Denting waktu terus berjalan, mentari kini berpindah menampakkan mega merah yang indah. Semilir angin mengantarkan pesan rindu pada sang Pencipta. Alunan Adzan berkumandang memanggil alam untuk kembali mengingat Yang Maha Kuasa.
Ardhan menuju mushola yang terletak di sebuah ruangan diujung rumah sakit. Kembali bersujud dihadapan Sang Khalik. Memohon dan memanjatkan doa untuk kedua orang tuanya, untuk keluarganya, untuk usahanya dan yang tak terlupa adalah untuk cintanya. Ardhan memasrahkan semuanya. Takdir, Allah yang menentukan, tetapi insannya harus tetap berusaha.
Jika Anaya adalah jodohnya, alam akan dengan sendirinya mengantarkan mereka berdua untuk kembali bersama merajut cinta yang belum selesai. Yang tentunya sesuai dengan ketentuan Allah.
Ardhan yakin. Jika ia berusaha, ia akan mendapat apa yang ia harapkan. Ya, Semoga saja. Ardhan bersandar di tembok mushola. Menatap langit-langit putih diatasnya.
Memikirkan yang terjadi bertahun-tahun lalu. Dan yang selalu terlintas dibenaknya adalah Anaya. Bukannya tak mau mencari wanita lain yang seperti tidak ada wanita lain saja. Tapi sungguh, hatinya pun masih menginginkan jika kisahnya bersama Anaya bisa kembali seperti dulu lagi. Ia menerawang masa lalu dan itu yang bertahun-tahun di pikirkannya.
*******
Flashback On
"Ardhan, Bisakah kau menikahiku?" ucap Anaya saat sepulang sekolah dulu di taman belakang sekolah. Ardhan terpaku, tersenyum kecut pada Anaya. Ia merasa kelu hendak menjawab pertanyaan Anaya.
"Iya Nay, kelak saat kita sudah selesai kuliah dan mempunyai pekerjaan masing-masing, semoga kita sampai pada tahap pernikahan yah?" jawab Ardhan yang mengira itu adalah gurauan Anaya.
Anaya menggeleng. Buliran air mata menetes dari pelupuk matanya.
"Aku serius, Dhan. Bawa aku sekarang juga bersamamu, Nikahi aku, Dhan," pinta Anaya yang kini mulai terisak. Ardhan bingung.
Pernyataan Anaya begitu tiba-tiba padanya. Bahkan pentas seni untuk acara perpisahan sekolah belum dilaksanakan. Baru empat hari yang lalu tepatnya senin kemarin adalah hari pengumuman kelulusan sekolah. Tiba-tiba Anaya menemuinya dan memintanya untuk menikah. Apa yang terjadi? Batin Ardhan.
"Kamu kenapa Nay? Apa ada masalah?" tanya Ardhan sambil meraih Anaya masuk dalam pelukannya. Sungguh ini membuat Ardhan bingung, terkejut dan entahlah.
"Ayah akan menjodohkan aku, Dhan. Please! Bawa aku pergi, Dhan. Aku gak mau menikah dengan orang itu," isak Anaya dalam dekapan Ardhan. Bahu Ardhan melemas, matanya ikut memanas. Kenapa ia dihadapkan masalah seperti ini? Bahkan dirinya belum ada pandangan ke arah sana. Dirinya masih ingin kuliah dan mencari pekerjaan. Tapi kenapa?
"Kita bisa bicarakan baik-baik." Ardhan berusaha berkepala dingin. Entah apa yang ingin diucapkannya. Dia pun tak tahu. Ardhan meraih bahu Anaya mendudukannya di kursi taman. Menggenggam erat jemari Anaya.
"Jika kita jodoh itu gak akan kemana kok, Nay," ucap Ardhan berusaha tenang.
"Dhan, Aku akan dinikahkan. Ayahku gak main-main. Bisa-bisa sebulan atau dua bulan lagi pernikahan itu terjadi. Please, Dhan, tolong aku," pinta Anaya memelas pada Ardhan.
"Nay, aku harus gimana? Aku bingung, gak mungkin aku meminta orang tua ku menikahkan kita, Nay. Kita masih muda. Aku gak mau membebani orang tuaku, sedang aku belum bisa bahagiakan mereka. Lalu apa jadinya jika kita menikah, apa yang bisa aku beri ke kamu, Nay?" Terang Ardhan. Anaya menggeleng.
"Kita bisa cari kerja sama-sama, Dhan. Please. Aku mohon bawa aku bersamamu, Dhan," Mohon Anaya. Ardhan menggeleng tak membenarkan ucapan Anaya.
"Aku gak bisa, Nay. Aku benar-benar gak bisa," lirih Ardhan lemah. Matanya pun mulai berkaca-kaca. Benarkah cintanya berakhir disini bersama Anaya? Anaya berusaha meraih tangan Ardhan. Tangisnya makin deras melihat Ardhan seperti menjauh darinya.
"Dhan, please. Aku harus gimana? Chagi, please!" mohon Anaya lagi. Anaya sudah tak memikirkan lagi perasaan malu nya. Ardhan merasa tak sanggup untuk memenuhi keinginan Anaya.
"Pergilah temui Ayahmu. Mungkin Ayahmu mempunyai pilihan yang tepat untukmu, Nay. Aku, Aku hanyalah orang biasa. Aku bukan siapa-siapa," ucap Ardhan memundurkan langkah nya dari hadapan Anaya. Ya, sebenarnya Ardhan sudah tahu belum lama ini, jika Anaya adalah anak dari pemilik sekolah ini. Tapi Ardhan tak mempedulikan itu. Ia tulus mencintai Anaya. Ah, Ardhan pun jadi berpikir apakah asmara anak SMA boleh dikatakan Cinta?
"Jika kita berjodoh, Allah akan mempersatukan kita dengan jalan NYA, Nay," lirih Ardhan. Ia menunduk dalam, menyembunyikan air matanya yang hampir saja meluncur. Anaya menggeleng. Ia tak percaya dengan yang dikatakan kekasihnya.
Ardhan melepasnya. Dan ia tak mau berjuang demi dirinya. Anaya menangis sesenggukan. Andai Mama nya masih hidup mungkin ini tak akan terjadi pada hidupnya. Anaya sedih dan berlari meninggalkan Ardhan sendiri. Yang juga sakit dengan kenyataan ini.
Setelahnya Ardhan menangis dalam diam, melihat Anaya berlari meninggalkannya. Sungguh, ia pun tak ingin berpisah dengan Anaya. Tapi untuk menikahi Anaya sekarang, itu bukan pilihan tepat.
Flashback off.
****
Ardhan meremas tangannya. Mengingat kejadian itu, sungguh Ardhan merasa menjadi pria yang menyedihkan. Membiarkan kekasihnya kesulitan sendirian menghadapi masalahnya. Yang menyebabkan Anaya pergi meninggalkan Ayahnya dan juga dirinya.
Ardhan terpukul, mungkin kala itu dia tak bisa berpikir jernih. Apa jadinya jika Ardhan mengatakan semua pada orang tuanya. Akankah mereka akan jadi menikah kala itu? Perasaan Ardhan seperti diremas sembilu. Menyesal. Ya, mungkin itu kata yang tepat.
Tapi, berpikir sekeras apapun sekarang tentang seharusnya yang akan dilakukan Ardhan dulu pada Anaya, tetap saja Ardhan tak menemukan jawaban yang masuk akal baginya. Tetap saja sulit memikirkan jawaban tentang anak SMA yang di minta menikahi kekasihnya. Sedangkan ia masih pemuda yang belum tahu apa-apa.
Dia meraup muka kasar. Memilih pergi menuju ruang rawat Bapaknya. Rindu yang tertahan selama tujuh tahun lamanya pada Anaya ia kubur dalam-dalam. Bahkan sekarang pun rindu itu menyergapi hatinya. Ingin sekali menebus kesalahan yang dulu dilakukan pada Anaya dengan kembali mencintai seperti dulu.
Bahkan sekarang mungkin bisa dikatakan cinta yang sebenarnya. Karena sekarang ia sudah dewasa. Dia sudah mapan. Bahkan orang tuanya sudah mengetahui kisahnya bersama Anaya dulu. Itu lebih mudah baginya untuk melangkah mendapatkan Anaya. Dengan restu orang tuanya, ia yakin bisa kembali mengambil hati Anaya lagi. Yah, semoga saja.
Ketika berjalan disepanjang jalan rumah sakit, Ardhan melihat Anaya di lorong rumah sakit. Lebih tepat nya di depan Ruang Operasi. Ardhan segera berlari menghampiri Anaya yang duduk sendirian berpangku tangan.
"Anaya?!" panggil Ardhan saat tepat di depan Anaya. Anaya terkejut dengan suara yang beberapa hari lalu membuat jantungnya kembali berdegup kencang. Mengangkat kepalanya menatap Ardhan. Wajahnya masih sembab sehabis menangis.
"Ardhan??" lirih Anaya seraya beranjak dari duduknya.
"Kamu sedang apa disini, Nay?" tanya Ardhan.
"Aku, ... Ayahku sedang di operasi di dalam," jawab Anaya yang terus mengalir air matanya. Anaya mengusap kasar wajahnya, tak mau dilihat Ardhan dalam keadaan menangis.
Padahal keadaannya sudah sangat kacau.
Ardhan mengajak Anaya duduk.
"Ayahmu kenapa, Nay?" tanya Ardhan. Tapi yang ditanya hanya membisu, karena masih sibuk dengan tangisnya. Ardhan sungguh paham dengan keadaan Anaya sekarang.
"Semuanya akan baik-baik saja, kamu yang kuat, ya?" ucap Ardhan menenangkan Anaya.
"Kamu.. Sendirian aja?" tanya Ardhan lagi. Anaya hanya mengangguk.
"Aku gak tahu apa masih bisa melihat Ayah membuka mata? Bahkan aku telah menghilang tujuh tahun lalu meninggalkan Ayah. Sekarang aku melihat Ayah dalam keadaan yang..." Anaya tergugu meratapi nasibnya saat ini. Ardhan terenyuh hatinya melihat Anaya menangis memilukan. Ardhan menghela napas panjang. Kemudian berpindah tempat di depan Anaya dengan menekuk lututnya mensejajarkan tingginya dengan Anaya.
"Kamu yang kuat ya. Kamu yang sabar. Semoga Ayah kamu baik-baik saja. Percayalah. Kamu yakin saja sama Allah," ucap Ardhan sambil mengusap air mata Anaya.
Anaya kembali teringat kenangan masa lalu. Hal ini pernah dilakukan Ardhan dulu. Sungguh ia juga merindukan sosok didepannya ini. Lelaki yang sangat menyanginya. Lelaki yang menenangkan hatinya. Anaya tergugu didepan Ardhan meluapkan kesedihannya. Ardhan memeluknya. Menyalurkan kekuatan pada Anaya. Menepuk pelan punggung Anaya dan mengelusnya.
Setidaknya mereka telah menyalurkan rasa rindu yang mereka pendam selama ini. Meski mereka melupakan tentang hubungan mereka sekarang.
"Anaya??!!" Tiba-tiba terdengar suara bariton yang terdengar marah. Anaya dan Ardhan menoleh terkejut kearah suara.
Semoga gak bingung dengan cerita saya. Please komen . Jika ada yang kurang atau kurang berkenan tinggalkan komen please. thanks