Abraham pun pergi dengan menutup pintu kamar paman Elliot. Dia takut paman Elliot datang dan memergokinya sedang memandang kekasih pangerannya.
Abraham merasa lega dan puas akan pelayanan tubuh Adaline yang meskipun hanya sepihak dan diam-diam tanpa Adaline tahu. Kini kegalauan bukannya menghilang, namun galau dan rasa berat hati semakin menggelayuti dadanya.
Dia kebingungan dengan perasaan apa yang masih mengganjal hatinya, bukankah dia sudah mendapat kenikmatan yang sama dengan yang dirasakan pangerannya? Bahkan dengan perempuan yang sama? Kenapa hati Abraham masih diserang kekalutan?! Ia benar-benar ingin berteriak antara marah, dendam, benci, dan mungkin cinta menjadi satu.
Bisa saja panah asmara telah menusuk tepat di dadanya. Dia telah jatuh cinta kepada putri Adaline dan ingin memilikinya. Abraham ingin segera keluar dari istana dan kini sedang berlari sekencang-kencangnya.