Unduh Aplikasi
23.4% A CEO WIFE NOTE (Bahasa Indonesia) / Chapter 11: Buku Harian Aleysa

Bab 11: Buku Harian Aleysa

"Kamu kenapa lama banget si buka pintunya?" tanya Hans.

"Iya maaf sayang. Soalnya tadi aku masih di kamar mandi. Kamu kenapa wajahnya bete kaya gini? Kamu itu kenapa si sayang?"

"Kamu yang kenapa? Kenapa handphone kamu ga aktif tadi pagi? Aku kan jadi khawatir. Aku takut kamu kenapa-kenapa."

"Ya ampun sayang. Handphone aku lagi di charge tadi. Makanya mati. Sayangnya aku, segitu khawatirnya ya kamu sama aku."

"Ya iya lah sayang. Aku kan sayang dan cinta banget sama kamu."

Hans langsung memeluk Emily dengan sangat erat. Begitupun pelukan Emily kepada Hans. Hans tega bermesraan dengan Emily. Padahal di rumah, istrinya sendiri sedih karena sikapnya tadi pagi.

"Yaudah kalo gitu masuk yuk sayang," ajak Emily sambil menggoda Hans.

"Iya sayang."

Hans pun mau di ajak masuk ke dalam kamar Emily hanya berduaan saja. Padahal mereka bukan lah sepasang suami istri. Lebih parahnya lagi adalah Hans sudah mempunyai istri di rumah tetapi dia abaikan begitu saja.

********

Di rumah Hans.

Didikan Ayahnya Aleysa memang berhasil membuat Aleysa menjadi wanita yang baik. Walaupun dia sudah di perlakukan tidak baik oleh Hans, tetapi malam ini Aleysa tetap menunggu Hans pulang ke rumahnya di ruang tamu.

"Aleysa. Kamu belum tidur?" tanya Neneknya Hans.

"Belum Nek. Aleysa mau nungguin Mas Hans dulu."

"Ya ampun. Jadi dia belum pulang ke rumah juga udah malam seperti ini? Kalo gitu biar Nenek telepon dia aja ya."

"Eh, ga usah Nek. Biar aku aja yang telepon. Nenek istirahat aja di kamar. Udah malam loh Nek."

"Yasudah kalo gitu Nenek masuk ke kamar dulu ya sayang."

"Iya, Nek."

Akhirnya Neneknya Hans masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. Sedangkan Aleysa masih menunggu kepulangan Hans ke rumah.

"Aku telepon ga ya? Tapi kalo Mas Hans marah sama aku karena aku telepon dia gimana ya?" pikir Aleysa di dalam hatinya.

Untuk menelpon suaminya saja Aleysa sangat ragu. Takut jika Hans marah kepadanya. Padahal seharusnya Hans tidak marah jika istrinya sendiri yang meneleponnya. Setelah sekian lama memikirkan hal itu, akhirnya Aleysa memberanikan diri untuk menelpon Hans. Dan tidak di sangka Hans langsung mengangkat telepon darinya.

"Hallo. Kamu kenapa si pakai telepon aku segala?"

"Maaf Mas kalo aku ganggu waktunya. Mas lagi dimana ya? Mas pulang ke rumah ga?"

"Kamu ga usah sok perhatian kata gitu sama aku. Terserah aku dong mau pulang atau engga. Itu bukan urusan kamu."

Sambungan telepon di matikan begitu saja oleh Hans. Aleysa yang mendapati perlakuan Hans kali ini tidak bisa memendam rasa sedihnya. Air matanya pun jatuh di atas kedua pipinya. Kebetulan sekali Catline melihat kejadian itu semua. Catline pun langsung menghampiri kakaknya berusaha untuk menenangkannya.

"Kak Aleysa. Udah lah kak Aleysa ga usah peduli lagi sama kak Hans. Dia itu udah jahat sama kakak. Ngapain si kakak masih baik aja sama dia. Kalo perlu, kakak minta cerai aja sama dia."

"Astaga. Kamu ga boleh bicara seperti itu de. Biar bagaimana pun kak Hans itu adalah suami kakak. Dan kakak ga mau ingkarin janji kakak ke Ayah."

