Dengan kecepatan tinggi, Aris membawa mobilnya. Dari bayangan spion, dia bisa melihat tubuh Kanova yang bersimbah darah dengan Evelyn yang memangku kepalanya sembari menangis histeris.
Sedangkan Zellio menyusul mereka menggunakan motor dari belakang. Sembari menyetir, tak henti-hentinya ia mengutuk dirinya sendiri atas apa yang barusan terjadi.
Hanya butuh beberapa menit bagi mereka tuk sampai di rumah sakit. Setelah sampai, dengan cepat Zellio memanggil staf dan perawat untuk segera menangani Kanova.
Satu bangkar putih di dorong cepat, diatasnya terdapat tubuh Kanova yang lemas. Matanya tertutup dengan nafas yang lambat. Membuat Zellio yang melihatnya semakin merasa bersalah.
Saat bangkar sudah memasuki ruang UGD. Zellio dan yang lainnya ditahan untuk menunggu di depan.
Evelyn masih menangis, disampingnya berdiri Aris yang tengah berusaha untuk menenangkan Evelyn. Sedang disisi lain, Zellio malah sedang merutuki sikapnya. Ia memekik kencang seraya memukul dinding rumah sakit beberapakali.
Aris yang melihat itu, semakin merasa bersalah. Karna mungkin, jika tadi dia bisa mencegah Zellio pergi dari rumahnya, semua ini tidak akan terjadi.
Dia menyuruh Evelyn untuk duduk dan menenangkan pikirannya.
"Udah Ev. Kanova baik-baik aja ko." Ujar Aris dengan nada lembut. Berusaha meyakinkan Evelyn bahwa semuanya akan berjalan dengan baik.
Kini, Aris menghampiri Zellio yang sudah duduk di kursi yang tengah mengacak-acak rambutnya sendiri merasa frustasi.
Dengan pelan, Aris mendekat.
"Yo. Percaya deh sama Kanova. Dia bakal baik-baik aja ko. Lo harus yakin itu." Ujarnya seraya mengusap bahu Zellio pelan.
"Tapi Ris. Kalo gue ga egois dan mentingin diri gue sendiri. Kanova gabakal kaya gini." Ujarnya dengan nada sangat lemah.
"Dia kaya gini. Ya karna gue! Gue, gue terlalu bingung dan kecewa sama kenyataan yang gue tau sendiri. Gue bingug harus ngapain." Sambungnya lagi dengan rasa frustasi dan rasa bersalah yang teramat dalam.
"Gue, berusaha untuk menghindar dari Kanova biar hal kaya gini ga terjadi Ris. Tapi kenapa sekarang? Gue yang malah nyebabin dia masuk rumah sakit."
Suara Zellio bergetar dengan raut yang menampilkan rasa kekesalan dalam dirinya atas apa yang telah ia lakukan.
"DEPAN MATA GUE SENDIRI RIS!!!" Pekik Zellio sembari memandang Aris dengan raut pasrah bercampur penyesalan.
"Engga Yo. Lo ga salah ko. Ini salah gue yang emang ga ngomong dari awal. Harusnya gue jelasin semuanya biar lo ga salah paham." Ujar Aris dengan nada bersalah.
Sedangkan dikursi lain, Evelyn memainkan jemarinya denga gelisah. Perasaannya sangat tidak enak. Ia, hanya bisa mengeluarkan air mata sampai beberapa kali sesenggukan.
"Gimana sus?!" Pekik Evelyn pada seorang perawat yang keluar.
Zellio dan Aris pun ikut mendekat dengan raut yang sangat cemas.
"Maaf. Pasien sedang mengalami masa kritis." Ujarnya dengan raut gelisah. Perawat tersebut kemudian berjalan dengan tergesa melewati mereka.
"Tapi sus!" Teriak Evelyn pada perawat yang sudah pergi itu.
Zellio yang mendengar pernyataan dari perawat itu semakin merasa frustasi. Ia menyenderkan punggungnya didinding rumah sakit yang putih itu. Sedang Aris mengusap-usap rambutnya merasa khawatir dengan keadaan Kanova sekarang.
Zellio seketika merintih. Wajah nya memerah dengan mata yang mulai mengeluarkan air mata.
Dia, kembali mengingat kejadian beberapa jam lalu. Dimana Kanova dengan sengaja memberikan dirinya peluang untuk tertabrak mobil dan lebih memilih untuk menyelamatkan dirinya.
Saat itu, tubuh Zellio serta motornya menabrak rumput yang cukup tebal. Hanya membuat beberapa luka. Tidak terlalu parah, tapi sedikit agak nyeri.
Dalam heningnya lorong, tiba-tiba seorang dokter keluar dengan wajah sangat serius. Membuat ketiga remaja yang sedang menunggu diluar seketika mendekati dokte tersebut dengan rasa penasaran bercampur rasa lega. Mereka, berharap ada berita baik yang akan di berikan tuhan pada mereka.
"Pasien sudah melewati masa kritisnya. Dan sekarang dalam keadaan koma. Sebentar lagi dia akan dipindahkan ke ruang perawatan." Ujar sang dokter dengan wajah tersenyum. Membuat ketiga remaja itu bernafas lega. Terutama Zellio.
"Tapi ...
Seketika, ketiga remaja itu yang wajahnya senyum ceria dengan nafas lega. Kini kembali berubah dengan raut serius dan sedikit was-was.
"Tabrakan yang cukup keras, membuat tangan kanannya patah." Sambung nya lagi. Membuat Zellio kembali merasa bersalah. Ia mendengus kesal karena kesalahan yang telah dia buat.
Setelah mengucapkan itu, sang dokter tersenyum pada mereka kemudian pamit pergi.
Zellio kembali merasa frustasi. Ia menyenderkan tubuhnya pada dinding rumah sakit. Wajahnya, penuh penyesalan dana rasa bersalah.
Evelyn yang sedari tadi memperhatikan Zellio. Merasa tersentuh karena sikapnya yang terlihat menyesal sekali. Padahal, dia tahu bahwa kejadian ini sepenuhnya bukan karena dirinya. Sekarang, malah Evelyn yang merasa bersalah karena membuat Zellio salah paham dan mengakibatkan mereka bertiga saling bertengkar.
Evelyn melihat Zellio yang tengah bersandar dengan wajah lelah. Dia, dengan perlahan mendekat.
"Lio ... " Ucapnya sangat lembut.
Tangannya, kemudian bergerak keatas, berusaha mengusap beberapa air mata yang membekas di pipi Zellio.
Dengan perlahan, tangan mungil Evelyn mengusap pipi Zellio secara perlahan. Membuat Zellio sedikit terkejut ingin memberontak, namun tetap diam karena isyarat yang Evelyn berikan.
Zellio pun akhirnya membiarkan jari jemari lentik Evelyn bermain di pipinya. Sesekali ia mengusap matanya perlahan. Telapak tangan yang halus, membuat Zellio semakin terdiam dan menikmati hangatnya tangan Evelyn yang nyaman.
Kini, Evelyn mendekatkan lagi tubuhnya ke depan Zellio.
Matanya, kemudian menatap netra hitam milik Zellio di depannya. Sedikit sembab dan agak memerah.
Evelyn, menatap dalam diam mata itu.
Dan, seketika. Tanpa rasa ragu, tubuhnya mendekap tubuh Zellio dengan erat. Kepalanya ia sandarkan di dada bidang milik Zellio. Dari sana, Evelyn bisa mendengar detak jantung yang begitu dekat.
Ia, mendekap erat tubuh Zellio. Membuat sang empu mendelik terkejut. Sedangkan Aris, malah tersenyum tipis melihat sikap adik kecilnya yang sangat lucu itu.
"Udah ya. Kanova baik-baik aja ko Lio. Aku, gamau terus-terusan kamu ngerasa bersalah. Aku jamin, semuanya bakal baik-baik aja. Tenangin diri kamu. Oke?" Ujar bibir ranum nan mungil itu dengan suara yang menggemaskan dan menenangkan hati.
Zellio yang langsung mendapat pelukan hangat dari Evelyn, seketika langsung memeluknya kembali.
Rasa kecewa, bahagia, rasa bersalah, lelah, bercampur menjadi satu.
Zellio, mendekap erat tubuh Evelyn. Kepalanya ia sandarkan diatas kepala Evelyn.
Mendapat balasan pelukan dari Zellio. Evelyn tersenyum sangat manis. Pun dengan Zellio yang kini, hatinya merasa luluh dengan sikap manis yang diberikan Evelyn.
Rasanya, bahagia sekali bisa memeluk dan mendekap erat tubuh Evelyn, gadis yang sangat ia cintai sejak masuk sekolah.
Rasanya, inilah momen yang selalu dia inginkan.
Dalam dekapan hangat Evelyn, semoga dia bisa menyadari bahwa perasaannya benar-benar ada. Dan Zellio harap, Evelyn juga mempunyai perasaan yang sama terhadap nya. Semoga.
Zellio kembali tersenyum.