"Kullu nafsin dzaiqotul maut, setiap manusia yang bernyawa pasti akan mengalami mati," tutur lelaki yang berada di hadapan Panglima Zubair.
"Ikhlaskanlah kepergian Mayang. Percayalah, jika kamu meridhoi kepergian istrimu maka surga sedang menantinya. Karena ridho seorang istri terletak pada ridho suami."
Lelaki berwajah sembab itu melihat pada seorang pria yang mengenakan kain sorban pada kepalanya. "Bagaimana aku bisa mengikhlaskan kepergian Mayang. Jika kematiannya karena dibunuh," lirih Panglima Zubair dengan suara bergetar.
Syeh Jalaludin hanya menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil. "Penyebab kematian hanya sebuah jalan untuk menuju keabadian. Agar manusia tidak berbuat melampaui batas. Karena sejatinya garis kematian itu sudah ditulis jauh sebelum si fulan itu dilahirkan di dunia."
Panglima Zubair tetap tidak bisa menerima penjelasan Syeh Jalaludin. Baginya kematian Mayang adalah sebuah perbuatan yang harus dibalas dengan perbuatan yang sama.
"Sudahilah kesedihanmu Panglima. Masih banyak tugas yang harus kamu selesaikan. Aku dan para kiai menunggumu untuk bersama-sama berjuang dijalan Allah. Begitu juga dengan Sultan Iskandar, beliau pun sampai saat ini masih terpukul dengan Ratu Salma yang belum juga ditemukan."
Sejenak suasana menjadi hening, Panglima Zubair diam tidak menjawab ucapan Syeh Jalaludin, ulama besar yang menyebarkan agama Islam di tanah sumatera.
"Jangan mendzolimi dirimu sendiri. Sesungguhnya semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan hanya pada Allah lah semua akan dikembalikan!" tutur Syeh Jalaludin.
Panglima Zubair terdiam. Memalingkan wajahnya dari tatapan Syeh Jalaluddin. Kedua tangannya mengepal, bayangan kematian Mayang masih begitu jelas terekam dalam ingatan.
*****
Suasana kerajaan Sultan Iskandar sudah mulai membaik. Meskipun Ratu Salma sampai saat ini belum juga ditemukan. Para pemberontak itu tidak lagi datang mengancam para penduduk untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama Islam di tanah seberang. Baik para ulama dan masyarakat kini bisa sedikit lega, karena dapat belajar mengenal agama Islam dengan sedikit tenang.
Panglima Zubair bangkit dari bangku kursi goyang, sudah hampir beberapa minggu lelaki itu mengurung diri di dalam rumah. 'Rasanya, memang tidak ada gunanya aku bersusah hati seperti ini. Karena Mayang juga tidak akan pernah kembali lagi.'
"Tuan Fred!" Bibir itu mengucap lirih nama lelaki misterius yang saudagar itu katakan kepadanya.
"Jika aku kehilangan Mayang. Maka siapapun yang sudah membunuh Mayang dia pun harus kehilangan nyawanya," batin Panglima Zubair.
_____
"Sultan Iskandar, Sultan Iskandar!" seru seorang prajurit dengan suara lantang memanggil Sultan Iskandar.
Sultan Iskandar yang berada di dalam istana pun berhamburan keluar. "Ada apa prajurit?" tanya Sultan Iskandar yang berjalan bersama Senopati Ganjar.
"Panglima Zubair telah kembali!" teriak prajurit itu.
"Zubair!" Sebuah ulasan senyuman tersungging dari kedua sudut bibir Sultan Iskandar. Lelaki itu segera mempercepat langkah kakinya untuk menyambut kedatangan Panglima Zubair.
"Aku sangat mengharapkan kedatanganmu, Panglimaku!" Sultan Iskandar menepuk bahu Panglima Zubair. Sementara Senopati Ganjar hanya mendengus kasar.
'Panglima bod*h yang hanya merutuki kematian istrinya!' batin Senopati Ganjar.
Dayang istana membawakan beberapa cangkir teh pahit di atas baki lalu meletakkannya di atas meja.
"Minumlah Panglima!" ajak Sultan Iskandar seraya meneguk teh hangat yang berada di dalam cangkir. Begitu juga dengan Senopati Ganjar.
"Sultan, izinkan saya untuk mencari keberadaan Tuan Fred. Aku yakin, lelaki itu pasti memiliki jawaban tentang kejadian malam itu di istana," ucap Panglima Zubair.
Sulan Iskandar mendengus berat. Wajahnya terlihat begitu sedih. "Entahlah, Panglima! Senopati Ganjar sudah menyelidiki keberadaan lelaki itu. Tetapi semuanya nihil, lelaki itu meninggalkan tempat hiburan miliknya. Mungkin dia tahu jika kita sedang mencari keberadaannya," jelas Sultan Iskandar dengan nada lesu.
Panglima Zubair mengeryitkan dahi menatap pada Senopati Ganjar dan Sultan Iskandar secara bergantian. "Bagaimana bisa Tuan Fred itu tau?" desis Panglima Zubair menjatuhkan tatapan penuh selidik.
"Kita tidak tau, mungkin saja saudagar itu yang mengatakannya pada Tuan Fred!" sela Senopati Ganjar.
Panglima Zubair mengeryitkan dahi. "Senopati, darimana anda mengetahui tentang saudagar itu?" cetus Panglima Zubair.
Senopati Ganjar terlihat gugup. Belum sempat ia menjawab pertanyaan Panglima Zubair. Sultan Iskandar sudah lebih dulu menjawab.
"Aku yang menceritakan semuanya kepada Senopati Ganjar. Aku kira, aku butuh bantuan Senopati saat kamu kehilangan Mayang!" sela Sultan Iskandar.
"Baiklah! Aku akan berusaha untuk mencari keberadaan Tuan Fred," cetus Panglima Zubair.
"Carilah sampai ke ujung dunia, Zubair. Karena kamu tidak akan pernah menemukan, Fred," batin Senopati Ganjar.
"Bagus itu Panglima, aku juga akan membantumu untuk mencari keberadaan lelaki itu," imbuh Senopati Ganjar.
****
Panglima Zubair masih tidak percaya dengan ucapan Senopati Ganjar. Entah mengapa lelaki bertubuh tegap itu ragu. Ia mendatangi sebuah tempat hiburan yang sangat ramai sekali pengunjungnya. Beberapa wanita yang mengenakan pakaian sedikit terbuka menyambut kedatangan Panglima Zuhair.
"Selamat datang, Tuan!" sapa seorang wanita dengan nada mendayu. Tangannya hendak membelai wajah Panglima. Namun dengan cepat, Panglima Zubair menepis sentuhan tangan wanita itu.
"Maaf!" ucap Panglima Zubair.
Wanita cantik yang berdiri di hadapannya mendengus berat. Lalu melipat kedua tangannya di depan dada, menatap kesal kepada Panglima Zubair.
"Apa yang kamu inginkan di sini? Jika bukan untuk mendapatkan kenikmatan," decih wanita cantik itu pada Panglima Zubair.
Panglima Zubair mengacuhkan wanita yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya menyapu ke sekeliling mencari lelaki dengan ciri-ciri yang saudagar itu katakan padanya. Lelaki dengan rambut pirang, berwajah asing, pemilik tempat hiburan tempatnya berada.
"Heh, laki-laki sombong! Apa yang kamu cari di sini?" decih wanita itu semakin kesal pada Panglima Zubair.
"Aku sedang mencari keberadaan Tuan Fred?" sahut Panglima Zubair, setelah tidak menemukan sosok lelaki berambut pirang di dalam tempat hiburan itu.
Wanita yang mengenakan pakaian sedikit terbuka itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sinis. Satu tangannya menutup bibirnya yang menampakan geriginya yang rapi.
"Kamu tidak akan menemukan Tuan Fred di sini, Tuan!" desis wanita yang berada di hadapan Panglima Zubair dengan senyuman mengejek.
"Kenapa?" Panglima Zubair mengertakan rahangnya menatap tajam kepada wanita itu.
"Anda sudah terlambat, Tuan! Karena Tuan Fred sudah pergi dari tempat ini?"
"Maksud kamu?" decih Panglima Zuhair.
"Iya, Karena sekarang tempat hiburan ini bukan milik Tuan Fred lagi. Tuan William sudah membelinya dari Tuan Fred beberapa minggu yang lalu," jelas wanita yang Panglima Zubair temui.
"Sialan!" umpat Panglima Zubair dengan wajah merah menyala.
Wanita yang berdiri di hadapan Panglima Zubair justru menertawakan kemarahan sang Panglima.
"Kasian sekali anda, Tuan!" desis wanita itu dengan nada mengejek.
Argh!!
Panglima Zubair mengerang karena kesal.
"Cukup jangan ikut campur!" Lelaki itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah wanita yang terus menertawainya.
"Aku bisa saja memberitahu kepada Tuan tentang keberadaan Tuan Fred, tapi ada syaratnya!" cetus wanita itu tersenyum kemenangan.
*****
Bersambung ....