"Indonesia? Dimana letak negara itu? Baru kali ini aku mendengarnya."
Roman West tersenyum. "Kalau Bali kau pasti tahu, bukan?"
Ariel mengangguk pelan. "Yes I know, aku pernah hampir mengunjungi Bali tiga tahun yang lalu."
"Bali adalah bagian dari negara Indonesia," ucap Roman West pelan.
"What?"
"Iya, Bali adalah sebuah pulau yang begitu indah di sebelah pulau Jawa. Semua orang pasti lebih mengenal Bali daripada Indonesia sendiri, karena itulah kakek tidak menyalahkanmu. Karena banyak orang yang sama sepertimu," jawab Roman West pelan, meskipun rasa sayangnya pada Ariel tidak sebesar rasa sayangnya pada Reagan namun Roman West berusaha untuk bersikap baik pada Ariel.
"Jadi Reagan dan Crystal akan berbulan madu di Bali, Dad?" tanya Austin penasaran.
"Reagan belum menentukan pilihan, banyaknya tempat luar biasa di Indonesia membuat Reagan bingung untuk memilih dan Daddy tidak menyalahkan hal itu padanya karena jujur Daddy pun juga tidak bisa memilih," jawab Roman West sedikit berbohong, mengetahui sifat putra angkatnya seperti apa membuat Roman bersikap sangat hati-hati padanya. Dia tidak mengambil resiko sekecil apapun.
Austin mengangguk-anggukkan kepalanya, rencana jahatnya pun langsung bermunculan di kepala botaknya. Rasa dengki dan iri yang sudah mendarah daging di dalam tubuhnya membuat Austin lupa jika orang yang dia celakai adalah cucu dari orang yang sudah memberikannya hidup enak selama bertahun-tahun, nafsunya untuk menguasai kekayaan keluarga West menutup hati nurani terdalamnya sebagai manusia yang seharusnya tahu balas budi.
Perubahan ekspresi Austin terbaca dengan mudah oleh Roman, lelaki tua yang sudah menghabiskan hidupnya diatas kursi roda lebih dari lima tahun itu terlalu pintar untuk Austin bodohi. Jika bukan karena ingin mengungkap rasa penasaran yang terus menyiksanya hampir setiap malam, sudah sejak dulu Roman West menendang Austin beserta anak dan istrinya keluar dari rumahnya.
"Apakah aku boleh ikut Reagan dan Crystal, kek? Aku benar-benar sangat penasaran dengan Bali, kakek tenang saja setelah tiba di Bali aku akan mencari penginapan sendiri dan tidak akan mengganggu mereka berdua. Aku juga akan mencari…"
"Tidak." Roman West menolak dengan tegas keinginan Ariel untuk ikut Reagan dan Crystal pergi ke Indonesia. "Reagan dan Crystal ingin berbulan madu, satu hal paling penting yang hanya akan terjadi sekali seumur hidup mereka dan kau ingin merusaknya dengan kehadiranmu?"
Wajah Ariel langsung berubah pucat.
"Apakah kau mau jika hal ini terjadi padamu di masa depan? Apa kau mau jika privasimu diusik oleh orang lain?" lanjut Roman West kembali.
"Maafkan aku, aku benar-benar menyesal."
"Kau sudah dewasa Ariel, saat ini kau bahkan sudah mulai mengurus perusahaan. Jadi jaga sikapmu dengan baik, hargai privasi orang sama seperti dirimu yang ingin dihargai privasinya. Kakek harap kejadian ini tidak terulang lagi dan untuk kalian berdua." Roman West mengalihkan tatapannya pada Austin dan Laura. "Meskipun Crystal adalah istri Reagan namun kedudukannya jauh lebih tinggi dari kalian berdua, jadi jaga sikap kalian. Jangan sampai aku mendapatkan laporan tentang bagaimana sikap kalian pada Crystal."
Air muka Austin dan Luara langsung berubah, keduanya benar-benar terlihat sangat begitu shock mendengar perkataan tidak terduga seperti itu dari sang ayah.
"Crystal adalah kesayanganku, jadi siapapun yang mengusiknya akan langsung berhadapan denganku. Kalian berdua mengerti dengan perkataanku, bukan?"
Austin tertawa. "Kami juga tidak akan mungkin berbuat macam-macam pada Crystal, Dad. Lagipula kita adalah keluarga yang sudah seharusnya saling menjaga satu sama lain, jadi…
"Baguslah jika kau punya pikiran semacam itu, sepertinya kecelakaan yang menimpa Reagan empat tahun yang lalu membuatmu jauh lebih bijak sekarang," ucap Roman West sarkas.
Senyum di wajah Austin langsung lenyap seketika, diingatkan soal rencana pembunuhan yang gagal pada Reagan empat tahun yang lalu membuat Austin tidak bisa bicara. Meski sampai saat ini Roman West tidak menuduhnya ikut terlibat dalam kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa Reagan namun sindiran demi sindiran yang dilakukan Roman West membuat Austin menduga-duga jika ayah angkatnya itu sebenarnya sudah tahu jika dirinya adalah otak dibalik kejadian mengenaskan itu.
"Daddy tidak sedang menuduh Austin terlibat dalam kecelakaan itu, bukan?" tanya Laura tergagap. "Austin tidak mungkin melakukan hal serendah itu Dad, dia tidak mungkin tega menyakiti Reagan. Reagan sudah seperti anak sendiri untuk kami berdua."
"Aku tidak menuduh Austin, aku hanya sedang bernostalgia saja. Bukan begitu Austin."
Austin tersentak. "I-iya dad…aku mengerti."
Roman West tersenyum tipis, Roman West begitu menikmati keterkejutan Austin saat ini. ketegangan di ruang makan itu berakhir saat Reagan dan Crystal muncul dengan membawa koper mereka masing-masing. Karena pakaian milik Cyrstal masih banyak yang belum terpakai alhasil dia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memindahkannya ke dalam koper sehingga dalam waktu singkat dirinya sudah selesai berkemas. Begitu pula dengan Reagan, Reagan yang memilih untuk tidak membawa pakaian dalam jumlah yang banyak juga berkemas dengan cepat. Satu-satunya barang penting yang Reagan bawa hanyalah laptop, selebihnya hanyalah pakaian santai biasa saja. Tidak ada yang spesial sama sekali, jika bukan karena kakeknya berbicara soal kematian sudah pasti Reagan akan langsung menolak rencana bulan madu ini mentah-mentah.
"Cepat sekali, tidak ada barang yang tertinggal, kan?" nada bicara Roman West seketika berubah seratus delapan puluh derajat ketika bicara dengan Crystal yang saat ini berdiri disamping kopernya.
Crystal tersenyum. "Semuanya sudah aku periksa ulang dan tidak ada yang tertinggal, kek."
"Good job, lantas bagaimana denganmu Reagan?"
"Aku juga sudah memeriksa dua kali, semua keperluanku sudah masuk kedalam koper ini," jawab Reagan dengan malas. "Dan aku akan menjelaskan semuanya padamu sesampainya aku di Indonesia nanti, Ariel."
Bukan hanya Roman West yang kaget, Crystal yang sejak tadi berdiri dengan gugup juga begitu terkejut mendengar perkataan Reagan.
"Ariel menangis kek, lihatlah dia." Reagan langsung menjelaskan maksud dari ucapannya. "Lihat dia, dia seperti anak kecil yang tidak diajak pergi tamasya. Karena itulah aku berkata seperti tadi, aku ingin memamerkan betapa indah tempat yang akan kami kunjungi nanti kepadanya."
"Jahat!" Ariel memekik keras.
"Yes I'am," jawab Reagan tergelak.
Ariel yang kesal langsung bangun dari kursinya dan bergegas pergi menuju kamarnya, meninggalkan semua orang yang sedang fokus padanya.
"Jangan terus menggoda adikmu, Reagan. Ariel bukan anak kecil yang bisa kau ajak kemanapun kau pergi, apalagi disaat kau dan Crystal akan berbulan madu seperti ini," ucap Roman West ketus.
"Aku tahu kek, aku hanya sedang menggodanya saja. Melihatnya menangis seperti itu membuatku senang," jawab Reagan membela diri.
"Sudah..sudah…segeralah pergi, kalian akan tertinggal pesawat jika banyak bicara."
Reagan mengangguk pelan dan setelahnya dengan malas menyeret kopernya menuju pintu, sementara Crystal memilih untuk berpamitan dengan sopan pada Roman West.
"Nikmatilah waktumu dan kembalilah dengan kabar baik yang sangat ingin kakek dengar," ucap Roman West pelan setengah berbisik pada Crystal yang sedang memeluknya.
"Kakek…"
"Dua atau tiga kakek akan menerimanya dengan tangan terbuka dan penuh suka cita," imbuh Roman West kembali sambil tertawa.
Bersambung