Unduh Aplikasi
14.59% A Boy and His Beloved Man(s) / Chapter 41: Mereka di sini

Bab 41: Mereka di sini

Kedua orang tua Reno yang sedang asik menonton TV, tentu kaget ketika melihat anak semata wayang mereka. Pak Jaka dan Ibu Rina saling tatap ketika Reno sudah memeluk mereka berdua, bingung kenapa anak mereka tiba-tiba saja ada di sini.

Dengan lembut dan penuh kasih sayang, mereka berdua membalas pelukan dari anak kesayangan mereka itu. Walau kaget dan juga bingung, tapi mereka senang karena bisa melihat Reno setelah sekian lama.

"Ke sini sama siapa Dek? Kok ndak kabar-kabari dulu kalau mau pulang?" tanya Ibu Rina dengan suaranya yang halus.

"Sendiri Bu, aku udah kangen banget sama Bapak sama Ibu" jawab Reno.

Ia tidak sepenuhnya berbohong, karena ia memang sangat rindu dengan kedua orang tuanya. Sekaligus juga untuk menghindari ketiga pria tampan yang tinggal bersamanya di Jakarta, terutama Arsyad.

"Kamu ke sini naik apa Dek? Kereta? Kan Bapak belum beliin kamu tiketnya" kini Pak Jaka yang bertanya.

"Aku ada uang tabungan kok Pak, jadi bisa pulang sendiri. Maaf kalo aku nggak ngasih kabar dulu" sahut Reno.

Remaja itu masih memeluk erat kedua orang tuanya, matanya masih berair karena suasana haru yang ia buat sendiri. Sama halnya dengan Pak Jaka dan Ibu Rina, mereka berdua masih memeluk Reno dan sesekali mengelus punggungnya.

Tangan Ibu Rina menarik perlahan tubuh Reno, lalu mencium kening anaknya dengan penuh rasa sayang. "Uwis mangan Dek? Ibu masak nasi uduk, telur dadar, tempe orek, sama sambel. Mau?" ucap Ibu Rina dengan senyum.

Bola mata Reno melebar, nasi uduk dan sambal buatan ibunya adalah makanan kesukaannya. Meski matanya masih berair, remaja itu mengangguk-angguk. "Mau Bu! Mau banget!" girang Reno.

Ibu Rina tersenyum kecil, lalu kembali mencium kening Reno. Tak lama wanita paruh baya itu berdiri, berjalan menuju ke dapur untuk mengambil sepiring nasi uduk lengkap dengan sambal dan juga pelengkapnya. Ia mengambil sambal sedikit lebih banyak, karena ia tau kalau anaknya itu suka sekali dengan sambal buatannya.

"Nih Dek. Hayuk makan, udah sore, perut ndak boleh kosong" ucap Ibu Rina sambil memberikan piring itu kepada Reno.

"Iya Bu, aku makan dulu" sahut Reno.

Setelah membaca doa dan ingin menyuap sesendok nasi, ekor matanya melihat sang ayah yang sedang melihat dirinya dengan penuh senyum. Sontak saja Reno tidak jadi memasukkan sendok itu ke mulutnya.

"Bapak sama Ibu udah makan? Kalo belum, ini makan bareng-bareng aja."

"Bapak sama Ibu sudah makan, kamu makan saja sampai kenyang. Anak kesayangan Bapak sama Ibu ndak boleh kelaparan."

Remaja itu mengangguk, menuruti perkataan sang ayah yang sangat disayanginya itu. Matanya terpejam ketika sesuap nasi uduk masuk ke dalam mulutnya, meresapi rasa nasi uduk yang khas dan tidak pernah berubah semenjak ia kecil.

Ada yang bilang kalau masakan seorang ibu adalah masakan paling enak, Reno pun berpikir demikian. Walau ibunya selalu memasak makanan sederhana, namun ia tidak pernah protes dan memakan apa saja yang dimasak oleh sang ibu. Bagi Reno masih bisa makan adalah rezeki, jadi ia selalu bersyukur selagi masih bisa makan.

Selesai makan, Reno mulai mengobrol dan banyak bercerita kepada kedua orang tuanya. Tentang kesehariannya, tentang bagaimana sekolahnya, tentang teman-teman di sekolahnya, dan masih banyak lagi.

Tak lupa juga ia bercerita tentang dirinya yang tinggal bersama dengan Danu dan kedua sahabatnya. Meski sekarang Reno sedang ada sedikit masalah, namun dirinya tidak pernah bohong kalau ia benar-benar senang tinggal dengan mereka bertiga.

Pukul 7 malam lewat, mereka bertiga sudah puas mengobrol diselingi dengan tawa kecil. Setelah mereka bertiga sholat berjamaah, Reno pamit ke kamarnya untuk istirahat sejenak karena tubuhnya lumayan lelah sehabis perjalanan dari Jakarta ke Bandung.

Senyuman lebar langsung terlihat di wajahnya, ketika ia sudah membuka pintu kamar dan melihat suasana kamar yang tidak berubah sedikitpun. Kakinya perlahan melangkah, berjalan ke arah jendela dan memanjat keluar dari jendela.

Reno tidak kabur dari jendela kamarnya, di luar jendela ini memang ada sedikit bagian untuk dirinya duduk bahkan tidur-tiduran. Ia sendiri menyebutnya sebagai balkon kamar, tempat dimana ia bisa menenangkan diri dan juga pikirannya dengan melihat pemandangan pegunungan dan juga sawah hijau yang luas. Menghabiskan waktu di balkon kamar, adalah hal yang paling disukainya.

Ketika Reno ingin tiduran sejenak di atas karpet yang baru digelar, ia menepuk keningnya sendiri karena kelupaan dengan hpnya yang masih berada di lantai bawah. Remaja itu bangkit, lalu berjalan menuju ke lantai bawah.

Baru saja Reno turun beberapa anak tangga, matanya langsung melihat ke arah pintu. Ia melihat kedua orang tuanya sedang menyambut tamu yang datang dengan senyum dan terlihat sangat senang, sementara Reno langsung memanyunkan bibirnya karena ia tidak suka dengan tamu yang datang.

"Sini duduk dulu Nak Arsyad, Nak Bayu, Nak Danu. Maaf kalau rumah Bapak masih begini-begini saja dari dulu" ucap Pak Jaka dengan ramah.

Mata Reno menyipit, ketika ia melihat ayahnya menyambut mereka dengan sangat baik. Namun setelahnya Reno kebingungan, ketika ia menyadari kalau ayahnya baru saja menyebut nama Arsyad. Karena setau Reno dan selama ia tinggal bersama mereka, ayahnya hanya tau Danu dan juga Bayu.

"Bapak kenal sama mereka?!" Suara Reno dengan nada yang agak tinggi, membuat mereka semua menengok ke arah dirinya.

Melihat keberadaan orang yang sudah dicari-carinya dari semalam, membuat ketiga pria yang baru datang itu bernapas lega. Dugaan mereka memang benar, ternyata Reno pulang ke rumahnya.

"Ren, Abang kira kamu-" ucap Arsyad terpotong.

"Abang ngapain di sini?!" tanya Reno sedikit kesal.

Tatapan Reno yang mengartikan kalau remaja itu tidak suka dengan keberadaan mereka, membuat hati mereka sedikit tergores, terutama Arsyad. Pria tampan itu merasa kalau Reno menjadi marah begini karena kejadian semalam, membuatnya merasa bersalah.

Pak Jaka dan Ibu Rina pun sedikit kaget, ketika mendengar nada suara dari Reno yang seperti itu. "Koh ngomonge kaya kuwe, le?" tanya Pak Jaka. Ia sengaja mengganti sebutan 'dek' menjadi 'le', yang menandakan kalau ia sedang serius berbicara dengan anak laki-lakinya.

Reno menelan ludahnya, ia sendiri tau kalau ayahnya serius jika sudah menyebut dirinya dengan sebutan 'le'. Namun Reno tidak terlalu mempedulikan itu sekarang.

"Bapak..." ucap Reno selembut mungkin. "Aku ke sini karena mau nenangin diri dan mau nenangin pikiran aku, bukan mau ketemu sama mereka."

Kemudian ia langsung melangkah lagi naik dan masuk ke kamarnya.

Seketika saja mereka semua saling tatap, terutama Pak Jaka dan Ibu Rina. Mereka bingung kenapa Reno bersikap seperti itu.

* * *


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C41
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk