Unduh Aplikasi
50% Misteri Sinden Pasar Rebo / Chapter 12: KEKHAWATIRAN MBAK TINA

Bab 12: KEKHAWATIRAN MBAK TINA

"Mengapa kamu lama sekali datangnya? Aku dari tadi sibuk menunggu kamu!"

"Mohon maaf Mbak, tapi aku baru saja mengantar Karsih ke alun-alun kota bersama Lintang putrinya. Bukankah aku tadi sudah memberikan kabar kepada Mbak Tina bahwa Karsih bersedia untuk tampil malam ini."

"Aku sudah membaca pesan yang kamu sampaikan tadi, tapi bagaimanapun juga tetap saja aku resah, aku khawatir, Karsih kelelahan nanti."

"Aku juga mengkhawatirkan keadaan Karsih Mbak, tapi bagaimana lagi, dia sendiri merasa sanggup dan bisa. Permasalahannya adalah dia sudah terlanjur berjanji kepada Lintang untuk membawa anak kecil itu berjalan-jalan ke alun-alun kota. Alhasil, aku harus mengantarkannya terlebih dahulu."

"Jadi, sudah diantarkan?"

"Sudah Mbak. Baru saja aku mengantar Karsih pulang!"

"Syukurlah kalau begitu. Dia akan datang kemari jam berapa katanya?"

"Yang pasti jam lima sore dia sudah ada di rumah Mbak Tina, begitu tadi janjinya."

"Baiklah kalau begitu. Aku persiapkan dulu semuanya. Jangan lupa, kamu kabarkan kepada teman-teman yang lain untuk persiapan sejak dari sekarang. Semuanya harus dicek suaranya, kondisi alat musik, semuanya harus benar-benar sempurna karena kali ini Pak Broto membayar dua kali lipat dari harga sewa biasanya."

"Gila bener ya, Mbak,!"

"Apakah Pak Broto itu memang punya banyak uang sehingga dia sampai menyewa dengan harga dua kali lipat?"

"Itu namanya politik, Jar. Dia mengeluarkan uang dua juta rupiah untuk mendapatkan dua ratus juta, sudah lumrah seperti itu."

"Iya, aku sendiri tidak tahu, Mbak. Aku juga tidak pernah terlibat dalam urusan yang seperti itu. Merasa heran saja melihat Pak Broto."

"Menurut pengakuan Pak Broto, suara Karsih itu ada alunan mistisnya yang membuat banyak orang akhirnya terhipnotis. Itu yang kemudian membuat Pak Broto menjadi banyak menang taruhan."

"Yang aku takutkan, kalau semua warga desa yang terbiasa taruhan juga melakukan model yang sama seperti yang dilakukan oleh Pak Broto, apa jadinya Karsih nanti, Mbak?"

"Yang kamu bayangkan itu, betul juga, Jar. Itu juga yang saat ini terus mengganggu pikiranku. Kekhawatiran itu luar biasa besar, belum lagi kekhawatiranku pada sesama sinden yang mungkin saja memiliki iri hati terhadap Karsih."

"Kita harus pelan-pelan mengatakan hal itu kepada Karsih agar dia mawas diri!"

"Aku sudah pernah mengatakannya dan sepertinya Karsih masih ingat ucapanku saat itu."

"Tina... Tina... ," suara dari pintu depan menghambur begitu saja diantara dinding-dinding rumah yang kemudian tertangkap oleh gendang telinga Mbak Tina dan Fajar.

"Itu suara juragan Darsa, Mbak!"

"Iya, kamu benar. Untuk apa dia datang ke sini siang-siang begini?"

"Ada apa, Mas?" tanya Mbak Tina kepada juragan Darsa yang tampak tergopoh-gopoh.

"Apa benar hari ini orchestra kalian akan manggung di tempat Pak Broto?"

"Benar Mas, kenapa?"

"Apakah kamu sudah menyiapkan semua sesajennya?

"Sudah Mas, semua sudah aku siapkan sejak dari semalam."

"Syukurlah kalau begitu. Aku merasa ketakutan tadi, kalau kalau kamu lupa atau menyepelekannya."

"Tidak, Mas. Aku tidak akan mungkin melakukan hal itu."

"Bagaimana dengan penyanyi barumu itu? Apa dia sudah siap untuk beraksi malam ini? Sepertinya, undangan Pak Broto ini memang dikhususkan untuk sinden baru itu. Setidaknya itu yang aku tangkap saat dia berbincang-bincang ke rumahku tadi malam."

"Apakah Pak Broto ke rumah, Mas Darsa?"

"Iya, semalam dia datang ke rumah dan menceritakan bahwa dia akan menyewa orkestra kita malam ini."

"Lalu, pendapat Mbak Yun bagaimana?"

"Sudah, kamu tidak usah mempedulikan pendapat Mbak Yun, biarkan saja dia dengan ceritanya dan kesibukannya, yang terpenting adalah kamu konsentrasi kepada orkestra ini. Tetap bekerja dan cari uang yang banyak karena hanya dengan uang yang banyak kita bisa dihargai oleh warga kampung," begitu juragan Darsa berbicara kepada istrinya yaitu Mbak Tina.

Mbak Tina hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh juragan Darsa tanpa melawan. Saat ini pikirannya sedang terbang pada Karsih. Bintang yang digadang-gadang akan tampil malam ini. Entah mengapa, ada kekhawatiran di hati Mbak Tina tentang kesehatan Karsih.

Kalau Karsih tiba-tiba tumbang, maka kerugian sangat besar akan ditanggung oleh orkestranya. Tetapi tidak manusiawi juga jika terus-menerus harus menyuruh Karsih bernyanyi hanya demi keuntungan besar yang akan dia dapatkan.

Pikiran Mbak Tina berputar-putar antara setuju dengan tidak, antara menerima atau menolak.

Hari ini dia mau tampil karena Pak Broto yang menyewanya. Jika yang menyewa adalah orang lain maka pasti Mbak Tina akan dengan segera menolak karena dia sangat tahu betapa letihnya Karsih hari ini.

"Kamu sedang memikirkan apa? Sepertinya, aku berbicara kamu tidak menghiraukan!"

"Aku sudah menghiraukan semua yang kamu ucapkan, Mas. Saat ini aku harus siap-siap supaya semuanya bisa tampil dengan sempurna. Kalau kita berbincang-bincang terus, kapan aku bisa bersiap-siap?" kata Mbak Tina kepada juragan Darsa suaminya.

'Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu. Jangan lupa, sesajennya harus lengkap, supaya tidak terjadi apa-apa," pesan juragan Darsa kepada Mbak Tina dan Mbak Tina pun mengiyakan apa yang disampaikan oleh suaminya.

Sampai hari ini, sesajen menjadi erat dengan orkestra yang akan tampil, seperti sebuah ikatan yang tidak bisa dipisahkan.

"Dulu, Mbak Tina tidak mempercayai hal itu. Namun suatu hari pernah dia mencoba tampil tanpa menggunakan sesajen, tiba-tiba tiang penyangga jatuh begitu saja, tanpa ada hujan dan angin. Sejak saat itu percaya ataupun tidak, Mbak Tina berusaha melakukan ritual yang sudah diajarkan oleh juragan Darsa padahal jelas hal itu tidak ada di dalam agama."

Juragan Darsa kemudian pulang meninggalkan rumah Mbak Tina. Dia akan janji datang ke tempat Pak Broto nanti saat orkestra milik Mbak Tina itu tampil di sana. Mbak Tina mengantarkan suaminya sampai pintu depan.

Mbak Tina kembali masuk ke dalam rumah sembari menuju tempat anak buahnya mempersiapkan peralatan yang akan dipasang di rumah Pak Broto. Semuanya memang serba mendadak karena undangan dari Pak Broto juga disampaikan secara mendadak.

"Bagaimana? Apakah kalian sudah siap?" tanya Mbak Tina kepada anak buahnya yang ada di sana.

Mereka tampak mengacungkan jempolnya pertanda bahwa persiapannya sudah maksimal dan siap untuk berangkat ke tempat Pak Broto.

Mbak Tina menarik nafas panjang, dia merasa sangat lega.

"Semuanya sudah siap ya, Jar?" tanya Mbak Tina kepada Fajar.

Fajar pun menganggukkan kepalanya, mengiyakan apa yang disampaikan oleh Mbak Tina.

"Berarti, kita hanya tinggal menunggu kedatangan Karsih. Semoga saja dia bisa datang tepat waktu. Entah mengapa aku menjadi gugup!"

"Mungkin karena semuanya serba mendadak, Mbak. Tidak usah terlalu dipikirkan, dijalani saja sambil kita berdoa, semoga semuanya aman dan baik-baik saja."

Mbak Tina menganggukkan kepalanya. Dia merasa sangat bahagia mempunyai orang kepercayaan seperti Fajar yang nyaris bisa menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

Sejak Fajar bergabung di orkestra miliknya, dia tidak lagi kesusahan menyampaikan pesan pesan berantai yang diperlukan untuk kebaikan penampilan orkestra miliknya itu.

Mbak Tina duduk diam di atas kursi sambil menanti kedatangan Karsih. Hatinya masih berdebar tidak berhenti memikirkan apakah Karsih akan sanggup melaksanakan tugas berat hari ini.


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C12
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk