Jam delapan pagi. Aku sudah bangun, duduk diam di ranjang. Membayangkan, kejadian semalam, perjumpaan ku dengan Tante Rima. Terasa begitu cepat kita bisa akrab. Tentang motor classic 250cc yang bisa ku miliki, BMW type R27 di produksi tahun 1961. Motor impian ku.
Aku langsung meluncur ke rumah Tante Rima. Menggunakan motor trail Kawasaki. Di jalan masih lenggang, ternyata tidak sampi 30 menit waktu yang kebutuhan untuk perjalanan ini. Rumah itu terasa asri dan segar. Semua daun tampak basah sepertinya habis di siram. Aku berjalan menghampiri pintu kayu bermodel klasik dari kayu jati yang kokoh. Ada semacam ketukan pintu dari Kuningan di tengah pintu, aku mengetuknya tiga kali. Tidak ada suara dari dalam rumah. Ada keraguan yg timbul, Apa aku terlalu pagi, bertamu di weekand? Kata batin ku. Aku mencoba sekali lagi. Ada suara orang berjalan menggunakan sandal dari dalam rumah. Tak lama berselang, suara kunci pintu di buka. Pintu terbuka sedikit, ada rantai kecil masih menyantel. Tampak wajah Tante Rima mengintip. Aku tersenyum,
"Assalamualaikum, Maaf Tante, aku kepagian ya datang nya" aku merasa telah mengganggu jam istirahatnya.
"Wa'alaikum salam" Tante melepaskan kaitan pintu, dan membuka pintu lebar.
"Engga sayang, aku pagi udah bangun. Ibu Tami ijin mau pulang dulu tadi jam 7an. Terus aku nonton TV. Eh,ketiduran di sofa," jelas Tante Rima dengan senyum manisnya. Sambil mempersilhkan aku masuk.
"Tapi aku belum mandi, maaf ya" lanjut Tante Rima, dia menunggu ku masuk lalu kembali menutup dan mengunci pintunya. Sambil tangannya mengisyaratkan untuk mengikutinya. Tante Rima masih mengenakan pakaian tidur. Walau telah di lapisi jaket kamar berenda di bagian lengan dan kerahnya, berbahan sutra lembut senada dengan baju tidur ber tali tipis di kedua pundaknya badian dada berpotongan rendah berwarna peach. Saat berjalan, tampak jelas terlihat lekukan tubuh Tante Rima. Aku mengamati semua bentuknya dengan seksama. Cara berjalan santai yang mengakibatkan pinggul juga bentuk indah bokongnya yg padat dan kencang, bergoyang seirama dengan langkahnya. Ini contoh perempuan produksi tahun lama, tapi terawat sempurna. Tante Rima memang cantik dan sexy.
"Temenin aku ngopi dulu ya" pinta Tante dengan tatapan mesra. Tante Rima tampak menjadi sosok yg berbeda saat sendiri begini. Dia mengajak aku ke meja panjang kecil dengan kursi tinggi di Pantry nya. Sambil menarik salah satu kursi di sana, aku di persilahkan duduk. Tante Rima berdiri di sebrang meja berhadapan dengan aku. Sambil dia mempersiapkan dua cangkir kopi dan sandwich. Aku bisa menyaksikan dia menyiapkan itu semua. Saat tubuhnya bekerja, payudara besarnya bergerak dan berayun bebas tanpa di sanggah oleh bra. Otak ku sudah liar kemana-mana berkhayal. Dia menghampiri ku. Aku tak berani melihat ke arah tubuh Tante Rima. Ku coba fokus memperhatikan secangkir kopi di hadapan ku, ada 3 tumpuk roti sandwich bikinannya dan secangkir kopi lagi buat nya.Saat aku hendak menyeruput kopi. Tiba-tiba tangan mencengkram erat tangan ku.
Hingga cangkir kopi jatuh dan tumpah di atas meja pantry. Aku langsung menoleh ke arah wajah Tante Rima.
"Tante, kenapa?!" Wajah itu pucat tak berekspresi, matanya hanya warna putih yg terlihat. Aku langsung menangkap tubuhnya, ketika ku melihat mulai gontai berdiri. Aku panik segera ku gendong tubuhnya. Sambal mencari tempat untuk meletakan tubuh. Ada sofa tak jauh dari sini. Segera aku tidurkan tubuh lemasnya. Tangan ku otomatis mengecek nadinya di pergelangan tanganya. Masih berdenyut, ku cek pernafasannya masih hangat. Ku buka kelopak matanya mulai terlihat bola hitam matanya. Aku mencari bantal untuk sandaran kepalnya.
"Tante.Tante!" Aku bingung harus berbuat apa, di rumah hanya kita berdua. Tubuhnya lemas. Saat aku putuskan untuk telpon mama.
"Riooo" Tante memanggil ku
"Iya, apa Tante" jawab ku panik.
"Di kamar ku ada kotak obat, di atas meja kecil sebelah kanan ranjang, tolong bawa ke sini, sayang." Dia menunjuk pintu kamar yg tak jauh dari pantry. Aku segera berlari sambil mengingat klu yg dia berikan. Ku buka pintu kamar, lampu langsung aku nyalahkan. Mata ku mencari meja kecil sebelah kiri ranjang, dan aku melihat kotak itu. Segera aku kembali menghampiri Tante Rima yg mulai kembali sadar. Ku serahkan kota obat itu. Aku mencari gelas di Pantry dan menuangkan air mineral kedalam gelas itu. Ku berikan tepat saat dia bangkit duduk ingin meminum obat itu. Aku duduk tersungkur di hadapannya.
"Terimakasih ya sayang " dia tersenyum menatap ku. Aku lemas, nafas ku belum stabil karena lari kesana kemari, jantung ku berdebar karena panik luar biasa. Aku memeluk tubuhnya. Dan entah alasan apa aku menangis di pelukannya. Dia merangkul aku, mengelus kepalaku.
"Udah, aku engga apa-apa sayang" Tante coba menenangkan aku. Aku masih memeluk tubuhnya sambil coba menghentikan tangisan ku. Ternyata perjumpaan kita yang singkat mampu menumbuhkan rasa sayang aku pada nya.
Dia mengangkat wajah aku, dengan kedua tanganya di pipi ku. Memperhatikan semua dengan pandangan lembut, wajahnya menunduk ke arah ku. Mencium kening ku. Menarik tubuh ku untuk dia peluk. Aku berdiri dengan tumitku agar sejajar dengannya. Kembali aku memeluk tubuhnya erat, rasa damai dan nyaman mengaliri darah ku, semakin erat ku peluk dia, sambil bergumam.
"Aku sayang kamu" lirih aku ucapkan.
Dia melepaskan pelukannya, kembali memegang pipiku dengan kedua tangannya. Kepalanya di tempelkan di kening ku
"Bilang apa tadi??" Matanya berbinar. Wajahnya tersenyum di tahan. Aku ragu untuk mengulangi ucapan yg keluar begitu saja tanpa di rencana.
"Beraninya cuma ngomong di belakang" Tante coba menggoda aku. Wajahnya tetap dekat dengan aku.
"Aku sayang kamu," dan aku beranikan mencium bibir nya yg lembut, kini Tante Rima yg memejamkan mata. Aku makin bergairah melumat bibirnya. Terdengar desahan dari mulutnya.
"Eeemmmgggghhh" aku melepaskan ciuman itu. Tersadar bukan saatnya untuk itu, baru saja dia pingsan tak sadarkan diri.
"Nakal, Rio." Wajah Tante tersenyum manis ke arah ku. Aku segera mengganti topik tak mau terbawa suasana.
"Jadi tadi itu kenapa? Tanya aku bagai dokter" dengan wajah serius.
"Udah engga apa-apa Rio beneran" dia merangkulkan tanganya di leher ku.
"Aku harus tau penyebabnya dan mengatasinya" aku tetap penasaran.
"Panjang ceritanya, sayang" Tante Rima mendekatkan lagi wajahnya ke wajah ku. Aku tetap menatap matanya serius. Sebab tadi aku begitu panik, takut dan sangat khawatir. Aku harus mengetahui semuanya bila memang harus selalu dekat dengan Dia.
"Iya,iya iya, aku cerita, kamu duduk di sini" Tante Rima menepuk sisi sofa, agar aku duduk di sebelahnya. Aku pindah duduk di sebelahnya, dia berputar dan bersandar ke bahu ku, tanganku di lingkarkan ke tubuhnya.
"Kenapa aku ga bisa liat muka kamu." Aku protes.
"Mau denger ceritanya atau mau liat aku, pilih salah satu," dia tetep tak mau menatap wajah aku. Terserah deh, yang penting aku tau kenapa, batin ku pasrah.
"Ya udah, aku mau dengar ceritanya" aku rapatkan pelukan ku ke pinggangnya di bersandar ke dada ku.
"Semalam aku terlalu banyak makan kambing, sate, nasi goreng dan soup. Semua pake kambing. Karena rame-rame jadi aku enjoy aja. Pagi tadi sudah mulai pusing, tapi aku harus bangun karena ibu Tami mau ijin pulang. Sudah seminggu lalu dia minta ijin. Aku harus minum obat penurun kolesterol. Tapi aku tunda, malah ke tiduran lagi. Kamu Dateng, harusnya aku minum obat dulu, tapi aku tunda lagi. Aku engga mau kamu berpikir aku lagi sakit." Dia diam menatap meja Pantry.
"Terus malah mau minum kopi," aku melanjutkan ceritanya. Dia menutup wajahnya.
"Aku engga perhatiin wajah kamu, baru ketika tangan kamu, mencengkram tangan ku. Aku lihat kamu pucat, mata kamu cuma ada yg putinya aja. Tubuh kamu goyah pingsan. aku gendong kamu ke sofa, aku panik. Kamu tak sadarkan diri, cuma ada aku di sini sendiri. Aku cek nadi kamu, aku cek nafas kamu semua normal. Apa yg harus aku lakukan. Aku berusaha bikin kamu sadar. Tapi tak ada perubahan. Aku takut, aku takut, orang yg baru aku kenal semalam udah bisa bikin aku merasa dekat, aku.." aku diam sebentar menahan gejolak yg ingin keluar. Aku liat dia tetap diam menutup wajahnya.
"Aku takut kehilangan kamu" aku terdiam emosi ku tumpah melalui air mata yg menetes. Dia segera menatap ku sekilas, ternyata dia juga menangis dan segera memeluk ku. Dia menyembunyikan tangisnya di pundak aku. Sambil memeluknya aku tak mengerti mengapa aku begitu takut kehilangannya. Mengapa ada perasaan nyaman ada di dekatnya. Baru semalam kita ketemu dan ngobrol. Secepat itukah cinta itu tumbuh. Aku mengelus pundaknya kepalanya. Nafasnya makin tersengal-sengal, semakin erat dia memeluk ku.
"Lain kali, jangan begitu lagi ya, kalo memang sakit bilang sama aku, aku lakukan apa yang bisa aku lakukan." Dia mengangguk tanpa berkata apa-apa. Lama kita dalam posisi begini. Aku bersandar di sofa dengan kaki lurus. Rima menindih tubuhku, kakinya berada di antara kakiku. Setelah tenang. aliran darah lain menjalar di tubuhku. Berawal dari daerah sensitif ku, tubuhnya melekat sempurna di tubuhku. Aduh kacau ini, pikiran ku sudah mulai error'. Aku menikmati pelukan ini. Tengsin nih aku, ketauan kalo ada gairah yg mulai timbul. Batin ku terus berceloteh. Aku yakin dia mulai merasakan bagian tubuhku yang mulai bergerak menjadi keras. Dia bangkit, aku tersipu.
"Maafin aku ya, bikin kamu panik dan takut" Rima menatap kemata ku. Dan mencium bibir ku. Aaahhhh gairah aku akan makin meningkat kalo begini. Susah aku menahannya. Aku sambut ciumannya yg mulai penuh gairah. Tangan ku turun ke bokongnya yg besar dan kenyal, aku meremasnya, menariknya ke atas agar tepat berada di penis ku yg mulai makin mengeras Rima tak juga mau menghentikan ciumannya. Aku bisa makin parah kalo di biarkan begini. Apalagi di sambut tarian lidahnya yg ternyata ahli dalam merangsang
"Rima.." aku memaksa melepas kan ciuman
" Kenapa?" Tanyanya menatap ku dengan sorot mata sayu.
"Kalo di biarkan, aku akan meminta bercinta sama kamu" jawab aku ragu
"Kamu mau? Sama aku?" Tanya Rima tak percaya atau ingin memastikan.
"Iya, maafin aku ya" wajah ku tak berani menatap matanya.
" Aku udah engga muda lagi, sayang. Udah nenek-nenek, udah engga sexy lagi" sambil Rima menghampiri wajah ku.
"Kamu masih cantik dan sexy, aku engga bisa nahan kalo udah begini" aku coba jujur dengannya.
"Beneran?" Tanya Rima di depan wajah aku
"Iiih..kamu pegang aja punya aku" tantang aku
"Hmmmmm" dia mulai meraba bagian penis ku dan dia sentuh, tanganya malah masuk ke dalam boxer ku
"Wooow..Rio, besar banget " mata Tante Rima melotot ke arah aku. Aku menarik tangan Tante ke luar.
"Engga boleh pegang kalo, engga di kasih ML" aku mending di berhenti. Sekarang dari pada udah full wakeup engga bisa keluar sperma bisa sakit dan pegel penis ku.
"Hehehehe, iya nanti aku kasih, aku mau mandi dulu ya" Rima memeluk aku erat.
"Udah lama banget, engga ada yang minta jatah kaya kamu" Rima mengelus rambut ku muka ku dan mencium bibir ku.
" Seneng deh ada cowo ganteng yang sayang sama aku, sampe nangis" sambil Rima meledek ku tapi tetap berada di atas tubuh ku.
"Iiiih.. bukan nangis, mata aku kecolok" aku coba memasang muka dingin.
"Udah yuk..meja pantry berantakan tuh, cangkir mungkin pecah aku engga tau" aku coba membalikan badannya. Sekarang Rima ada di bawah ku, tanganya tetap menahan pinggul ku untuk tetap menempel di bawah perutnya.
"Mau cium dulu" pintanya manja. Aku mencium bibirnya,
"Udah Aah..aku maunya ML" pinta ku mendesak Rima.
"Iya iya, aku mandi dulu sebentar, to the point' banget sih, cowo ini" dia mencibir ku dengan muka melotot. Aku mencium bibirnya dan mencubit puting Rima. Sambil bangkit berdiri.
"Auuuwww,iiiihhh, Rio nakal, aku bilangin mama Suci loh" tanganya menutup dadanya dan melotot ke arah aku.
"Biarin aku bilangin aja, mama Rima nya yg pake baju sexy, jadi aku cubit" sambil menghindar.
"Iiiihhh Riioooooo" dia melempar bantal ke arah aku.
Aku merapihkan berantakan yg kita buat, dia masuk kamar dan mandi, tadinya mau bantuin aku beresin semua, tapi aku larang karena semakin cepat dia mandi semakin cepat aku...terpuaskan. selesai aku membereskan, tadi Rima bilang motorku di masukan ke garasi, satpam suka ngecek kalo ada tamu yg datang agak lama dan jadi banyak tanya, aku memasukan ke dalam garasi tertutup dan menatap motor klasik itu. Body nya mulus terawat hanya berdebu. Semua lengkap barang tua, tapi engga memalukan kalo di tunggangi. Tunggangan tua tapi bergengsi. Aku membayangkan menaiki motor ini.
"Sebenernya mau ngoprek motor tua, atau mau ngoprek janda tua" suara Rima membuyarkan lamunanku, dia memakai babydoll pendek berbahan batik tipis, yg hanya di sangga tali kecil, panjangnya hanya sebatas pahanya, no bra. Tetap dia paling sexy.
"Dua-duanya boleh engga" sambil aku menghampiri dia dan memeluk dia.
"Kamu sehat?" Tanya ku serius.
"Aku udah sehat, makasih ya sayang" jawabnya sambil mencium pipi ku. Kalo dari postur tubuh, aku lebih tinggi dari Tante Rima.
Aku peluk Rima dan menciumnya, Rima membalas ciuman ku, lidahnya mulai menari di mulut ku, aku terangsang ku angkat tubuhnya, bokongnya ku remas ku gendong dia ke kamarnya, dia merangkul di leherku. Tak henti di terus menciumi ku hasratnya telah menggebu, ku letakan dia di tengah ranjang lebarnya. Aku menindih tubuhnya pahanya terbuka lebar dan menjepit tubuh ku. Aku mulai melepaskan ciumannya, matanya menatap ku,ku buka bajunya dengan mudah. Ternyata Tante Rima tak mengenakan bra. Hanya CD hitam transparan dan pita di tengahnya, incaranku payudara Tante yg cukup menggiurkan sedari kemarin, kulitnya putih bersih dadanya indah besar, putingnya masih kecil dan berwarna terang, aku jadi teringat, kalo Tante Rima tak pernah menyusui hanya bayi dewasa yg menikmati ini, aku tak mau kalah dengan yg lain, aku jilatin dan ku hisap, ku remas dadanya, tangan ku tak cukup untuk meremas semua payudaranya, berbeda dengan payudara jenny. Aku menikmati ini semua.
"Uuuhhh .sayang, pelan-pelan aja, waktu kita banyak" Rima mengelus kepala ku
"Aku suka banget sama ini" sambil lidah ku menari di putingnya dan menghisap..
"Uuuhhh enak banget, sekarang payudara ini milik kamu... Aaaahhh sayang" Rima terus merintih. Kiri dan kanan putingnya aku hisap dan terus aku remas-remas, puas rasanya meremas payudara sebesar ini. Karena gemesnya aku menggigit puting Rima
"Aauuuuwwwwhhhh..lagi sayang" ternyata dia suka kini yg kiri aku gigit dengan bibir ku
Agar tak lecet puting itu.
"Aaaahhh.. sayaaaang" desahan Rima membuat birahiku memuncak, puas dengan buah dadanya aku turun ke perutnya, ke pusernya. Saat CD nya aku lepas. Dia coba menahan kepala ku.
"Sayang..jangan" dia mencegah aku
"Kenapa?" Tanya ku di depan vaginanya yg mulai basah.
"Aku engga pernah" wajahnya memohon. Akuvtak peduli, tinggal sedikit lagi. Aku angkat pahanya dia coba menahan.aku langsung menjilati dan menghisap klitorisnya.
"Aaauuuuwwwww..iiiiihhhhh, uuudaaaaah" Tante Rima bergelinjang sambil bangkit dari tidurnya menahan kepala ku, wajahnya merintih tertahan, aku makin bersemangat. Ku masukan lidah ku kelubang yg mulai basah mengeluarkan masukannya, aku menatap wajahnya, dia memohon
"Udahhh iiih Rio...geliiii" wajahnya membuat aku ingin terus ada di situ. Saat aku menghisap dan menjilati klitorisnya nya kembali dia gelisah, matanya terpejam mulutnya terbuka tapi tak bersuara, desah nafas terputus-putus saat dia membuka mata tampak hitamnya hanya sedikit. Aku jadi takut. Segera aku hentikan.
"Uuuuhhh sayang...makasih ya" entah terimakasih itu untuk stop menjilati atau untuk nikmatnya jilatan aku si vaginanya.
Aku bangkit melepas baju dan jeans ku, mata ku selalu menatapnya, saat aku hampiri, dia mencubit pipi ku
"Nakal banget siiih kamu" wajahnya cemberut manja, aku hanya tersenyum. Ini puncaknya, saat aku mulai menggesek-gesekkan kepala penis ku di lubangnya dia merintih.
"Iiihhhh..sayang, pelan-pelan aja ya" pintanya.
"Kenapa?" Tanya ku
" Punya kamu ke gedeaan, tauuu" protesnya
" Aku masukin ya," aku mengamati wajahnya, saat perlahan aku masukan kepala penis ku.
"Aaaahhhhh uuuhh, tahan dulu" pinta Rima
"Sakit ga?" Tanya ku
"Engga, cuma rasa punuh aja" saat perlahan aku masukan lagi.
"Uuuuhh kok makin ke dalam sihhh"
"Iiiihhh panjang banget sihhh," dan full aku dorong hingga mentok.
"Aaaauuuwwwww sayyaaaang" Rima meringis. Aku makin bersemangat ku pompa perlahan hanya setengah yg keluar
"Ssshhh sayang, enak bangettt" Rima menikmati ini dengan seksama. Semakin ku tarik keluar hingga hanya kepala yg di dalam, dan kudirong perlahan sampai masuk semua batangku,
"Aaahhhh..ini buat aku aja yaaa" pinta Rima, aku menganggukkan kepala. Semakin lama semakin cepat aku menggenjotnya,
"Mmmmeeemmmhh" dia menutup mulutnya, desahnya tertahan. Aku lebih suka dia bersuara. Semakin cepat lagi, aku mencengkram ke dua tanganya dengan tangan ku, kepalanya bergoyang ke kiri dan kekanan menahan desahnya.
"Aaaagggrrrhhh Riioooooo iiiihhh" Rima merintih. Semakin ku percepat.
"Aaaahhh sayaaaang aku mau keluar" rintih Rima, aku makin percepat dan aku merasakan mulai berdenyut nikmat sempitnya lubang vagina Rima bagi lubang perawan.
"Iiih iiih iiihh..aaaaahhhhhh" desahnya mewakili gerakan ku, karena makin ku percepat, ada semburan hangat, tapi aku tak mau menghentikan terus ku genjot, keringat ku bercucuran sedari tadi, wajahnya menatapku kosong masih menahan ngilu dari hentakan penis ku. Aku hentakan ke dalam
"Seeerrrr," dan ku hentan lagi" Seeerrrr tiga kali aku lakukan itu sambil aku menyemprot sperma ke dalam vaginanya.
Dia hanya tersenyum, menarik tubuhku untuk rebah di atas tubuhnya, aku tak langsung mencabutnya.
"Rio makasih ya sayang, kamu udah kasih semua yang aku butuhkan" dia memeluk ku erat. Aku mencium keningnya.
"Aku sayang kamu" hanya itu yg bisa ku ucapkan. Dia menatap aku, sambil tersenyum.
"Ini engga akan di cabut?" Dia menatap ku
"Aku males nyabutnya" aku menatapnya
"Riiioooo iiihhh, Masa gini terus"
"Engga apa-apa kan"
"Sayaaang iiih"
" Kalo aku mau lagi, tinggal gini" aku goyang pelan-pelan
"Sayang iiih geli tauuu"
"Riooo ayoo, kita mau makan siang"
" Aku masih mau di dalam"
" Kamu beneran iiih nakal banget"
"Abis makan siang aku mau lagi ya" pinta aku pada Rima
"Iya, iya iya Rio, kapan aja kamu mau" jawab Rima santai.