***
"Ah..." Dia menghentikan langkah saat tiba di depan pintu kantin, kemudian berdecak kecil dan aku menoleh padanya.
"Kalau kamu tak mau antre, biar aku saja yang antre," ujarku berusaha menjilatnya agar dia benar-benar mau bicara denganku, setidaknya bukan karena terpaksa.
"Tidak. Aku ikut mengantre saja denganmu," ujarnya yang selalu di luar dugaan. Ya, seperti itulah dia. Dan dia melepas genggaman tangan kami. Membuatku merasa hampa dengan kekosongan tangan itu. "Apa menu hari ini?" tanyanya berusaha untuk melihat ke papan besar digital yang terpajang di atas dinding kios ibu kantin. Dan ku tebak dia tak melihatnya karena jaraknya cukup jauh. Aku tahu dia memiliki minus, setidaknya dua sampai tiga, tetapi memilih untuk tak pakai kacamata.