Unduh Aplikasi
71.01% Awakening - Sixth Sense / Chapter 49: Eksperimen

Bab 49: Eksperimen

Hari demi hari berlalu, hingga tak terasa Melissa telah menetap satu minggu dikost-anku. Selama satu minggu itu, aku dan Melissa pergi bersama-sama mencari kerjaan part time yang cocok bagi Melissa.

Setelah mencari berhari-hari, dan ditolak diberbagai tempat. Untungnya, Melissa diterima bekerja part time di sebuah cafe yang tak jauh dari lokasi kampus dan kostku.

Dengan diterimanya dia bekerja disana, aku bisa merasa sedikit lebih lega. Setidaknya dia bisa meringankan beban finansialnya sementara. Walau sebenarnya masih banyak masalah lainnya yang masih membutuhkan uang. Aku hanya bisa berharap, agar Melissa dapat melalui semua cobaan ini dengan tegar.

10.30 - David : Kemarin malam, Dipa sama Yudha abis bikin rusuh di club.

10.32 - Rama : Alasannya mereka bikin rusuh?

10.35 - David : Kata temen gw, mereka tiba-tiba marah sama meja sebelah. Tapi temen gw kurang tau penyebab masalahnya.

10.38 - Rama : Nanti malam, lo dateng ke tempat biasa, bareng sama temen lo. Ada yang mau gw omongin.

10.40 - David : Ok, nanti gw datang jam sembilan.

Setelah saling berbalas pesan dengan David, aku pun bersiap untuk melaksanakan rencana selanjutnya. Aku melangkah keluar dari kost, lalu pergi ke sebuah toko boneka.

Beberapa saat kemudian, setelah mencari-cari boneka yang menurutku cocok, akhirnya aku membeli beberapa boneka berwujud anak kecil yang memiliki rambut panjang. Usai membayarnya di kasir, aku bergegas pergi ke minimarket untuk membeli tepung terigu dan pewarna makanan disana.

Saat kembali ke kost-an, aku langsung mencoba untuk bereksperimen menggunakan bahan-bahan yang telah kubeli. Pertama-tama, aku pergi ke dapur dan mengambil panci yang tersimpan didalam lemari.

Kemudian aku mengambil gelas lalu mengisinya dengan air keran sampai memenuhi setengah gelas saja. Aku memasukkan air yang ada didalam gelas itu ke panci, lalu memasukkan satu sendok tepung terigu yang sudah kutakar sebelumnya. Usai itu, aku mengaduk-aduknya sampai tepungnya benar-benar larut dengan sendok makan.

Setelah larut, aku menyalakan kompor untuk memanaskannya. Lama kelamaan cairannya pun mulai mendidih, oleh karena itu aku langsung menurunkan panasnya ke tingkat yang lebih kecil.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, aku mematikan kompor dan mendinginkan cairan yang tampak kental itu. Aku mulai memasukkan pewarna makanan yang berwarna merah lalu mengaduknya sampai rata, lalu aku mengisi semua cairan itu ke wadah toples.

Aku tersenyum puas melihat hasil eksperimen yang ada didepan mataku. Sebab eksperimen pertamaku bisa dikatakan cukup berhasil, dengan adanya cairan berwarna merah yang menyerupai darah sungguhan.

Sudah cukup puas akan itu, aku pun melanjutkannya dengan membawa cairan itu ke dalam kamarku. Tapi sebelumnya aku membersihkan dapur terlebih dahulu untuk menghilangkan barang bukti yang dapat membuat orang yang melihatnya menjadi curiga.

Di dalam kamar, aku meletakkan dua boneka anak kecil itu dimeja. Kupandang wujudnya dalam-dalam. Makin kelamaan, aku merasa boneka itu tampak menjadi seram. Dengan mengemban rasa ngeri, aku pun meluapkan imajinasiku dengan mulai menghiasi boneka itu menggunakan cairan merah yang telah kuracik tadi.

Aku menggerakkan kuasku dengan tatapan yang serius. Dengan lenturnya, kugerakkan kuas itu pada bagian mulut, mata, dan pipi boneka itu. Kuperhatikan sejenak, tetapi aku masih belum merasa puas.

Aku pun melanjutkan menghias sekujur tubuh boneka itu dengan cairan itu. Ujung-ujungnya boneka itu sudah seperti seorang anak kecil yang bermandikan darah. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku sendiri, saat melihat hasilnya.

Padahal, sebelumnya aku sudah merasa pede dan merasa gayaku sudah mirip dengan seorang pelukis profesional. Tapi kenyataannya, aku sadar bahwa aku memang tak memiliki bakat dan jiwa seni didalam diriku.

"Saatnya finishing." ucapku dalam hati.

Aku mulai keluar dari kamarku dan berjalan menuju pintu kamar Steven. Pandanganku mulai tertuju kepada rak sepatu yang ada didepan kamarnya. Disana aku menemukan sebuah harta karun berupa sepasang kaos kaki putih kecoklat-coklatan yang sudah tampak usang.

Harta karun itu adalah bekas peninggalan Steven, pria yang kuberi julukan kaki busuk. Dia kuberi julukan itu karena, bau kakinya benar-benar sangat menyengat. Orang-orang mungkin akan pingsan seketika jika menghirupnya.

Selama ini, dia hanya menggunakan aroma kakinya untuk mengangguku. Jadi, sekarang aku tak mau menderita sendirian, aku akan berbagi penderitaan itu kepada orang-orang yang sedang beruntung.

Sambil menutup hidungku dengan salah satu tanganku, lalu perlahan-lahan kuangkat sepasang kaos kaki itu dengan tanganku yang satunya. Aku cepat-cepat pergi menuju kamarku dan memasukkan satu persatu kaos kaki itu ke dalam dua kotak kardus kecil yang berbeda.

Sebelumnya, aku sudah mengisi dua kotak kardus itu dengan boneka yang telah kuhias barusan. Kututup, dua kotak itu rapat-rapat, lalu meletakkannya dirak sepatu yang berada didepan kamar Steven.

Tak terasa hari sudah menjelang sore, biasanya Melissa akan pulang dari kerja part timenya pada jam lima sore. Biasanya jam setengah lima, aku sudah pergi ke lokasi cafe tempat dia bekerja, sekaligus hitung-hitung menghirup udara segar, sebab aku merasa jenuh berada dikost-an sendirian.

Sambil menunggu jam setengah lima, aku pun memutuskan untuk berbaring dan bersantai ria di kasurku. Aku hanya menghayal tentang rencana yang telah kususun didalam pikiranku. Berusaha untuk memastikan rencana yang kususun itu bisa sesuai dengan implementasinya di dunia nyata.

Hingga sesaat kemudian, alarmku berbunyi, tanda bahwa sekarang sudah jam setengah lima sore. Aku langsung menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhku lalu pergi berjalan dengan santai menuju cafe dimana Melissa bekerja.

Sesampainya disana, dari luar aku bisa melihat Melissa sedang sibuk melayani para pelanggan yang berlalu lalang. Tampak senyuman ramah yang terpampang diwajahnya setiap kali dia berbicara dengan para pelanggan.

Entah kenapa, memerhatikan figurnya dari jauh saja bisa membuatku merasa bahagia. Aku berpikir, mungkin ini karena aku sudah mendengar langsung kisah hidupnya yang sedih. Saat melihatnya bisa tersenyum dan tertawa, otomatis aku jadi bisa merasakan empati yang mendalam sebagai seorang teman.

"Udah lama Ram?" tanya Melissa sambil tersenyum.

"Nggak kok." jawabku pelan "Kerjanya udah kelar ya?" tanyaku balik.

"Iya nih, badan udah lumayan pegel-pegel." jawab Melissa sambil meregangkan tubuhnya.

"Cari makan dulu yuk, biar gak makin lemes." tawarku

"Ayuk..." balas Melissa dengan semangat.

Setelah menyusuri sepanjang jalan, akhirnya kami menemukan pedagang nasi uduk di pinggiran jalan.

"Kamu mau makan apa Mel?" tanyaku

"Hmmmm..." tampak Melissa masih sibuk melihat menu yang terpampang dikertas.

"Hari ini aku yang traktir deh." ucapku sambil tersenyum.

Melissa melirikku, "Dari kemarin kamu yang traktir mulu Ram, aku jadi ga enak." ucapnya pelan.

"Santai aja kali, entar kalo kamu udah kaya, bakal aku tagih deh traktirannya." ucapku bercanda.

"Berarti masih lama lagi dong." balas Melissa.

"Rezeki mah siapa yang tau Mel, bisa aja besok-besok lo dapat giveaway duit milyaran, hahaha." ucapku sambil tertawa.

"Ah, itu mah banyakan boongan Ram. Ujung-ujungnya itu bakal jadi ajang pembodohan. Kalo pun bener, pasti mereka dapat untung yang lebih banyak ketimbang giveawaynya. Lagian aku lebih milih kerja yang pasti-pasti aja sih." balas Melissa panjang lebar.

"Kok dibawa serius amat sih neng..." ucapku tersenyum sambil mengusap-usap rambutnya.

Melissa hanya diam sambil memejamkan matanya, layaknya sedang menikmati usapan demi usapan yang kuberikan.

"Nasi ayam bakarnya dua ya mas, es tehnya juga." ucapku pada pedagang nasi uduk.

"Ok siap mas." balasnya sambil tersenyum.

Melissa melirikku heran, "Kok kamu tau aku lagi pengen makan ayam bakar Ram?" tanya Melissa bingung.

"Kamu kan gak suka makan ikan Mel. Jadi aku tebak aja deh. Lagian pilihannya kan cuma dikit juga." ucapku, padahal sebenarnya aku sengaja memesan langsung agar dia tak memilih menu yang murah. Karena aku tau, dia pasti merasa tidak enak jika memesan sendiri.

"Kerjaannya gimana Mel? Nyaman gak?" tanyaku penasaran.

"Udah beberapa hari ini nyaman-nyaman aja sih Ram. Teman-teman sama atasan disana juga pada baik semua. Jadi aku gampang adaptasinya disana." jawab Melissa.

"Bagus deh Mel, semoga kedepannya makin lancar." ucapku.

Sesudah menyantap makanan sambil mengobrol santai disana, kami pun pulang kekost-an. Sesampainya dikost, aku langsung masuk ke kamar Steven lalu pergi mandi karena sudah merasa gerah. Selesai mandi, aku hanya rebahan sambil memainkan game di ponselku.

Aku juga tidak lupa akan janji yang kubuat dengan David malam ini. Saat waktu sudah jam sembilan malam, aku langsung mengetuk pintu kamar Melissa lalu mengatakan bahwa aku ingin pamit keluar sebentar. Tak lupa, aku mengeluarkan sepasang kaos kaki dari dua kotak kardus kecil itu, lalu menutupnya lagi dan kubawa pergi menuju lokasi.

Sekitar lima menit aku berjalan menuju lokasi, dari kejauhan aku bisa melihat David yang sedang berdiri dengan temannya disamping mobilnya. Temannya yang berperan sebagai mata-mata.

Sebenarnya dia adalah teman dari Dipa dan Yudha, tetapi dia lebih memilih uang yang ditawarkan oleh David ketimbang pertemanannya. Sungguh menyedihkan, ucapku dalam hati.

"Lo bawa apaan tuh?" tanya David kebingungan.

"Bawa hadiah buat Dipa sama Yudha." jawabku sambil tersenyum.

David menjadi semakin penasaran, "Boleh buka isinya gak?" tanya David.

Aku mengangguk lalu memberi dua kotak kardus itu kepada mereka berdua.

"B*ngsat!!!" teriak David kaget sambil menjatuhkan kardus itu. Begitu juga dengan temannya yang terkejut sampai-sampai matanya membelalak.

"Hahaha." aku hanya bisa tertawa melihat respon mereka yang histeris.

"Gila, lo mau nyantet mereka ya?" tanya David masih dengan ekspresi kagetnya.

Aku menggelengkan kepalaku, lalu menunjuknya dengan jari telunjukku. "Bukan gw. Tapi elo." ucapku jelas.

David mengernyitkan dahinya, "Ha??? Maksudnya gimana nih?" tanya David semakin bingung.

"Lo harus ngomong ke mereka, kalo lo pengen nyantet mereka." ucapku ke David.

"Gw kagak bisa nyantet orang woi." balas David "Apa gw harus bayar dukun buat nyantet mereka?" gumam David pelan.

"Ga perlu, tugas lo cuma buat ngegertak mereka aja. Yang paling penting, jangan sampai mereka punya alat bukti kalo lo ngancam mereka. Jadi, ngomongnya waktu sepi atau ga ada orang yang bisa jadi saksi." jawabku panjang lebar.

David mengangguk lalu lanjut bertanya "Terus boneka itu buat apaan?"

"Itu tugas temen lo." ucapku sambil melirik pria disamping David.

"Malam ini tugas lo ngirim boneka itu kerumah mereka. Nama mereka udah gw tulis dimasing-masing kotak, jadi jangan sampe salah kirim. Kalo bisa, lo ngirim paket itu agak maleman lagi, dan yang terpenting, identitas lo jangan sampe ketahuan." jelasku dengan serius.

"Tapi... Apa lo beneran mau nyantet mereka?" tanya David dengan ragu.

"Lo masih ga sadar sama kejadian kemarin?" tanyaku balik.

David menaikkan alis sebelahnya, "Kejadian yang mana?" tanya David bingung.

Aku tersenyum lalu mengucapkan satu kata, "Club."

Mata David membelalak seketika, "Jadi, itu gara-gara kiriman lo?" tanyanya dengan heran.

"Bisa jadi." gumamku samar-samar, "Yang penting lo lakuin sesuai apa yang gw omongin ya." ucapku serius.

David dan temannya mengangguk pelan, lalu menatapku was-was. Aku bisa melihat tersimpan rasa ngeri dalam bola mata mereka saat sedang menatapku. Sepertinya apa yang kulakukan itu berhasil menggoyahkan mental mereka.

"Gw balik dulu. Jangan lupa kabarin gw tentang perkembangannya." ucapku pamit.

"Iya..." balas David singkat.

Aku pun berbalik badan, lalu melangkah pulang dibawah pancaran sinar rembulan yang mengusir seonggok gelap pada malam itu.

Bersambung...


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C49
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk