Kebahagiaan memang tak berteman baik dengannya, seminggu! Seminggu setelah menikah Alzafa harus pergi untuk perjalanan bisnis dan tak kembali lagi sampai hari ini.
Nyonya Ros sejak awal tidak merestui pernikahan yang tidak masuk akal itu, dan sekarang dia dua kali lebih marah, lebih kecewa, baginya kepergian Alzafa, kecelakaan hari itu, karena Zava.
"Kau gadis pembawa sial! Semua kesialan ini karena Alzafa mengenal dan menikahimu! Kau wanita sialan!" Umpatan yang berkali kali Zava dengar sehingga dia sangat hafal dengan urutan kata dan nada keras yang Ros ucapkan.
"Bersihkan setiap sudut rumah dengan tanpa terkecuali! dan aku akan beristirahat sejenak," seru nyonya Ros dengan suara ketusnya.
Membuat Zava segera mengangguk, gadis dewasa itu seakan telah terbiasa diperlakukan sedemikian oleh nyonya Ros.
Ia masih mengingat betul sebuah kamar yang berada di lantai 2, kamar dengan ukuran 8 x 16 meter itu pernah ia miliki, dan diatas dipan kokoh jati itu pernah ia rasakan belaian seorang laki-laki yang sangat hangat dan memperlakukannya penuh cinta, juga moment saat ia melepaskan keperawanannya, dan darah kental itu keluar dari kewanitaannya. Suara desahan kenikmatan itu masih saja pekat di ingatan Zava.
"Mas, andai kau masih bersamaku sekarang, pasti aku akan menjadi wanita paling bahagia di muka bumi ini, dan aku juga akan memperlakukanmu bak seorang raja." ucap Zava dengan tatapan berkaca-kaca.
Zava kali ini menatap pada meja rias berwarna putih tulang, disana masih tertata rapi potret pernikahannya dengan sang suami, yah… foto saat keduanya ijab kabul, juga di dinding lainnya masih menempel indah foto mendiang sang suami memeluk mesra pinggang Zava.
Tangan dengan urat yang menyembul itu memegang perlahan inci demi inci potret wajah Alzafa, betapa Zava masih sangat mencintai dan merindukan mendiang suaminya.
Bahkan keduanya baru merasakan keindahan itu tak lebih dari hitungan jari, yah.. bisa dibilang Zava merupakan janda kembang yang masih segar untuk dicicipi. Tentu sebagai wanita normal Zava merindukan belaian sosok pria dewasa, belaian yang memanjakan dan memberikannya kenikmatan yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata.
Terkadang pernah terbesit di benak Zava untuk menentang dan memberontak, tapi ia masih belum mampu, mengingat walau bagaimanapun juga nyonya Ros telah memberikan kehidupan padanya, bahkan Nyonya Ros membantu hidup Zava, dengan tak membiarkan Zava terlantar setelah ditinggal kedua orangtuanya.
Itu semua berkat kemurahan hati nyonya Ros yang mempekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga.
Mungkin sudah menjadi takdir Zava untuk hidup dalam kesendirian tanpa pendamping hidup, walau terkadang terbesit jiwa nakalnya.
Kini Zava memilih mengintip isi lemari jati berwarna coklat muda,, di dalamnya masih tertata rapi pakaian mendiang sang suami juga pakaian Zava lainnya, seperti lingerie juga piyama yang biasa digunakan untuk mendampingi mendiang sang suami tidur.
Zava memeluk erat dengan penuh rindu, menciumi seragam kerja sang suami, jemarinya seakan enggan melepaskan. Ditambah lagi ia selalu teringat, saat ia mengenakan lingerie hitam itu, sang suami memeluknya erat penuh cinta dan berbisik, "Kau cantik sekali sayang," seolah mas Alzafa tak akan melepaskan pelukannya.
Butiran bening itu seketika menetes deras, membuat hati Zava merintih sedih dan pilu. Ia hanya mampu menangis seorang diri di keheningan, memendam rindu yang mendalam.
____________
Setengah hari cukup lelah untuk Zava menghabiskan tenaganya membersihkan rumah yang didirikan diatas lahan 2 hektar itu. Kini keduanya tampak duduk bersebelahan di dalam mobil.
Mata sembab Zava tampak tertutup oleh masker putih yang ia kenakan.
Nyonya Ros yang duduk disebelahnya, tentu memandang kesal Zava, ia bahkan tak sudi menatap wajah Zava menantunya, si pembawa sial.
"Biar ku bukakan mah," gadis itu tampak berlarian cepat membuka pintu mobil untuk nyonya Ros. Tapi wanita paruh baya itu tak menganggapnya, ia berlalu dengan cepat, dengan dahi mendongak.
Melemparkan alas kaki kotor miliknya pada hadapan Zava, yah.. baginya Zava hanyalah pelayannya tak lebih dari itu.
Dengan berjongkok Zava tampak rela diperlakukan bagaimanapun oleh nyonya Ros, mungkin itu karena rasa hormat dan balas budinya pada nyonya Ros.
"Mama…. Aku tak ingin jika Zava terus-terusan tinggal di rumah ini," ucap Sunny, adik dari mendiang sang suami Alzafa.
Yah, namanya Sunny, kini usianya genap 26 tahun, ia baru saja menikah 3 bulan belakangan dengan seorang pengusaha berlian.
Suaminya bernama Reino, laki-laki keturunan Korea juga Indonesia, Reino sangat jarang berada di Indonesia, membuat Sunny kesepian jika harus menanti sang suami di rumahnya yang berada di tengah ibukota.
Seminggu ini Sunny memilih tinggal bersama sang ibu, Nyonya Ros. Butuh menempuh perjalanan kurang lebih 4-5 jam untuk bisa tiba dirumah yang letaknya di kaki gunung, dan cukup pelosok.
"Apa yang perlu kau khawatirkan sayang?" tanya Nyonya Ros dengan meneguk segelas teh hangat beraroma melati.
"Mama bagaimana kalau Reino menyusulku kemari?" tanya Sunny dengan wajah manja,
Nyonya Ros tersenyum mendengar pertanyaan putrinya.
"Memangnya kenapa?" Rose mengerutkan dahi.
"Aku takut si genit Zava menggodanya." Prasangka buruk Sunny membuat nyonya Ros tertawa geli.
"Apakah Mama belum tahu?" Pertanyaan dan raut wajah Sunny yang terlihat 'lain' membuat Ros curiga.
ia tampak tak menganggap serius ucapan putrinya, mana mungkin pembantu rendahan seperti Zava mampu menggaet pengusaha sukses, berkelas, berpendidikan dan tampan seperti menantunya Reino.
"Jangan bodoh! Simpan saja, itu hanya kekhawatiran mu yang berlebih." Wajah tua itu tampak mengejek.
"Tapi mah! Bagaimana jika… itu terjadi? kau bisa berbuat apa…"
"Sudahlah,"
_____________
Hari ini Zava terlihat lebih sibuk dari biasanya, gadis itu ditugaskan untuk membantu para asisten rumah tangga memasak berbagai menu special. Sepertinya akan ada acara besar dirumah nyonya Ros.
Aroma masakan tercium sangat wangi, menggugah selera makan. Zava memang dikenal pandai memasak, mungkin itulah salah satu yang menyebabkan mendiang tuan Alzafa jatuh hati padanya.
"Ini terlalu manis, tolong tambahkan sedikit lada dan cabai juga potongan bawang goreng di atasnya!" seru Zava yang tampak mencicipi berbagai masakan di atas meja dapur.
Zara terlihat sangat berbaur kepada para pekerja, ia memiliki jiwa pengasih juga pemurah, membuat pekerja di rumah Nyonya Ros nyaman. Sangat berbeda dengan sifat Sunny yang sombong dan angkuh.
"Dia tiba…! dia tiba!" teriak salah seorang pelayan dengan merapikan hidangan di meja makan besar.
Zava sama sekali tak tahu siapa yang dimaksud, sementara ia masih saja terlihat mengenakan celemek yang penuh dengan noda bumbu masakan, juga dengan penutup kepala bening.
Dari celah jendela kaca tampak jelas, sebuah mobil Ferrari spider berwarna merah terang terparkir. Seorang pria dengan tinggi semampai juga dada bidang turun dengan langkah gagah.
Membuat mata semua melongo, termasuk Zava.