"Bagaimana bisa mereka menyembah Tuhan yang tidak kasat mata. Lalu meninggalkan adat istiadat yang sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Para penyebar agama sesat itu benar-benar harus kita bunuh!" Sri Sultan kantil murka. Meskipun sudah menjalankan semua rencana Senopati Ganjar dengan membunuh para ulama yang menyebarkan agama Islam. Hal itu justru sama sekali tidak membuat para penyebar agama itu mundur dan justru mereka bertambah semakin banyak.
"Apakah aku perlu membunuh Senopati Ganjar, Ayah?" seloroh putri dari suku kantil hitam yang dikenal dengan nama Cik Yusniar.
"Tidak! Kita tidak perlu mengotori tangan kita untuk membunuh Senopati itu," decih Sri Sultan Kantil dengan tatapan menerawang jauh.
Perintahkan kepada seluruh kepala suku adat untuk terus menyebarkan fitnah. Aku yakin, lambat laun penduduk suku adat pasti akan mempercayai keyakinan nenek moyang kita kembali.
****
Angin yang bertiup menyapu wajah gadis cantik putri dari suku kantil. Tergambar kesedihan yang bercampur kekesalan pada gadis muda itu. Pandangannya menatap lurus pada danau yang terletak tidak jauh dari tempatnya berada saat ini. Airnya yang begitu tenang namun mampu menenggelamkan siapapun yang memasukkan dirinya di dalam ketenangan itu.
"Bagaimana caranya agar aku bisa mengembalikan suku adat seperti dulu," lirih Cik Yusniar nampak begitu gundah. Beban kerajaan suku Kantil berada di pundaknya.
"Aku memiliki jawaban dari pertanyaan itu, Tuan Putri?"
Cik Yusniar terkesiap. Ia menoleh ke belakang punggungnya. Seorang lelaki sedang berjalan menghampirinya.
"Siapa kamu?" tanya Cik Yusniar menatap pada lelaki yang kini menjatuhkan tubuhnya duduk di sampingnya.
Lelaki itu tersenyum kecil. "Aku adalah salah satu rakyat dari suku adat yang menentang ajaran agama baru itu, Tuan Putri, sahutnya.
Wajah' Cik Yuniar tidak berubah sama sekali. Tetap datar bahkan terkesan dingin.
"Memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk mengusir para ulama itu dari tanah ini?" cetus Cik Yusniar menjatuhkan tatapan menantang pada lelaki yang beredar di sampingnya.
"Yang pertama yang harus anda lakukan adalah memusnahkan Panglima Zubair dari tatanan kerajaan Sultan Iskandar."
Cik Yusniar terdiam sesaat dengan wajah berpikir. 'Bukankah aku sudah membunuh istri dari Panglima Zubair. Ternyata benar apa kata Sultan Ganjar, Panglima Zubair adalah salah satu orang yang paling berpengaruh di kerajaan Sultan Iskandar.'
"Bagaimana caranya agar aku bisa menyingkirkan Panglima itu?" tanya Cik Yusniar.
Lelaki yang duduk di samping Cik Yusniar terkekeh. "Aku sudah memberikan kamu jalan dan sekarang kamu menanyakan bagaimana caranya?" Lelaki itu mengakhiri ucapannya dengan mengeryitkan dahi, kemudian tersenyum kecil.
"Bukankah Tuan Putri dari suku kantil memiliki ilmu hitam yang tidak tertandingi." Lelaki itu beranjak, menjatuhkan tatapan tajam pada Cik Yusniar yang mengerti dengan ucapan lelaki itu.
"Ilmu hitam!" batin Cik Yusnair dengan benak yang mengembara jauh. Sorot matanya menatap kepada lelaki asing yang pergi meninggalkannya di tepi danau.
"Tidak, aku tidak mungkin menggunakan kekuatan itu. Karena jika aku menggunakan kekuatan itu, berarti aku memilih untuk hidup selamanya di dunia bunian dan aku tidak lagi menjadi seorang putri dari suku kantil. Tapi sepertinya yang dikatakan lelaki itu benar. Jika aku menggunakan kekuatan ilmu hitam itu, secepatnya aku bisa menumbangkan kerajaan Sultan Iskandar dan mengembalikan kepercayaan seluruh penduduk suku adat pada kepercayaan nenek moyang kami.'
Cik Yusniar menghela nafas panjang. Ia bangkit dari dari bangku yang terletak di tepi danau. Melihat langit pun sudah memulai menguning di ujung barat.
Langkah kaki Cik Yusniar terhenti, saat melihat seorang lelaki yang duduk di atas kuda sedang mengintai istana suku kantil.
Cik Yusniar memelankan langkah kakinya. Mendekati lelaki dengan gerak-gerik yang mencurigakan itu. 'Siapa yang sudah berani mengintai kerajaanku. Pasti orang itu memiliki maksud yang tidak baik.'
Cik Yusniar mengeluarkan anak panah beracun yang selalu ia bawa. Siapapun yang terkena anak panah itu, maka tubuhnya akan lumpuh seumur hidup atau bahkan akan mati.
Anak panah yang berada di tangan Cik Yusniar siap di lepaskan. Dalam hitungan ke tiga, Cik Yusniar melepaskan busur panahnya.
"Satu, dua, tiga!"
Crok!
Busur panah beracun yang melayang bebas itu menancap pada sebuah pohon, saat lelaki yang berada di atas kuda itu menghindar dengan cepat.
"Siapa itu?" decih lelaki yang seketika menoleh ke belakang punggungnya.
Lelaki itu menyadari kehadiran Cik Yusniar, wanita itu segara beranjak dari tempat persembunyian dan berlari menjauh.
"Tunggu!" Suara barito yang menggelegar di seluruh penjuru hutan meneriaki Cik Yusniar.
Lelaki yang mengenakan penutup wajah itu memutar kuda putihnya. Mengejar Cik Yusniar yang masuk ke dalam hutan. Cik Yusniar lari sangat cepat sekali, hampir saja lelaki yang memacu kudanya itu tidak dapat mengejar Cik Yusniar.
Lelaki yang berada di atas kuda itu melompat ke depan Cik Yusniar saat jarak mereka begitu dekat sekali.
"Cik Yusniar!" Lelaki yang memakai penutup wajah yang tidak lain adalah Panglima Zubair itu terkejut melihat wanita yang sudah menyerangnya tidak lain adalah Cik Yusniar.
Wajah wanita cantik bertubuh mungil itu terlihat ketakutan. Sementara Panglima Zubair masih menyembunyikan wajahnya di balik sorban yang menutupi.
"Siapa anda? Kenapa anda menyerang saya?" cetus Panglima Zubair berjalan mendekati Cik Yusniar yang ketakuatan.
Cik Yusniar mengambil satu busur panah yang tersisa di atas punggungnya. Lalu mengarahkan busur panah beracun itu kepada Panglima Zubair.
"Apa yang kamu lakukan di istanaku?" decih Cik Yusniar dengan tatapan tajam.
"Istana kamu?" decih Panglima Zubair, sedikit terkejut dengan pengakuan Cik Yusniar.
"Tentu saja, itu adalah istanaku!" balas Cik Yusniar yang memundurkan beberapa langkah kakinya hingga membentur pohon besar.
'Istanaku, jadi apakah itu berarti jika Cik Yusniar adalah anak dari Sri Sultan kantil hitam. Jika ia, selama ini Sultan Iskandar sudah melakukan kesalahan yang besar.' Panglima Zubair terus mendekat.
"Jangan mendekat! Atau kamu akan mati!" decih Cik Yuniar.
Panglima Zubair sama sekali tidak mengindahkan ancaman Cik Yusniar. Lelaki itu terus mendekat dengan mengacungkan pedang pada Cik Yusniar.
Srrrrr ...
Cik Yusniar benar-benar melepaskan busur panahnya ke arah Panglima Zubair. Tapi sayangnya busur panah itu sama sekali tidak tepat sasaran. Justru yang ada Panglima Zubair menyambar pergelangan tangan Cik Yusniar. Tapi bukan putri suku kantil namanya jika tidak melawan.
Cik Yusniar nendang kuat perut' Panglima Zubair. Satu tantangan-tantangan hendak meraih penutup wajah Sang Panglima. Namun, dengan gerakan cepat Panglima Zubair menghantam tengkuk leher Cik Yusniar dan wanita itupun akhirnya terjatuh.
Bough!
"Kurang ajar!" hardik Cik Yusniar meringis. Antara menahan sakit dan marah.
"Aku akan membunuhmu!" hardik Cik Yusniar meronta. Namun, kedua tangannya sudah lebih dulu dikunci oleh Panglima Zubair.
*****
Bersambung ....