Ketika teringat, Guru Rixa menuturkan terima kasih atas kebaikan ibu Ard karena sudah memperbolehkannya menginap. Seketika, sang ibu tertawa kecil dan meminta Guru Rixa untuk tidak terlalu formal.
"Nona Rixa. Jika anda sudah lelah, segeralah istirahat. Esok hari pasti akan sibuk kembali, bukan?" tegur ibu Ard sembari tersenyum tipis.
"Ah, ya. Ahahaha. Tapi tak perlu khawatir. Soalnya, aku ini maniak kerja," balas Guru Rixa sembari menggaruk kecil belakang kepala.
"Duh. Nona Rixa. Sebagai wanita, menjadi maniak kerja itu tak boleh, lho. Anda harus memperhatikan tubuh dan jiwamu sebagai wanita. Anda tak ingin kulit yang kencang itu disedot hingga kering karena umur, bukan?" tegur ibu Ard sembari bertolak pinggang.
Seketika, Guru Rixa terdiam kaku dan diminta oleh ibu Ard untuk segera istirahat. Dengan ekspresi canggung, Guru Rixa meminta maaf dan memilih menuruti teguran ibu Ard. Kala itu, Guru Rixa dipinjamkan kamar milik Amy. Ketika masuk, Guru Rixa terkejut karena suasana di kamar Amy sangat menonjolkan sisi gadis. Mulai dari warna merah muda dan putih pada tembok, berbagai boneka dan kosmetik.
"E-Eh? Nyonya! Anda yakin tak apa jika aku menempati ini?!" tanya Guru Rixa dengan rasa tak percaya diri.
"Tentu saja. Amy justru akan sangat senang jika ada yang menempati kamarnya dikala tak dihuni. Terlebih jika orang itu adalah wanita. Nah, nikmati waktumu dan selamat beristirahat," ujar ibu Ard sembari keluar dan menutup pintu.
Kala itu, perasaan Guru Rixa menjadi tak karuan. Tanpa pikir panjang, Guru Rixa melompat ke atas kasur dan memeluk berbagai boneka, sembari kegirangan.
"Oh, tuhan! Aku ingin kembali 10 tahun lebih muda! 20 tahun jika bisa! Ah, aku ingin abadi di usia 17 tahun. Menjadi dewasa itu mengerikan!" seru Guru Rixa dalam hati sembari berguling ke kanan dan kiri.
"He~ begitu?" tanya Ard sembari berdiri di antara pintu dan tersenyum tipis.
Ketika tersadar dengan suara Ard, Guru Rixa terkejut dan melihat ke arah pintu. Seketika, batin Guru Rixa berteriak karena tak menyangka akan kehadiran Ard. Dengan kalimat terbata-bata, Guru Rixa menanyakan perihal lamanya ia ada di pintu. Sembari menutup wajah dengan boneka, Guru Rixa pun menegur Ard untuk mengenakan pakaian terlebih dulu. Dikarenakan, Ard hanya mengenakan handuk yang menutupi pusaka dan pahanya.
Di saat bersamaan, sang ibu mencengkeram kepala Ard dari belakang dan meminta maaf atas perilaku Ard. Kemudian, sang ibu menutup pintu dan menyeret Ard ke kamar, serta mencambuknya beberapa kali. Ketika mendengar suara cambuk, Guru Rixa semakin terkejut dan penasaran dengan konsep keluarga Ard. Seusai momen tersebut, Guru Rixa memilih untuk segera tidur sembari memeluk boneka.
Malam panjang, berganti menjadi fajar yang hangat. Pagi itu, waktu menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit. Sembari melawan rasa kantuk, Guru Rixa terbangun dan melakukan peregangan. Kemudian, ia membuka jendela untuk menghirup udara segar. Pagi itu, Guru Rixa bersyukur karena pola bangun awal paginya masih terjaga.
Di saat bersamaan, ibu Ard membuka pintu kamar dan melihat Guru Rixa sudah bangun. Sembari tersenyum tipis, ibu Ard menanyakan kenyamanannya selama tidur di kamar Amy. Guru Rixa pun mengungkapkan, bahwa ia merasa sangat puas dan menuturkan terima kasih, karena sudah mengizinkannya untuk menginap.
Seketika, ibu Ard tertawa kecil karena Guru Rixa masih berperilaku formal. Kemudian, ibu Ard mengajak Guru Rixa untuk segera sarapan. Ketika akan melangkah keluar, Guru Rixa dikejutkan oleh suara ledakan di lantai dua. Dengan perasaan panik, Guru Rixa menanyakan perihal yang terjadi. Sembari tersenyum tipis, ibu Ard meminta Guru Rixa untuk mengabaikan ledakan tersebut karena sudah menjadi hal biasa.
"H-Hal biasa?! Tapi tetap saja aku cemas jika terjadi sesuatu pada Ard! Aku akan memeriksanya!" ujar Guru Rixa sembari bergegas.
"Eh? Itu hal biasa, lho. Untuk pemalas seperti Ard," gumam sang ibu.
Ketika sampai di depan kamar Ard, Guru Rixa kembali terkejut karena terdapat asap yang keluar dari sela-sela pintu. Tanpa pikir panjang, Guru Rixa mengetuk pintu disertai rasa cemas dan penasaran. Sembari menahan batuk, Ard merespon panggilan Guru Rixa dan membukakan pintu. Seketika, asap yang berkumpul di kamar Ard, menyelimuti Guru Rixa hingga ia ikut batuk beberapa kali.
"WILLY! Berhenti memberi sumbangan asap padaku, bajingan!" tegur Ard sembari batuk beberapa kali.
"Selama kau masih menjadi pemalas, bom asap ini akan terus kusumbangkan! Segeralah mandi dan berangkat ke sekolah!" balas Willy sembari bertolak pinggang dengan tangan kiri dan melambungkan bom asap di tangan kanan.
"Ini masih terlalu pagi, sialan! Penjaga Sekolah sekalipun pasti belum mengganti celana dalamnya!" bantah Ard dengan kesal.
Kemudian, Ard mengambil Vaccum Cleaner dan mengaktifkan Mode Blower. Dengan cepat, asap yang memenuhi kamarnya pun diterbangkan keluar. Sedangkan Guru Rixa, ia masih bingung dengan yang terjadi. Ketika melangkah ke dekat jendela dan melihat ke bawah, Guru Rixa dan Willy saling terkejut satu sama lain.
Seketika, bom asap yang ada di tangan kanannya terjatuh ke tanah, karena tak percaya dengan hal yang dilihatnya. Dalam hatinya, Willy bertanya-tanya dengan apa yang dilakukan Guru Rixa di kamar Ard. Lalu, Willy tertunduk beberapa saat sembari bergumam.
"Apakah ... Kak Amy tak cukup? Hingga kau mencuri Nona Rixa yang dipuja satu sekolah, Ard?!" tanya Willy dengan suara lantang.
"Jangan berteriak di pagi hari depan rumah orang! Segeralah cari wanita, makhluk hina!" tegur Ard sembari memukul bola Baseball dan mengarahkannya pada Willy.
Seketika, bola tersebut menghantam wajah Willy hingga membuatnya terjatuh ke belakang. Sedangkan kakek yang sedang mengendarai motor, melakukan rem mendadak dan kehilangan keseimbangan, hingga terjatuh ke sawah.
Ketika melihat momen tersebut, Guru Rixa terdiam kaku karena tak habis pikir dengan kelakuan Ard dan Willy di luar sekolah. Di saat bersamaan, ibu Ard menghampiri mereka dan menegur untuk segera sarapan. Dengan perasaan canggung, Guru Rixa meminta maaf dan bergegas ke meja makan bersama Ard.
Kala itu, ibu Ard ditemani oleh Ard, Willy dan Guru Rixa. Sang ibu pun menanyakan Guru Rixa, perihal kemajuan Ard dalam pembelajarannya. Seketika, Ard terkejut dan menatap Guru Rixa dengan tatapan penuh permohonan. Sedangkan Guru Rixa, balik menatap Ard sembari tersenyum sinis.
"G-Guru Rixa--" sahut Ard dengan kalimat terpotong.
"Willy," sahut ibu Ard sembari mengeluarkan kunci dan menjentikkan jari.
"Dengan senang hati!" seru Willy sembari menerima kunci dan menyeret Ard ke kamar, serta menguncinya dari luar.
Dalam momen sarapan itu, Guru Rixa mengungkapkan segala keburukan Ard pada ibunya. Sedangkan Willy, ia tersenyum lebar sembari meminum susu hangat. Lalu, Ard memohon pada Guru Rixa untuk tidak mengadu pada sang ibu. Seusai mendengar berbagai laporan, sang ibu menyatakan bahwa ia akan memotong uang jajan selama satu bulan penuh, hingga Ard memperbaiki belajarnya.
"NOOOOOO!" seru Ard sembari mendongakkan kepala dan memegangi tengkorak dari kedua sisi karena frustasi.
"YEEEEEEES!" seru Willy sembari mengangkat cangkir ke udara karena kegirangan atas Ard yang mendapat karma.