Unduh Aplikasi
36.44% Lady Renee / Chapter 43: Teror Ivana 1

Bab 43: Teror Ivana 1

Setelah mengatakan hal yang sangat bersemangat itu, suasana di antara mereka berdua menjadi canggung karena Leo tidak membalas perkataan Renee, laki-laki itu hanya menatap tangan mereka yang saling menggenggam.

Renee berdehem dengan pelan, ia mundur dan mengambil handuk basah di lantai, memasukkan kembali ke dalam ember.

"Apa kau ingin aku ... mengambilkan pakaian ganti?" tanya Renee dengan hati-hati, tidak ingin Leo tersinggung.

Leo menatap pakaiannya yang ternoda di mana-mana, belum lagi ada yang robek.

"Aku akan melakukannya sendiri."

Renee tersenyum kaku, lalu mengangguk dan pergi ke ruangan lain. Leo menarik napas dan mengepalkan kedua tangannya, sisa kehangatan dari tangan Renee masih terasa di sana.

Laki-laki itu memejamkan mata, keningnya berkerut dalam. Hingga beberapa saat kemudian ia berdiri menuju ke arah yang berlawanan.

Di ruangan lain, Renee yang bersandar di sofa, entah sudah berapa lama ia terkantuk-kantuk, tiba-tiba saja ia merasakan bahunya diguncang oleh seseorang, wanita itu terbangun dan menemukan Bella menggoyang botol berisi air di depan wajahnya.

"Akhirnya kau bangun," katanya dengan santai, ia terlihat lebih segar daripada sebelumnya, rambut pendeknya itu basah berkilauan tertimpa sinar matahari. "Aku hampir berpikir untuk menyiram air ke wajahmu."

"Aku hanya tertidur seben …." Renee melihat keluar jendela dan tertegun. "Bagaimana bisa sudah sore?"

"Kau tidur seharian penuh." Bella berbalik dan mengambil keranjang berisi makanan. "Makanlah, hanya kau satu-satunya orang yang belum makan."

"Aku pikir aku hanya tidur sebentar." Renee menegakkan tubuhnya, bahu dan punggungnya terasa sakit karena terlalu lama tidur dalam keadaan duduk. "Apa tidak ada yang membangunkanku?"

"Kami sudah membangunkanmu bergantian." Dylan datang sambil membawa lentera, ia berjalan ke jendela dan menutupnya dengan gerakan yang cepat, tidak lama kemudian Leo datang. "Tapi kau tidur seperti orang mati."

Renee menekan bahunya yang sakit, ia yakin bekas sandaran kursi telah tercetak di belakang sana.

"Kami tidak bisa memindahkanmu, aku dan Leo memiliki luka di tangan." Dylan duduk di kursi lain, ia bersandar dan memandang lentera yang menyala. "Aku harap Ivana segera mati."

Bella mendengkus, bukan hanya Dylan yang menginginkan kematian Ivana, tapi seluruh orang di kota Dorthive juga menginginkannya.

"Apa yang terjadi di luar?" Renee membuka bungkus roti, aroma keju menguar di udara, tapi tidak ada satu pun yang tergerak, sepertinya mereka sudah kenyang.

"Sama seperti kemarin," sahut Dylan dengan helaan napas panjang. "Kini semua orang panik dan mengurung diri di rumah, aku melihat ada banyak pintu yang dipaku dari luar."

Bahkan rumah Duchess Celia pun diberi papan kayu yang saling menyilang di gerbangnya. Tidak peduli kaya atau miskin, semuanya memiliki ketakutan yang sama.

Mereka yang tidak tahan dengan kekacauan yang terjadi hanya bisa mengurung diri mereka di rumah dan tidak mencoba untuk keluar dari rumah sebisa mungkin di malam hari.

Pada intinya, dari hari ke hari, kota Dorthive semakin terpuruk. Jika keadaan ini terus berlanjut, bisa dipastikan kota mereka akan menjadi kota mati.

"Apa yang harus kita lakukan?"

Dylan menelan ludah, ia sudah memikirkan hal ini sepanjang perjalanan kembali nmenuju Mansion keluarga Emmanuel, ia tidak bisa menemukan solusinya selain mengalahkan Ivana.

Tapi Ivana menghilang bersama para monster.

"Leo, apa kau memikirkan sesuatu?" Bella melirik Leo yang diam, Renee sudah menghabiskan roti dan menggulung kertas di tangannya. "Kita tidak bisa seperti ini terus, kau tahu kan?"

Leo diam, ia dalam pikiran yang rumit. Belum sempat ia mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja pintu depan digedor kencang.

DOK … DOK …

"Marquis Leo! Ini aku!" Seseorang berteriak dengan suara bergetar, suaranya terdengar familiar. "Ini Celia! Tolong aku!"

Dylan dan Bella saling pandang, mereka lalu berjalan menuju pintu.

"Kumohon, tolong aku!" Celia kembali menggedor pintu, suaranya serak seakan tengah menangis dalam waktu yang lama. "Aku takut, aku tidak ingat apa yang terjadi, tiba-tiba saja aku terbangun di jalanan!"

Bella menatap Leo, laki-laki itu tidak terlihat ingin merespon dengan tangisan sang Duchess di luar, Dylan mengangguk dan mereka membuka pintu sedikit, menghalangi cahaya matahari dengan tubuhnya.

Renee terpaku.

Ia ingat kalau Duchess Celia memiliki penampilan yang luar biasa, ia cantik, lemah lembut dan menawan. Tapi yang sekarang ia lihat, wanita itu memiliki gaun yang robek, rambut yang kotor dan luka goresan di mana-mana.

"Aku …." Celia terhuyung, ia jatuh ke lantai. Bella buru-buru menopangnya untuk berdiri, masuk ke dalam. "Maaf, aku merasa lemas."

Celia menatap Leo yang duduk di kursi, ia mengulas senyum dan melangkah dengan pelan.

"Apa kau baik-baik saja?" Leo melirik Celia sekilas, wajahnya tidak menunjukan bahwa ia senang dengan kedatangan wanita itu.

Renee merasa sedikit tidak nyaman di hatinya.

"Tidak, aku takut." Celia menarik napas dalam-dalam dan berusaha tersenyum pada Leo. "Untungnya aku terbangun tidak jauh dari Mansion ini, jadi aku hanya bisa berlari menemuimu."

"Begitu …." Leo mengetukkan jari-jemarinya di atas meja, kemudian ia menyentuh pedang yang tergeletak di bawah, mata hitamnya itu meredup.

Renee merasa Leo akan melakukan sesuatu, ia berdehem pelan.

"Apa Duchess sudah makan sesuatu?"

"Hah? Oh, aku tidak terpikir." Celia tersipu malu, ia menatap Bella dan Dylan secara bergantian, menutupi perutnya. "Begitu aku bangun, aku hanya memikirkan untuk kemari."

Leo tidak bergerak, Dylan menutup pintu rapat-rapat seperti semula sehingga ia tidak terlibat percakapan.

Bella melipat tangannya di depan dada, ia bersandar di dinding dan mendengkus.

"Duchess Celia, rasanya kau tidak pernah pergi ke bangunan belakang Mansion Emmanuel. Kenapa kau bisa tahu kami ada di sini?"

Celia yang duduk di depan Leo menegang, kedua tangannya terkepal erat sambil memegangi ujung gaunnya.

"Bella, apa yang kau katakan?" tanya Celia dengan gugup, matanya berkaca-kaca dan menampilkan wajah yang memelas.

Bella terkekeh mendengarnya.

"Yang kenal aku hanya ada empat orang," katanya dengan suara lirih, Renee mulai merasakan ada yang salah dan ia mundur. "Yang pertama, Leo. Yang kedua Dylan, yang ketiga Renee dan yang keempat … adalah Ivana."

BRAKH!

Bella menerjang Celia hingga ia terjatuh dari kursi kayu, Dylan yang melihat kehebohan itu menarik napas, tidak menyangka mereka tidak punya waktu untuk tenang sebentar saja.

"Hanya ada dua kemungkinan, pertama kau adalah Ivana atau yang kedua kau adalah orang Ivana."

Leo berdiri menatap wajah Celia yang mengelupas dan wanita itu terkekeh pelan, matanya berubah menjadi merah dan melotot, ia tertawa. Bella menindihkan dengan kursi, merasa jengkel.

"Leo … Renee …." Mata wanita itu melirik Leo dan Renee secara bergantian, ia meyeringai. "Tunggulah ... kejutan besar dari kami!"


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C43
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk