"Huft."
Evan merebahkan tubuhnya di atas kursi miliknya, kepalanya menengadah memandang langit-langit ruang kerjanya yang begitu putih khas marmer. Hatinya terasa begitu tenang setelah beberapa menit menatap langit putih tersebut.
Pintu ruang tiba-tiba terbuka, terlihat seseorang masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Evan. Hal itu sontak membuat dirinya menjadi pusat perhatian Evan untuk beberapa menit awal.
"Ada apa?" tanya Evan, penasaran.
"Maaf, Tuan Presiden. Aku membawakan makanan dan minuman kesukaanmu atas perintah dari Tuan Benedict," balas pelayan wanita tersebut, masih berdiam diri di dekat pintu ruangan dengan wajah tertungkul takut.
"Benedict? Simpan saja di sana," pinta Evan, menunjuk meja kaca yang tersedia di ruangannya, tempat yang biasanya digunakan untuk mengobrol resmi dengan dua double sofa dan satu single sofa.