"Semakin kalian bersiteru, maka akan semakin mudah untukku menguasai semua wilayah pesisir milik kerjaan Sultan Iskandar." Sebuah senyum kemenangan tersungging dari kedua sudut bibir Senopati Ganjar.
Tanpa Sultan Iskandar sadari beberapa wilayah pesisir miliknya sudah dikuasai oleh kerjaan baru yang belum terdengar gaungnya. Baik suku kantil ataupun kerajaan yang lainya belum ada satupun yang mengendus kerajaan di bawah Naungan Senopati Ganjar itu.
"Tuan Vandors, senang sekali saya dapat berjumpa dengan, Tuan!" sapa Senopati Ganjar pada lelaki berkulit putih, seorang pedagang yang akan membeli hasil bumi di daerah pesisir pantai selatan dan hampir menjajahi semua perdagangan di seluruh Indonesia.
"Senopati, saya juga sangat senang sekali dapat berjumpa dengan anda!" Lelaki asing itu memeluk sesaat tubuh Senopati Ganjar.
"Bagaimana? Apakah anda ingin membeli rempah-rempah lagi dari saya?" ucap Senopati Ganjar disambut gelak tawa oleh lelaki yang bernama Tuan Vandors.
"Tentu saja! Bagaimana tidak, saya ingin membeli hasil bumi dari tanah Sumatera ini lagi. Kalau bisa minggu depan saya akan menyewa kapal besar agar bisa membawa rempah-rempah yang jauh lebih banyak lagi," ucap Tuan Vandors.
"Tenang saja, Tuan Vandors! Hasil bumi di tanah Sumatera tidak akan pernah ada habisnya!" Senopati Ganjar tertawa lepas mengajak pedangan dari negeri Belanda itu masuk ke dalam kediamannya.
Senopati Ganjar sudah mengikis semua hasil bumi yang berada di pantai pesisir selatan pulau Sumatera. Ia menjual hasil bumi itu pada Tuan Vandors tanpa sepengetahuan Sultan Iskandar. Setelah ia membuat kekacauan di dalam Istana dan kini melemahkan gaung kerajaan Sultan Iskandar.
"Jika seperti ini terus, maka sebentar lagi aku pasti akan memiliki kerajaan sendiri tanpa harus menjadi boneka Sultan Iskandar," batin Senopati Ganjar tertawa kemenangan.
***
Setelah melakukan pertemuan dengan Tuan Vandors. Senopati Ganjar meninggalkan kediamannya menuju daerah perbatasan. Ada sebuah urusan yang harus ia segera selesaikan dengan Sri Sultan Kantil dari kerjaan suku kantil hitam.
"Senopati Ganjar, saya sudah menunggu kedatangan anda di istana kantil!" ucap Sri Sultan Kantil, lelaki yang tak lagi muda namun memiliki suara menggelegar.
"Maafkan saya Sri Sultan, jika kedatangan saya sedikit terlambat. Karena terlalu banyak urusan yang harus saya selesaikan."
"Tidak apa-apa!" Sri Sultan Kantil turun dari singgasananya menyambut kedatangan Senopati Ganjar dengan sangat hangat sekali.
"Bagaimana Senopati, kami sebagai suku kantil merasa tersudut semenjak kedatangan agama baru yang dibawa oleh Syekh Jalaluddin. Apalagi dengan kekuasaan Sultan Iskandar, agama itu dapat dengan mudah menyebar luas di kalangan masyarakat suku adat. Hingga mereka nyaris melupakan adat istiadat peninggalan nenek moyang yang sudah di wariskan hingga turun temurun." Wajah Sri Sultan Kantil terlihat lesu.
"Sri Sultan tenang saja, saya sudah membicarakan hal ini dengan Putri Sri Sultan, Cik Yusniar. Jika kita tidak bisa melarang para penduduk suku adat untuk memeluk agama itu, maka kita masih memiliki cara lain yaitu dengan membunuh satu persatu para ulama penyabar agama Islam," jawab Senopati Ganjar.
"Itu sebuah ide yang bagus, Senopati Ganjar!" Sri Sultan kantil mengangguk lembut.
"Bolehkah saya bertemu dengan Ratu Salma!" Senopati Ganjar meminta izin kepada Sri Sultan kantil untuk bertemu dengan Ratu Salma.
Seorang dayang wanita dari suku kantil membawa Senopati Ganjar memasuki sebuah lorong panjang menuju penjara bawah tanah. Udara pengap dan lembab mulai terasa mengikis pori-pori kulit Senopati Ganjar.
"Apa kabar, Ratu Salma?" ucap Senopati Ganjar, membuat wanita yang meringkuk di dalam lembabnya jeruji besi itu tersadar.
"Senopati!" Ratu Salma bangkit dan berjalan terseok-seok mendekati jeruji besi yang mengurungnya, selama hampir satu bulan lebih. Semburat senyuman terbit dari bibir Ratu Salma.
"Senopati, apakah kamu datang ke sini untuk menolongku! Tolong bebaskan aku, Senopati!" sergah Ratu Salma, tatapannya penuh harap pada lelaki yang berada di luar jeruji besi.
Senopati Ganjar melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya menatap datar kepada Ratu Salma terus meminta tolong dengan mata mengiba.
"Senopati, ayo cepat bebaskan aku! Kita harus segera menolong Mayang. Mereka akan membawa Mayang ke rumah bordir. Ayo Senopati!" rengek Ratu Salma berwajah getir di balik jeruji besi.
Lambat laun Ratu Salma menyadari, bahwa kedatangan Senopati Ganjar bukanlah untuk menolongnya. Saat lelaki itu hanya diam dan mematung menatap pada Ratu Salma.
"Senopati, Jangan katakan kepadaku, jika kedatanganmu adalah untuk menjadi lawanku." Wajah Ratu Salma berubah pias. Ia menarik beberapa langkah tubuhnya menjauh dari jeruji besi.
Senopati menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis, "Yang mulia Ratu, apakah yang mulia Ratu pikir kedatanganku ke sini untuk menyelamatkan anda?" Senopati Ganjar mengakhiri ucapannya dengan tawa.
"Dasar bedeb*h!" hardik Ratu Salma dengan suara bergetar dan rasa takut yang memburu di dalam dada. Dirinya tidak menyangka jika Senopati Ganjar telah berkhianat pada kerajaan.
"Haha ... Aku memang seorang penghianat yang mulia Ratu. Keserakahan membuat saya harus melakukan semua ini!" Senopati Ganjar tertawa puas. Ia meninggalkan Ratu Salma yang terduduk di sudut jeruji besi dengan penuh ketakutan.
"Ya Allah, lindunganlah hambamu ini dan juga Mayang dimanapun dia berada," lirih Ratu Salma dengan tangis pecah.
Senopati Ganjar kembali menemui Sri Sultan Kantil. Lelaki yang sejak tadi sudah menunggunya.
"Untuk sementara waktu, biarlah Ratu Salma berada di dalam penjara. Setidaknya sampai kerajaan Sultan Iskandar benar-benar jatuh," tutur Senopati Ganjar pada Sri Sultan Kantil.
"Tidak masalah!" sahut lelaki itu mengiyakan permintaan Senopati Ganjar.
"Senopati Ganjar!" panggil suara seorang wanita dari balik punggung Senopati.
"Cik Yusniar!" sahut Senopati Ganjar menoleh ke arah wanita bertubuh mungil yang berjalan mendekatinya.
"Ada maksud apa kamu datang ke istana kami?" cetus Cik Yusniar dengan nada ketus. Sorot matanya tajam pada Senopati Ganjar.
"Aku hanya ingin melihat keadaan Ratu Salma," jawab Senopati Ganjar.
"Melangkahlah dengan cepat atau aku akan mengirim Ratu Salma ke tempat Tuan Fred," decih Cik Yusniar penuh penekanan melewati Senopati Ganjar.
Senopati Ganjar menatap datar kepada Cik Yusniar yang berlalu melewatinya. "Wanita ini seperti lebih berbahaya daripada ayahnya!" batin Senopati Ganjar.
"Tidak usah mendengarkan ucapan Yusniar, dia memang seperti itu. Jiwa mudanya selalu menggebu-gebu," celetuk Sri Sultan Kantil menepuk bahu Senopati Ganjar.
Senopati Ganjar melemparkan senyuman kecil kepada Sri Sultan kantil sebelum ia meninggalkan istana suku kantil hitam.
"Berhati-hatilah di jalan, Senopati! Saya akan menunggu kabar baik dari Senopati," ucap Sri Sultan Kantil.
Lelaki yang mengenakan penutup wajah itu mengangguk lembut dan segera menaiki kudanya. Suara ringikan kuda membersamai derap langkah kaki kuda yang semakin melaju dengan cepat.
Senopati Ganjar terus memacu kudanya menembus hutan di wilayah perbatasan suku kantil hitam dan kerajaan Sultan Iskandar. Namun tiba-tiba sebuah tombak meluncur hampir menghunus Senopati Ganjar. Beruntungnya lelaki itu dapat menghindar. Meskipun ujung tombak itu melukai sedikit bahunya.
****
Bersambung ....