"Terserah kakak deh mau seperti apa. Yang penting aku udah ingatin ke kakak."

Catline langsung meninggalkan Aleysa sendiri di ruang tamu. Karena saran Catline tidak di dengar oleh Aleysa.

"Aku ga mungkin tinggalin Mas Hans gitu aja. Karena pernikahan ini adalah keinginan Ayah yang terakhir," ucap Aleysa di dalam hatinya.

Kemudian setelah itu Aleysa duduk di ruang tamu dan menyenderkan kepalanya di kursi yang sangat lembut itu. Hingga akhirnya Aleysa tertidur di sana karena terlalu lama menunggu Hans pulang ke rumah.

*******

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam. Tetapi Hans baru saja tiba di rumah. Hans baru saja pulang dari Apartemen Emily. Setibanya di rumah, Hans langsung melihat Aleysa yang sedang tertidur di ruang tamu. Bukannya merasa kasihan dengan sang istri, Hans justru malah marah-marah dengannya.

"Aleysa ini apa-apaan si. Kenapa dia tidur di sini? Pasti dia lagi cari muka sama Nenek nih supaya Nenek bisa belain dia terus. Udah lah. Terserah dia. Kalo dia mau tidur di sini yaudah."

Hans langsung melangkahkan kakinya ke kamarnya, tetapi baru beberapa melangkah, Hans memberhentikan langkahnya. Kemudian Hans kembali ke ruang tamu dan menggendong Aleysa. Aleysa yang di gendong oleh Hans terbangun dari tidurnya.

"Mas Hans? Mas Hans gendong aku?"

"Kamu ga usah kesenangan deh. Aku itu gendong kamu karena tadi kamu tidur di ruang tamu. Aku ga mau kalo sampai besok pagi Nenek liat kita ga satu kamar."

Kemudian Hans melanjutkan langkahnya membawa Aleysa ke dalam kamar mereka. Aleysa hanya diam sambil tersenyum tipis.

"Entah kenapa, walaupun kamu bersikap seperti ini ke aku dengan saksama karena Nenek, tapi aku udah senang banget Mas. Semoga aja lama kelamaan kamu bisa bersikap manis ke aku tanpa ada alasan lain," ucap Aleysa di dalam hatinya.

Sesampainya di dalam kamar, Hans langsung menurunkannya di atas kursi yang ada di dalam kamar. Karena Hans tetap masih tidak mau tidur satu kasur dengan Aleysa.

"Kamu kenapa senyum-senyum kaya gitu? Kamu jangan mikir yang enggak-enggak ya. Aku ga akan ngapa-ngapain kamu. Dan kamu malam ini tetap tidur di kursi," ucap Hans memperingati Aleysa.

"Iya, Mas. Mas usaha makan belum? Mau aku ambilkan makanannya?"

"Ga usah. Ga usah sok peduli sama aku. Karena sampai kapan pun aku ga akan pernah bisa cinta sama kamu. Wanita yang aku cintai hanyalah Emily. Paham kamu?"

Lagi-lagi ucapan Hans dapat menggores luka di dalam hati Aleysa. Hans langsung pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sedangkan Aleysa terduduk diam di atas kursi. Air mata Aleysa lagi-lagi jatuh karena Hans. Aleysa langsung menghapus air matanya dan berusaha untuk tetap bersikap tegar menghadapi suaminya yang belum mencintainya sampai saat ini.

Akhirnya Aleysa berpindah tempat ke meja yang berada di samping tempat tidur. Aleysa duduk di sana dan mengambil buku harian dia. Aleysa menuliskan tentang perasaan sedihnya dengan sikap suaminya sendiri kepada dirinya.

"Langit ku. Dia itu bagaikan langit ku. Tetapi sayangnya langit ku selalu mendung. Bahkan tidak jarang hingga akhirnya dia turun hujan. Jarang sekali dia cerah seperti langit yang lainnya. Walaupun demikian, tetapi aku tetaplah berada di bawah naungannya. Karena dia adalah suami ku. Dan ku yakin, walau begitu, suatu saat nanti langit ku akan berubah menjadi cerah dan menghasilkan pelangi yang indah."

-TBC-


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C11
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk