nganter kamu sekalian. Aku juga mau balik ke cafe."

"Aku udah pesen ojol mas."

"Oh ya udah." Ucapnya dingin sambil berlari menuju garasi mobil.

Ya ampun Mas Banyu. Hatimu sebentar terbuat dari es kutub mana? Kenapa susuah sekali melelehnya? Aku sudah berusaha menghangat tapi kamu tak kunjung mencair.

Kalau orang lain pasti sudah merayu istrinya untuk pergi bersama. Bahkan ada juga yang sampai cemburu kalau istrinya malah pergi pakai ojol.

Aku kembali menengok hpku. Entah kenapa tiba-tiba pesananku di batalkan. Oh Tuhan. Kalau aku minta tolong ke Mas Banyu mau ga ya.

"Mas Banyu tunggu." Aku berusaha menghentikan mobilnya yang sudah mau keluar dari garasi.

"Kenapa?"

"Boleh bareng gak? tadi ojolku dibatalin."

"Ya udah cepet." Ucapnya tanpa senyum.

Begitu aku masuk ke dalam mobilnya seperti biasa tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Entah mengapa dia seperti ini kepada aku? kita bagaikan ice cube di dalam lemari es yang hidup berjejeran tapi selalu ada batas.


PERTIMBANGAN PENCIPTA
belapati belapati

Selamat membaca semua.

Semoga semua suka.

next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C3
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk