Unduh Aplikasi
2.34% Story of Holland / Chapter 9: Pesan Terakhir untuk Aryanti

Bab 9: Pesan Terakhir untuk Aryanti

"Aryanti, ayo masuk! Lihatlah! Langit sudah gelap dan udara hari ini juga cukup dingin. Jika kau tak segera masuk ke dalam rumah, kau akan sakit," ajak Cahya kepada Aryanti yang tengah duduk di kursi kayu depan rumah keluarga Maryanti.

"Tidak, Bi. Aku akan menunggu Ibu di sini. Sudah hampir malam begini, kenapa Ibu tak kunjung kembali ya? Aku sangat khawatir dengan Ibu," balas Aryanti.

"Bibi juga sangat khawatir dengan Ibumu, tapi bagaimanapun kau harus segera masuk ke dalam rumah. Kau harus menjaga Kathriena yang tertidur. Bibi akan ke stasiun dan menunggu Ibumu di sana, kau tetap di rumah ya?"

Aryanti terperanjat mendengar ucapan bibinya, Cahya. "Apa Bibi serius akan menunggu Ibu di stasiun?"

"Iya, Aryanti. Bibi akan menunggunya di sana, mungkin hanya satu hingga dua jam saja. Bibi akan kembali lagi dengan Ibumu atau tanpa Ibumu. Lebih baik sekarang kau masuk ke dalam rumah dan tidurlah bersama Kathriena."

"Baiklah, Bi. Hati-hati ya, Bi!" Cahyanti hanya mengangguk lalu berjalan meninggalkan rumah. Aryanti pun masuk ke rumah dan pergi ke kamar bibinya. Kathriena yang tengah tertidur pulas terlihat begitu menggemaskan. Perlahan senyum Aryanti mengembang saat melihat bayi mungil yang tengah tertidur itu.

Melihat Kathriena yang seperti itu membuat ingatan Aryanti tentang Sophie kembali teringat. Ia sangat menyayangkan tindakan Sebastiaan yang tak menerima kehadiran Kathriena di dunia ini. Padahal Aryanti juga sudah tahu jika pasangan Veerle sangat menginginkan seorang cucu, namun seorang anak yang lahir dari rahim Sophie bukanlah anak dari perkawinan yang sah dan hal itulah yang menyebabkan Sebastiaan tak menerima kehadiran Kathriena.

"Aku akan menjadi Ibumu untuk menggantikan Sophie, Nak. Kau akan menjadi anak yang baik seperti Ibumu," bisik Aryanti di telinga Kathriena. Tanpa disadari, air matanya mengalir begitu saja. Perasaannya berkecamuk menjadi satu. Bagaimana tidak? Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Sophie yang ia tinggal, dia juga mengkhawatirkan ibunya yang belum kembali dan ia juga harus menjaga Kathriena yang masih sangat membutuhkan kehangatan dan kasih sayang seorang ibu. Bukannya Aryanti tak mau menjadi ibu untuk Kathriena, hanya saja ia masih belum berpengalaman untuk menjadi seorang ibu.

Terkadang Maryanti selalu menyuruh anaknya untuk segera menikah, namun sampai saat ini belum ada lelaki yang mampu memikat hati Aryanti. Wajah Aryanti tidaklah jelek, malah lebih terlihat sangat cantik untuk orang pribumi. Beberapa lelaki yang tinggal di kampung halamannya sangat menyukai kecantikan Aryanti. Begitupun para jongos yang bekerja di rumah keluarga Veerle, mereka juga menyukai Aryanti, namun apalah daya mereka tak bisa mendapatkan hati gadis itu. Aryanti bukanlah gadis desa yang mudah jatuh cinta, ia menginginkan lelaki terbaik untuk mendampingi hidupnya.

Aryanti terus memikirkan dirinya yang hingga sampai saat ini belum memiliki pasangan hidup, ia tak sadar jika sedari tadi Kathriena tengah menangis keras. Tak lama ia tersadar dari lamunannya dan terkejut melihat Kathriena yang terus menangis.

"Aduh, maafkan aku yaa, Nak. Aku tak sadar kalau kau menangis," ujar Aryanti sembari menggendong tubuh mungil Kathriena. Tangisan Kathriena tak kunjung berhenti, Aryanti mulai panik dan ia sangat bingung harus melakukan apa. Ia pun membawa Kathriena keluar kamar, mencoba menenangkan Kathriena yang tak berhenti menangis. Bayangan-bayangan buruk tentang ibu dan sahabatnya pun kembali melanda pikirannya, Aryanti sangat takut jika tangisan Kathriena ini adalah sebuah pertanda akan hal buruk yang mungkin saja akan terjadi. Namun ia mencoba untuk menghilangkan pikiran negatifnya itu.

Perlahan Kathriena berhenti menangis, ia kembali tertidur di pangkuan Aryanti. Butuh waktu yang cukup lama untuk menenangkan Kathriena. Namun Aryanti tak mempermasalahkan hal itu, ia akan terus berusaha untuk menenangkan Kathriena jika si kecil menangis lagi. Ia merasa sangat senang saat melihat wajah lucu Kathriena yang tengah tertidur. Wajahnya begitu tenang dan sangat menggemaskan. Ingin rasanya Aryanti mencubit pipi si bayi mungil, namun keinginannya itu harus ia urungkan, ia tak ingin Kathriena kembali menangis karena terganggu oleh tangan jahil Aryanti.

"Aku akan memanggilmu Kathrien, Sayang. Kau sangat lucu dan menggemaskan saat tertidur seperti ini. Tolonglah jangan menangis lagi! Aku tak suka melihat wajah jelekmu itu. Hihi." Aryanti menggoda Kathriena yang tengah tertidur. Ia pun kembali membaringkan tubuh mungil Kathriena di kasur.

"Aku akan menemanimu di sini," bisik Aryanti lalu perlahan ia mulai memejamkan matanya.

"ARYANTI! ARYANTI!" Baru saja hendak terlelap, tiba-tiba saja terdengar seseorang meneriaki nama Aryanti dan mengetuk pintu rumah keluarga ibunya. Aryanti terperanjat lalu segera keluar dari kamar. Ia tergesa-gesa membuka kunci pintu rumah, kemudian membuka pintu. Ia kembali terkejut saat melihat Cahyanti tengah berdiri di hadapannya.

"Aryanti, kau kenal dengan dia?" tanya Cahya sembari menunjuk seorang pemuda yang berpakaian lusuh.

Aryanti mengernyitkan kening. "Anto? Mengapa kau ke sini? Dari mana kau tahu jika aku berada di sini?" tanya Aryanti kepada pemuda yang berdiri di belakang Cahya. Anto, nama pemuda itu, ia adalah seorang jongos yang bekerja di rumah keluarga Veerle.

"Aku diberi tahu Ibumu alamat rumah ini dan aku membawakan ini untukmu," jawab Anto sembari memberikan sebuah amplop besar kepada Aryanti. Aryanti menerima amplop itu lalu memandangnya heran.

"Itu dari Ibumu, Aryanti. Ibumu menyuruhku untuk memberikan amplop dan tas besar ini," lanjut Anto sembari menaruh tas besar yang dibawanya. Perlahan Aryanti membuka amplop itu.

"Apa itu, Aryanti?" tanya Cahya penasaran. Perlahan Aryanti mengeluarkan sejumlah gulden dari dalam amplop. Ia juga mengeluarkan sebuah surat lalu membacanya di hadapan Cahya dan Anto.

Untuk Putriku, Aryanti tersayang.

Ibu tahu, ini akan menjadi cobaan hidupmu yang paling berat. Ibu tahu kau tak bisa jauh dari Ibu, tapi bagaimanapun juga kau harus bisa mandiri, Aryanti. Ibu yakin, kau akan bisa melewati segala rintangan yang akan menghadangmu. Apalagi saat ini di sisimu ada si kecil Kathriena. Jagalah dia seperti Ibu menjagamu, sayangilah dia seperti Ibu menyayangimu. Berilah dia cinta dan perhatianmu, Aryanti. Ibu ingin kau menjadi Ibu yang baik untuknya, janganlah kau contoh Ibumu yang tak berguna ini. Maafkan Ibu karena sering membuatmu khawatir, maafkan Ibu yang kini sudah tak bisa berada di sisimu lagi.

Uang yang sengaja Ibu titipkan kepada Anto ini semoga bisa membantumu mencarikan rumah dan kebutuhan Kathriena. Ibu tak ingin kau bergantung kepada Cahyanti, dia sudah terlalu sibuk dengan urusannya, Ibu tak ingin kau membebaninya. Ibu hanya ingin kau tahu bahwa Ibu sangat mencintai dan menyayangimu, Aryanti. Titipkan salamku untuk Kathriena ya? Jika ia sudah besar nanti, aku harap kau tak membahas tentang siapa Ibu kandungnya. Aku ingin kau tak kembali lagi ke Batavia, tetaplah di Buitenzorg bersama Kathriena. Ku rasa kau akan baik-baik saja di sana.

Mungkin hanya ini yang bisa Ibu sampaikan. Sekali lagi, maafkan kebodohan Ibu yang telah meninggalkanmu.

Salam Sayang, Maryanti.

Aryanti menggenggam surat itu dengan sangat erat. Air matanya sudah mengalir sedari tadi. Cahya dan Anto yang mendengarnya pun juga ikut bersedih. Mereka tak tahu jika saat ini Maryanti telah meninggal dunia. Sebastiaan dan beberapa jongosnya lah yang telah membunuh Maryanti. Mereka memaksa Maryanti untuk memberi tahu keberadaan Aryanti dan Kathriena, namun Maryanti tak menjawabnya walaupun di sekujur tubuh sudah dipenuhi luka dan darah. Hingga akhirnya Sebastiaan memutuskan untuk menembak kepala Maryanti dan saat itu pula Maryanti tak bernafas lagi.

Aryanti terus menangis sepanjang malam, memikirkan nasib ibunya di Batavia. Bayangan buruk terus terlintas di pikirannya. Kenapa ibunya tak kembali? Kenapa pula ibunya hanya mengirimkan uang dan surat? Dua pertanyaan itulah yang terus berada di otak gadis itu dan tak akan bisa terjawab sampai kapanpun. Tak ada yang tahu bagaimana keadaan ibunya di Batavia, bahkan Anto yang sudah kembali ke Batavia pun tak bisa mencari tahu keberadaan wanita itu. Sebastiaan telah membuang jasad Maryanti ke sungai agar orang terdekat Maryanti sulit untuk menemukannya. Hingga sampai saat ini, tak ada yang tahu di mana jasad Maryanti.

Bersambung...

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C9
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk