"Aku terpaksa membunuhnya, Senopati?" decih Tuan Fred kesal. Ia membuka kemeja yang sedang ia kenakan. Lalu menunjukkan sebuah luka bekas tusukan pada bagaian perutnya kepada Senopati Ganjar.
"Lihatlah! Wanita itu hampir saja merenggut nyawaku. Jadi jangan salahkan aku jika aku membunuhnya!" pekik Tuan Fred dengan mata memicing.
"Plak!"
Sebuah tamparan melayang pada pipi Tuan Fred. Beberapa ajudan pria berambut pirang itu bergegas menghampiri. Sementara gadis muda yang membersamai Tuan Fred berlari meninggalkan Tuan Fred, ketakutan.
"Fred, aku tidak pernah memintamu untuk membunuh Mayang!" Senopati Ganjar mencengkram kuat krah baju yang pria itu kenakan. Sorot matanya nyalang pada Tuan Fred.
"Tapi wanita itu hampir membunuhku, Senopati!" pekik Tuan Fred hampir tidak dapat bernafas.
Bruak!
Senopati Ganjar menghempaskan tubuh Tuan Fred pada bangku. Sementara para ajudan yang berjaga di paviliun itu siap melepaskan pelurunya pada Senopati Ganjar untuk membela majikannya.
"Baiklah semua sudah terlanjur Fred. Dengan aku membunuhmu juga tidak akan membuat Mayang hidup kembali. Lagi pula, dengan Mayang mati aku sudah cukup puas melihat Zubair menjadi lelaki dungu seperti itu!" guman Senopati Ganjar menarik tubuhnya kembali pada bangku.
Tuan Fred mengatur nafasnya yang hampir terputus. Wajahnya memerah karena hampir mati oleh cengkraman Senopati Ganjar.
"Secepatnya kamu harus meninggalkan tempat ini, Fred. Sebelum Panglima bodoh itu menuntut balas kepadamu. Karena dia sudah tau tentang perhiasan yang sudah kamu ambil dari istana Sultan Iskandar dan aku yakin, pasti dia akan berfikir jika hal itu ada hubungannya dengan kematian Mayang.
"Apa? Bagaimana bisa mereka tahu jika akulah yang mengambil semua perhiasan itu," decih Fred, terkejut.
"Dasar bodoh!" hardik Senopati Ganjar tersenyum sinis kepada Tuan Fred.
"Mata-mata Sultan Iskandar mencium kebusukanmu, Fred!" cetus Senopati Ganjar.
"Ah, sialan!" decih Tuan Fred menyugar rambutnya hingga berantakan. Wajahnya terlihat ketakutan
Senopati Ganjar bangkit. "Berhati-hatilah, Fred. Sampai jumpa lagi!" Senopati Ganjar berjalan meninggalkan Fred yang ketakutan.
**
---- Senopati Ganjar---
"Aku masih saja tidak memiliki nyali untuk menyatakan cintaku kepadamu Mayang. Hingga akhirnya si pengecut itu merebutmu dariku." Senopati Ganjar menyandarkan tubuhnya pada bangku kursi goyang.
Ia kembali terkenang dengan gadis cantik yang sempat mencuri perhatiannya. Tapi sayangnya, Mayang justru memilih lelaki baru yang datang di dalam hidupnya, yaitu Panglima Zubair.
"Senopati, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Senopati!" Lelaki yang muncul dari balik pintu berjalan menghampiri Senopati Ganjar.
"Siapa?" Senopati Ganjar mengoyangkan bangku dan terlihat sangat menikmati setiap ayunannya.
"Cik Yusniar!" sahut lelaki itu.
"Suruh dia masuk!" sahut Senopati Ganjar.
Lelaki yang berdiri di depan pengawal memutar tubuhnya menuju arah pintu. Beberapa saat kemudian wanita bertubuh mungil itu muncul berjalan menghampiri Senopati Ganjar dengan tatapan datar.
"Cik Yuniar!" ucap Senopati Ganjar menarik tubuhnya dari sandaran bangku. Lalu menurunkan kedua kakinya dari ayunan hingga bangku itu terhenti.
"Saya datang ke sini untuk menagih janji dari Senopati," cetus Cik Yusniar, wanita berwajah garang tetapi tetap saja cantik itu mempertegas ucapannya.
"Tenang saja, saya tidak pernah lupa dengan janji itu," balas Senopati Ganjar tersenyum sinis pada Cik Yuniar.
"Mengusir para ulama dari tanah Sumatra bukanlah hal yang mudah. Masih ada Sultan Iskandar dan tentunya Panglima Zubair. Kamu tau sendiri kan, Panglima itu memiliki seribu nyawa." Senopati Ganjar mengakhiri kalimatnya penuh penekanan. "Dan dia pasti akan terus melindungi para Kiyai itu," ingit Senopati Ganjar.
"Tapi anda sudah berjanji kepadaku, akan membantu suku kantil hitam untuk mengusir para penyebar agama Islam itu!" Cik Yusniar menaikan nada suaranya.
"Aku tau Cik Yus, hanya saja mengusir ulama akan terasa sulit jika masih ada Panglima Zubair dan Sultan Iskandar," debat Senopati Ganjar.
"Cih ... Jangan bermain-main dengan suku kantil kamu, Senopati!" Cik Yuniar mengacungkan jari telunjuknya ke arah Senopati Ganjar.
Wajah Senopati Ganjar berubah pucat. Ia teringat dengan sebuah kepercayaan bahwa anak dari suku kantil bukanlah orang sembarangan. Melainkan manusia setengah iblis yang bisa berubah wujud kapan saja.
"Tenang Cik Yus! Tenang! Saya pasti akan membantu Cik Yusniar. Tapi setidaknya berikan saya waktu! Karena saya masih memiliki sebuah rencana lagi untuk para penyebar agama itu agar pergi dari tanah pesisir." Senopati Ganjar berusaha meyakinkan Cik Yusniar.
Cik Yusniar menjatuhkan tatapan tajam kepada Senopati Ganjar. "Baiklah, aku akan memberikan kamu waktu, Senopati. Tapi jika kamu tidak menepati janji kamu, maka jangan salahkan aku jika aku akan membunuhmu!" ancam Cik Yuniar penuh penekanan.
Wanita dengan wajah sinis itu memutar tubuhnya meninggalkan Senopati Ganjar yang terlihat takut oleh ancaman putri dari suku kantil.
"Sialan! Harusnya aku tidak bekerja sama dengan wanita iblis itu," umpat Senopati Ganjar kesal.
***
Senopati Ganjar memacu kudanya menembus gelapnya hutan belantara. Menuju markas para pemberontak.
Lelaki itu turun dari atas kuda saat tiba di sebuah gubuk yang terletak di tengah hutan perbatasan kerajaan Sultan Iskandar.
"Senopati!" Beberapa orang terbangun saat mendengar suara derit pintu yang terbuka. Lelaki yang menutup wajahnya dengan kain penutup itu perlahan membukanya.
"Dimana Sinyo?" sergah Senopati Ganjar dengan wajah meradang.
Lelaki yang berada di markas itu terlihat gugup. Mereka saling memandang satu sama lain. Bibirnya terkunci tidak dapat memberikan jawaban kepada Senopati Ganjar.
"Cepat katakan!" sentak Senopati Ganjar menaikkan nada suaranya. Sorot matanya tajam pada penghuni markas yang bergidik ngeri.
"Tuan Sinyo, dia sedang ...!" Pria yang berada di hadapan Senopati Ganjar gugup untuk mengeluarkan kalimat yang berada di benaknya.
"Cepat katakan!" sentak Senopati Ganjar dengan wajah merah padam.
"Dia sedang berada di tempat hiburan, Senopati!"
Urat pelipis Senopati Ganjar seketika menegang. Lelaki itu mengenakan kembali penutup pada wajahnya lalu meninggalkan markas pemberontak.
***
Beberapa wanita yang mengenakan baju sedikit terbuka itu berusaha untuk menggoda Senopati Ganjar yang baru datang. Namun, pria itu sama sekali tidak tertarik. Tatapannya beredar ke sekeliling mencari keberadaan Sinyo. Pria yang sedang asyik bercumbu dengan seorang gadis itu menghentikan pencarian Senopati Ganjar.
"Aku tidak membayarmu untuk bermain-main dengan gadis kecil seperti itu!" ucap Senopati Ganjar pada Sinyo yang sama sekali tidak menyadari kedatangannya.
"Siapa kamu?" Sinyo yang sedikit mabuk menoleh ke belakang punggungnya.
"Sudahi permainanmu atau aku akan mengakhiri hidupmu saat ini juga!" sentak Senopati Ganjar menampakan seringainya.
Sinyo sepertinya tidak menyadari jika yang berada di balik penutup wajah itu adalah Senopati Ganjar.
"Senopati, apakah itu kamu?" cetus Sinyo terkesiap. Seorang gadis yang membersamai Sinyo berhambur ketakutan mendengar suara Senopati Ganjar yang mengema.
****
Bersambung ...