Unduh Aplikasi
85.71% PANGLIMA ZUBAIR / Chapter 12: Bab 12

Bab 12: Bab 12

Tidak ada titik temu. Setelah kematian Mayang, Ratu Salma pun tidak juga ditemukan. Bahkan Cik Yusniar yang bertugas menjaga Ratu Salma pun ikut menghilang. Begitu juga dengan beberapa para ulamanya yang tiba-tiba menghilang. Bahkan ada sebagian yang ditemukan sudah tewas tidak bernyawa.

"Panglima, sepertinya kita harus menyudahi pencarian pada Ratu Salma!" suara Sultan Iskandar terdengar begitu berat. Genangan terlihat memenuhi pelupuk mata Sultan Iskandar. Bagaimanapun ia sebagai seorang raja harus bersikap adil dan mengesampingkan kepentingannya untuk kepentingan penduduk suku adat dan semua penduduk yang berada di kawasan pesisir pantai selatan hingga utara Sumatra.

Panglima Zubair sedikit tercekat. "Maksud Sultan?"

Sultan Iskandar menghela nafas panjang. Memalingkan wajahnya pada Panglima Zubair. "Hampir tiga bulan kita mencari keberadaan Ratu Salma. Tapi tidak ada titik temu sama sekali. Sementara banyak sekali hal genting yang menunggu jawaban dan disesuaikan. Misteri hilangnya para ulama, penjajahan tersembunyi di perbatasan, dan masih banyak lagi urusan yang harus kita selesaikan." Sultan Iskandar menatap getir pada Panglima Zubair. Terlalu banyak beban kerajaan yang datang bertubi-tubi.

Sesaat kemudian wajah' lelaki itu tertunduk lesu. "Sepertinya aku sudah gagal menjadi seorang Sultan di negeri ini!" suara serak diikuti isakan terdengar jelas keluar dari mulut Sultan Iskandar.

Suara ketukan pintu dari luar membuat Sultan Iskandar segera menghapus air matanya. "Masuk!" ucapnya pada pengawal yang berjaga di luar pintu.

Senopati Gajar muncul dari balik pintu yang terbuka. Lelaki dengan perawakan tubuh tinggi besar itu berjalan menuju bangku dari kayu yang berada di depan Sultan Iskandar.

"Ada apa, Senopati?" tanya Sultan Iskandar menjatuhkan tatapan lekat pada Senopati Ganjar.

"Saya mau melaporkan sebuah kabar penting pada yang mulia Sultan Iskandar," ucap Senopati Ganjar dengan wajah serius.

"Katakanlah, Senopati!" titah Sultan Iskandar.

"Seluruh rempah-rempah yang berbeda di daerah perbatasan pesisir pantai utara dan pantai selatan habis tidak tersisa oleh pedagang asing."

"Apa, penyeludupan, begitu?" Sultan Iskandar menarik tubuhnya mendekat ke arah meja. Menatap dengan mata membulat pada Senopati Ganjar.

"Bagaimana bisa? Bukankah kita sudah memperketat keamanan di setiap perbatasan. Agar tidak ada satupun barang ataupun hasil bumi yang keluar tanpa sepengetahuan istana," debat Sultan Iskandar.

"Mungkin ada orang dalam yang membantu, Sultan!" sela Panglima Zubair.

"Tidak, Panglima!" Senopati Ganjar menatap tajam pada Panglima Zubair. Ia tidak menyetujui ucapan lelaki itu.

"Penjagaan di perbatasan jauh lebih ketat demi keamanan daerah. Jadi tidak mungkin ada penyusup apalagi orang dalam," debat Senopati Ganjar sekilas memicingkan matanya pada Panglima Zubair.

"Ini hanya dugaan saya saja, Senopati!" sahut Panglima Zubair.

"Baiklah, kita tambahkan saja pertahanan di perbatasan. Bagaimana?" usul Sultan Iskandar. "Dan utusan seseorang untuk menyelidiki siapa yang sudah mengeruk semua hasil bumi di perbatasan," imbuh Senopati Ganjar.

"Itu ide yang bagus!" tukas Panglima Zubair menyetujui ucapan Sultan Iskandar. Sementara Senopati Ganjar hanya diam membisu dengan wajah berpikir.

____

Senopati Ganjar tidak bisa menolak perintah Sultan Iskandar. Akhirnya dia harus menambahkannya pertahanan untuk wilayah perbatasan. Sesuai dengan perintah Sultan Iskandar, Senopati Ganjar sendirilah yang memilih calon penjaga-penjaga wilayah perbatasan itu.

"Kalian semuanya siap!" seru lelaki yang bertelanjang dada itu pada para calon-calon prajurit istana yang sudah berbaris di halaman istana.

"Siap!" sahut mereka serentak.

Di bahwa sinar matahari yang cukup terik Senopati Ganjar mengajari para calon-calon prajurit penjaga itu berlatih ilmu bela diri.

Lelaki dengan tubuh berotot itu mengajari mereka beberapa jurus andalan.

"Hap ... hap ... hap ...!" ucap Senopati Ganjar setiap kali merubah gerakannya.

"Senopati!" Seorang prajurit datang menghampiri Senopati Ganjar.

"Kalian teruskan dan ulangi sekali lagi!" ucap Senopati Ganjar pada para calon prajurit yang sedang berlatih.

"Ada apa?" ucap Senopati Ganjar pada lelaki yang berdiri di belakang punggungnya.

"Senopati, Sultan Iskandar memerintah saya, agar Panglima Zubair saja yang menggantikan pekerjaan Senopati di sini dan beliau meminta agar anda melihat ke daerah perbatasan saja."

"Baiklah, tidak masalah!" ucap Senopati Ganjar tidak keberatan.

"Baiklah, saya akan memanggil Panglima untuk membantu Senopati memilih prajurit yang terbaik." Pengawal itu memutar tubuhnya meninggalkan Senopati Ganjar yang sedang berlatih.

Beberapa saat kemudian Lelaki dengan paras tampan dan dada bidang itu muncul dari dalam menghampiri Senopati Ganjar.

"Senopati!" panggil Panglima terkuat itu.

Sesaat Senopati Ganjar menoleh ke belakang punggungnya. Selamat datang, Panglima!" seru Senopati.

Panglima Zubair berjalan ke tengah-tengah barisan para calon prajurit baru. Menghampiri Senopati Ganjar yang sudah lebih dulu diantara mereka.

"Hap ... Hap ...!" aba-aba Senopati Ganjar. "Naikan kuda-kuda kalian!" seru Senopati.

"Tanda itu!" Panglima Zubair tercekat, saat melihat bekas luka yang hampir sembuh pada bahu Senopati Ganjar. 'Seperti luka tombakku.'

Sorot mata Panglima Zubair terus mengawasi pada bahu Senopati Ganjar untuk memastikan penglihatannya. Beberapa saat ia terlihat terdiam dengan wajah berpikir.

"Senopati?" Panglima Zubair datang menghampiri Senopati Ganjar. Lelaki yang bertelanjang dada itupun menoleh.

"Apa yang terjadi dengan bahumu itu, Senopati?" Panglima Zubair hampir menyentuh luka yang belum sembuh sempurna pada bahu Senopati Ganjar. Namun, secepatnya Senopati Ganjar menepis tangan Panglima Zubair.

"Oh, luka ini!" Senopati Ganjar menjatuhkan tatapannya pada bahunya. "Aku tidak sengaja bermain pedang, dan pedang itu justru menyayat bahuku sendiri," jelas Senopati Ganjar diikuti senyuman pada bibirnya.

"Berhati-hatilah dengan permainanmu sendiri, Senopati!" decih Panglima Zubair dengan nada sedikit menyindir.

'Mungkihkah Senopati yang Fred maksud adalah Senopati Ganjar,' batin Panglima Zubabbir.

"Aku selalu berhati-hati, Panglima. Kamu pasti tau kan siapa aku!" balas Senopati Ganjar dengan nada ketus, berlalu meninggalkan Panglima Zubair.

*****

"Syeh aku merasa penyusup itu ada di sekitar kita!" ucap Panglima Zubair pada Syeh Jalaludin.

"Jangan terlalu banyak berprasangka. Karena sebagain dari prasangka itu adalah buruk." Lelaki yang menyesap kopi hitam di atas meja itu berusaha untuk menasehati Panglima Zubair.

"Tidak Syeh, ini bukan sebuah prasangka tanpa sebab. Mulai dari pengakuan Fred tentang Senopati dalang dari semua ini dan luka itu, jelas-jelas itu adalah luka dari tombak yang aku lempar pada lelaki bercadar di daerah suku kantil itu yang aku ikuti." Panglima Zubair sangat begitu yakin.

Syeh Jalaludin diam sesaat. Wajahnya terlihat berpikir. Memilah jawaban yang tepat yang akan ia lontarkan pada Panglima Zubair yang tidak lain adalah salah satu murid terbaiknya.

"Assalamualaikum!" ucap salam seorang gadis cantik dari balik kelambu.

"Wa alaikum salam!" sahut Syeh Jalaluddin dan Panglima Zubair bersamaan.

"Masuklah, nak!" ucap Syeh dengan nada lembut.

Gadis cantik berbalut kerudung navi itu membawa baki yang berisi teh hangat untuk Panglima Zubair.

"Ini adalah anakku, namanya Fatimah!" ucap Syeh Jalaludin memperkenalkan Fatimah pada Panglima Zubair. Gadis itu melemparkan senyum kecil pada Panglima Zubair untuk sesaat.

****

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C12
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk