Unduh Aplikasi
95.65% Awakening - Sixth Sense / Chapter 66: Awakening

Bab 66: Awakening

"Apa kau sudah puas mengocehnya?"

Makhluk itu seketika diam sejenak karena terkejut mendengar ucapanku.

"HAHAHAHAHA!!!"

"Sangat menarik… aku tak tahu datangnya dari mana asal kepercayaan dirimu itu." ucap makhluk itu dengan senyum menyeringai.

Makhluk itu mulai menggerakkan tangannya menuju leherku, seakan-akan ingin mencekiknya. Tetapi saat cengkeraman tangannya hanya berjarak beberapa senti dari leherku…

"ARGGGHHHH!!!"

Tiba-tiba makhluk itu berteriak kesakitan, sebab entah kenapa tangannya bisa terbakar dengan sendirinya. Dia spontan bergerak menjauh dari posisiku.

"Apa yang telah kau lakukan?" tanya makhluk itu seraya berteriak.

Mendengar pertanyaan itu membuatku bingung sebab aku juga tak tahu kenapa hal itu bisa terjadi.

Melihat diriku yang selalu tak menanggapi ucapannya, makhluk itu tampak mulai serius. Dia mulai mengepakkan kedua sayapnya dengan cepat. Dari keempat sayapnya itu, muncul banyak kelelawar kecil dengan mata merah yang bergerak menuju ke arahku.

Tiba-tiba aku mendengar suara bisikan di batinku.

"Gembala geni."

Di saat gerombolan kelelawar yang sudah menyerupai wabah itu sudah mengepungku, tiba-tiba muncul api di sekelilingku yang seketika membakar semua kelelawar itu sampai hangus menjadi abu dalam sekejap mata.

"Sejak kapan kau punya ajian itu?" tanya makhluk itu dengan panik.

Setelah mendengar bisikan di batinku, aku bisa merasakan ada energi panas yang mengalir di sekujur tubuhku. Energi merah membara itu memancar dan melindungi seluruh tubuh astralku. Aku sadar, bahwa energi yang muncul ini adalah energi yang bersifat keras dan panas.

"Kenapa? Apa kau menjadi takut sekarang?" tanyaku balik lalu perlahan berjalan mendekati posisinya.

"Berhenti… jangan mendekat… atau aku akan menghabisi pengikutmu." ucap makhluk itu mengancamku.

"Hentikan omong kosongmu… aku sudah muak akan tipuanmu." balasku sambil melanjutkan langkahku.

"Apa kau mau melihat wanita bercadar hitam itu mati?" ancam makhluk itu.

Langkahku terhenti seketika.

"Aku tak akan mengampunimu jika kau mencoba berbohong lagi." ucapku.

"Aku tak pernah berbohong… aku hanya memperdaya saja." balasnya.

"Tak usah banyak omong… cepat bawa dan lepaskan dia sekarang juga." perintahku.

"Aku akan membawanya… tapi kau harus berjanji dulu…" ucap makhluk itu.

"Untuk apa?" tanyaku.

"Kau tak akan menyerangku lagi dan urusan kita berakhir sampai disini saja." jawab makhluk itu.

"Kau pikir aku bodoh? Bawa dia ke sini dulu… agar aku bisa memastikan benar atau tidaknya ucapanmu." balasku dingin.

"Baiklah…" ucap makhluk itu menyerah.

Beberapa saat kemudian, muncul sinar yang membentuk sebuah portal di belakang makhluk itu. Muncul sosok menyerupai algojo yang membawa Lala keluar dari portal itu.

"Apa maksudnya ini…" ucapku dengan nada dingin.

"…." Sementara makhluk itu diam membisu dan tampak ragu untuk membalas ucapanku.

"APA KAU MAU MATI!!!"

Makhluk itu spontan mundur beberapa langkah karena mendengar teriakanku. Teriakanku itu diiringi dengan api yang muncul dari tubuhku dan membakar area sekitarku.

"Semuanya sudah terlanjur… sebab aku tak pernah menyangka kalau kau akan bisa mengalahkanku." ucapnya pelan.

"Terlanjur? Seharusnya aku juga terlanjur membunuhmu tadinya." bentakku.

Melihat kondisi Lala membuatku tak bisa lagi membendung amarahku. Saat itu dia tak mengenakan sehelai benang di tubuhnya, hanya ada sebuah rantai yang mengikat lehernya… dan yang paling membuatku marah adalah kondisi sekujur tubuhnya yang penuh dengan bekas luka.

"Kau masih ingin selamat setelah melakukan semua itu kepada temanku?" tanyaku dengan nada sarkas.

Seraya bergerak mundur menjauhi posisiku, makhluk itu mengancamku dengan menyandera Lala.

"Ini adalah cara kami… aku tidak akan membantahnya… sebab di alam kami, yang berlaku adalah hukum rimba. Hanya yang terkuatlah yang berhak berkuasa dan memutuskan."

"Jadi sekarang tergantung pilihanmu, apa kau memilih temanmu ikut mati bersamaku… atau kita sudahi saja semua ini." ucap makhluk itu.

"…." Aku diam sejenak, aku berusaha berpikir bagaimana caranya membalas perbuatan mereka terhadap Lala.

"Supaya adil… kau harus menahan seranganku sebanyak jumlah luka dari temanku." ucapku.

"HAHAHAHAHA!!!"

"Itu sama saja dengan kau memintaku untuk mati secara terang-terangan." ucap makhluk itu sambil tertawa terbahak-bahak.

"Apa kau yakin?" tanyaku seraya menatapnya dengan tajam.

"Sebab, jika kau menolak… aku tak akan membinasakanmu… aku hanya akan menyiksamu… aku akan menolak, bahkan jika kau mengemis untuk dibunuh sekalipun." ancamku dengan serius.

"Apa kau tidak melihat keadaan tubuh fisikmu? Mungkin sebelum menyiksaku… kau akan tewas terlebih dahulu." ucap makhluk itu.

"…." Aku diam tak membalas ucapannya. Aku hanya menatapnya dengan tajam sambil memfokuskan energiku pada satu titik, yaitu kepalan tanganku.

Melihat gelagatku yang tampak tak main-main, ditambah lagi dengan ucapan dan tatapan tajamku berhasil membuat makhluk itu menjadi ketir. Di sisi lain, sebenarnya aku juga serius dan akan bertindak sesuai ucapanku.

"Baiklah… kau boleh menyerang… tapi hanya satu serangan saja…." ucap makhluk itu dengan ragu.

"Lima…" ucapku dengan tujuan untuk menghabisinya.

"Dua…" balasnya.

Aku tak menyangka, ini akan menjadi ajang tawar menawar.

"Empat…" tawarku lagi.

"Dua…" ucapnya dengan bersikeras.

"Empat…" ucapku tak mau kalah.

"Tiga… itu penawaran terakhirku, jika kau tak mau… aku akan mati dengan membawa temanmu." ancamnya.

"Baiklah… cepat lepaskan dia sekarang." ucapku seraya menunjuk Lala.

"Ingat janjimu…" balas makhluk itu lalu melepaskan rantai yang mengikat Lala.

Aku tidak menghiraukan ucapannya, aku lebih berfokus memeriksa kondisi Lala.

"Kembali dan pulihkanlah dirimu…" ucapku pelan.

"Maaf tuan…" balas Lala sambil menunduk.

"Jangan meminta maaf… ini bukan salahmu. Fokuslah untuk pulih… biarkan aku yang membalas perbuatan mereka." ucapku.

Lala mengangguk lemah lalu pergi memasuki portal yang muncul di sampingnya.

Perhatianku mulai tertuju pada kelelawar yang sudah memanggil para pasukannya. Pasukan yang terdiri dari berbagai banyak jenis.

Mulai dari kelelawar yang memiliki tampilan mirip dengannya, tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Lalu sosok-sosok dengan penampilan muka dan bagian tubuh hancur, hingga para demit-demit mainstream seperti kunti,pocong, dan genderuwo lengkap bergerombol serta membentuk barisan pertahanan.

Sedangkan Jatuhu, si sosok kelelawar raksasa itu berlindung pada posisi paling belakang. Sepertinya dia sudah merencanakan ini sejak tadi. Aku juga tidak menyangka kalau dia masih memiliki sisa pasukan sebanyak ini.

"Apa kau sudah siap?" tanyaku.

"Mulai saja." teriak makhluk itu.

Aku mulai menghiraukan semua suara… baik itu suara dari pikiranku sendiri ataupun suara dari sekitarku, sampai keheningan perlahan menyatu dengan diriku.

"Mata diganti dengan mata… gigi diganti dengan gigi…"

"Kalian yang tidak berurusan denganku… pergilah dari hadapanku sekarang juga…"

"…." hampir semua makhluk itu menjadi tampak bingung dan ragu.

"Jangan dengarkan dia… atau kalian akan kuhabisi setelah semua ini selesai." teriak Jatuhu.

Makhluk-makhluk itu pun memasang ekspresi yang berbeda-beda. Ada yang masih tampak ragu dan ada pula yang menjadi yakin untuk tetap menuruti perintah pemimpinnya.

Melihat itu… aku mulai menengadah ke langit seraya berucap…

"Langit yang kupandang dan bumi yang kupijak akan menjadi saksi."

"Dimulai dengan kedua mataku ini… aku akan membakar mereka yang membela kejahatan."

Aku mulai merasakan energi dari sekelilingku mengalir deras masuk ke tubuhku, dimulai dari kaki naik hingga ke ubun-ubunku.

"Bagi kalian yang masih tetap bersikeras menolak… tataplah mataku…" ucapku lalu memposisikan tatapanku lurus ke arah gerombolan mereka.

Mendengar ucapanku, makhluk-makhluk itu secara spontan menatap mataku. Beberapa saat kemudian, masih tak terjadi apapun kepada mereka. Menyadari itu membuat para makhluk yang masih setia dengan Jatuhu berteriak dan tertawa terbahak-bahak.

"Ternyata kemampuan manusia itu tidak sehebat ucapannya."

"Dasar manusia bodoh!!! HAHAHA…"

"Sial… aku tertipu dengan gertakan manusia itu… HAHAHA!!!"

"Aneh… kenapa raja kita takut dengan manusia seperti dia?"

"Lebih baik kita habisi saja dia sekarang…"

"Kita harus menunggu perintah dari raja dulu…"

Makhluk-makhluk yang tadinya ragu pun mulai berani mengoceh dan berteriak dengan suara kerasnya, tapi aku tak memperdulikan ucapan para makhluk itu… lalu aku hanya berucap sebuah kata dengan suara pelan…

"Aktif…"

Makhluk-makhluk yang menatap dan menertawanku seketika terbakar menjadi abu. Walau jumlah mereka sangat banyak, api yang menelan mereka bahkan bisa membakar jauh lebih cepat dari api yang membakar para kelelawar sebelumnya. Tawa dan teriakan mereka langsung hilang dalam sekejap mata, hanya menyisakan sebuah keheningan.

Tetapi sayangnya, Jatuhu tidak seperti para pasukannya, dia malah bertindak waspada dengan memejamkan kedua matanya. Berkat kewaspadaannya itu, hanya dia lah sosok yang masih bertahan hidup.

"Serangan kedua…" ucapku pelan seraya mengepalkan tangan kananku.

Jatuhu dengan cepat menutup seluruh tubuhnya dengan keempat sayapnya.

Dengan sekuat tenaga, kulayangkan pukulan energi api ke arahnya.

"AAARRRGGHHHHHH!!!"

Jatuhu menjerit dengan kondisi sayap yang terbakar. Sebelum apinya menyebar ke seluruh tubuhnya, dengan cepat dia mencabut keempat sayapnya itu sambil menjerit kesakitan.

Figurnya yang awalnya tampak mengintimidasi seketika berubah menjadi menyedihkan. Bekas luka dari sayapnya yang dicopot itu masih tampak meneteskan banyak darah.

"Serangan terakhir…" ucapku.

Tubuhku mulai bergerak secara otomatis, dimulai dari gerakan melipat kedua telapak tanganku lalu memposisikannya di depan dadaku. Lalu perlahan kedua tanganku bergerak membentuk sebuah mudra. Aku terkejut seketika, sebab energi yang ada di dalam tubuhku rasanya seperti ingin meledak.

Tanpa berlama-lama, aku langsung menghempaskan energi liar itu lewat kedua telapak tanganku menuju arah Jatuhu. Aku agak panik, sebab energi yang kurasakan itu jauh berkali-kali lipat lebih kuat dari sebelumnya. Aku tak tahu apa yang akan terjadi pada tubuh astralku, apabila menampung energi itu dengan lama. Jadi aku spontan melepaskannya tanpa adanya persiapan yang matang.

Di sisi lain, Jatuhu mencoba menahan seranganku dengan menggunakan kedua cakarnya. Tapi apadaya, dia seketika terpelanting jauh dengan kondisi kedua cakar yang terbakar pula. Tanpa pikir panjang, agar api dari cakarnya tak menyebar, dia langsung menggigit satu persatu cakarnya hingga terputus dan terlepas dari tubuhnya. Bahkan dengan respon secepat itu, masih tampak bekas luka bakar disekujur tubuhnya. Jika telat sedikit saja, mungkin bukan cakarnya saja yang berubah menjadi abu… tetapi seluruh tubuhnya.

"Kita sudah impas… urusan kita sudah berakhir… jadi jangan lupa akan janjimu dan jangan mengusikku lagi." ucapnya dengan tatapan dendam seraya menahan rasa sakit lalu beberapa saat kemudian dia pergi memasuki portal yang muncul secara tiba-tiba.

Akhirnya aku pun bisa bernafas dengan lega sebab pertarungan itu telah berakhir. Aku pun tersadar, bahwa tubuh fisikku masih dalam kecelakaan. Baru saja menyadari itu, penglihatanku langsung berubah menjadi gelap gulita dan kesadaranku perlahan melemah hingga pada akhirnya menghilang.

Tak tahu sudah berapa lama aku tak sadarkan diri… saat pertama kali aku membuka kedua mataku yang terpejam… yang ada di pandangan kaburku adalah langit-langit dan pencahayaan berwarna putih. Saat aku mencoba menggerakkan tubuhku, badanku terasa kaku dan berat seperti batu. Saat aku ingin berbicara, mulutku berat dan tak bisa mengeluarkan suara.

Walau samar-samar, perlahan aku bisa mendengarkan suara seorang wanita. Hingga beberapa saat kemudian, di pandangan mataku yang masih kabur, tampak dua wajah yang sepertinya tak asing di dalam pandanganku. Mereka berdua sibuk melambai-lambaikan telapak tangannya di depan mataku seraya memanggil namaku.

"Rama…."

"Ram…."

Seiring mereka berdua sibuk memanggil namaku… perlahan aku mulai bisa mengenali suara dari mereka berdua. Begitu juga pandangan mataku yang akhirnya mulai mengenali wajah mereka berdua… yang tak lain dan tak bukan adalah Steven dan Melissa.

Bersambung…


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C66
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk