Tak terasa, hari yang telah di janjikan telah tiba. Sarah duduk di bangku depan, mengenakan baju yang telah di belikan Fadil. Di rumah hanya ada dirinya seorang, sebab hari ini dia ada acara dengan temannya. Dia mendongak ke langit sembari berpikir, bagaimana bertemu dengan Luna tanpa tau alamat yang jelas. Dirinya merasa konyol karenanya.
Lingkaran sihir pun mulai terlihat, secara perlahan lubang dimensi mulai terbuka. Lubang itu berwarna ungu cerah, hanya saja sedikit transparan lalu di sekitar lubang tersebut terdapat percikan halilintar. Kemudian seorang gadis berambut putih, mengenakan pakaian yang sama berjalan keluar dari lubang tersebut. Sarah tersenyum ketika tau siapa sosok tersebut.
"Lama sekali," kata Sarah.
"Maaf, aku harus menentukan lokasi yang pas untuk membuka portal," balas Luna.
"Pasti itu sulit sekali," timbal Sarah.
"Tentu saja, selain menenukan lokasinya juga harus memperkirakan, seberapa besar lubang yang aku butuhkan untuk masuk."
"Ya sudah ayo kita berangkat."
Luna pun berkonsentrasi, lalu dia tas tanah munculah lingkaran sihir. Kemudian secara perlahan, partikel cahaya mulai bermunculan membentuk sebuah motor scooter berwarna biru. Mereka berdua menaiki motor tersebut, lalu melaju meninggalkan rumah menuju Central Park Mall, tak lupa mengenakan helm classic warna coklat. Mereka berdua melintasi jalan baru, lalu menyeberang memasuki wilayah pemerintahan kota Lumbung Padi. Setelah itu berberlok ke kanan, berjalan melewati jembatan layang hingga tiba di lokasi.
Mereka turun dari motor parkiran bawah tanah, lalu berjalan menaiki anak tangga hingga lantai satu. Hamparan luas, di penuhi oleh keramaian serta berbagai jenis barang dan dagangan yang tak akan Sarah temui. Sarah pun tak berhenti, menatap sekitar dengan rasa terpukau. Canda dan tawa, serta raut wajah kebahagiaan para pengunjung Mal membuat Sarah tersenyum, sedangkan Luna hanya terdiam dengan raut wajah datarnya. Kemudian, mereka berdua menghampiri restoran Jepang.
Sarah pun menatap ragu, apakah dia harus makan di sini atau tidak. Sebab dia belum menyiapkan, uang sihir cukup banyak sebelum datang kemari. Sebenarnya, dia mempunyai sekantung penuh koin emas, namun dia tidak mungkin memakainya karena perbedaan mata uang.
"Tenang biar aku teraktir," kata Luna lalu tersenyum pada dirinya.
Mereka berdua, berjalan masuk ke dalam restoran lalu duduk berhadapan di pojok restoran. Pelayan pun datang, Luna menuliskan menu dalam sebuah buku kecil lalu menyerahkannya pada pelayan yang menunggunya sejak tadi. Sedangkan Sarah hanya terdiam sembari tersenyum. Paras cantik mereka berdua, membuat para pengunjung secara diam-diam memperhatikan mereka berdua. Mereka menyadari akan hal itu, lalu mereka membalas mereka dengan senyuman.
Tak butuh waktu lama pesanan mereka telah tiba. Dua mangkok ramen, takoyaki, Jus Jeruk dan susi. Sarah, seperti melihat pancaran sinar terpancar pada menu yang sudah tersusun rapih di atas meja.
"Sepertinya ini enak," kata Sarah sembari menatap kagum menu di atas meja.
"Sudah lima puluh kali aku memakannya, citra rasa di sini tidaklah berubah."
"Bukannya kita baru saja kemari?"
"Iya kita baru saja kemari, hanya saja dari aroma aku tau siapa yang membuatnya. Orang yang membuat ini semua adalah Yamada, teman mamahku ketika aku tinggal di Jepang sebelum aku tinggal di Indonesia dan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP."
"Tapi kamu gak bisa mengenal masakan seseorang hanya dari aromanya saja bukan?"
"Kamu benar, maka dari itu aku akan membuktikannya sekarang." Ujarnya sembari memegang sumpit.
Sesuap mie masuk ke dalam mulutnya, lalu kedua matanya terbuka lebar dan ia pun tersenyum saat merasakan, kelezatan makanan yang sangat dia rindukan. Bumbu rempah-repah, bercampur dengan kaldu daging ayam membuat lidahnya semakin meleleh.
Para pengunjung turut menikmati hidangan yang ada di restoran kecuali Sarah. Gadis itu, kesulitan dalam menggunakan sumpit dan tak hanya itu, ukuran sendok serta tidak tersedianya garpu dan sendok kecil. Dia merasa malu, namun ia mencobanya dengan caranya hingga dirinya berhasil memasukkan mie ramen ke dalam mulutnya.
Luna berdiri dari tempat duduknya, lalu ia duduk di samping Sarah. Dia mengajarinya, bagaimana caranya menggunakan sumpit yang benar. Sarah semakin malu. saat dirinya merasa di perhatikan. Dengan sabar, Luna terus mengajarinya hingga sesuap susi masuk ke dalam mulutnya.
"Sekarang kamu suapi aku," perintah Luna pada temannya.
"Kamu yakin? Apa gak malu?" tanya Sarah.
"Santai saja, ini hanya latihan lagi pula aku bukan pecinta sesama jenis." Jawabnya dengan raut wajahnya yang datar.
Secara perlahan, gadis itu merapatkan kedua sumpitnya lalu menyuapi sesuap ramen pada temannya. Jarinya gemetar, namun dia terus mencoba hingga akhirnya ia pun bisa melakukannya. Luna mengacungkan jempolnya, dan kini giliran gadis itu yang menyuapinya. Canda dan tawa kini mereka rasakan, mengundang perhatian orang-orang sekitar memandang mereka berdua dengan gemas.
Selesai makan mereka berdua pergi ke meja kasir, lalu Sarah melihat Luna mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam. Dia menggeseknya, pada sebuah benda bercelah berbentuk kotak namun agak lonjong. Kemudian dia mengotak-atik benda tersebut dan pembayaran pun selesai.
Ini merupakan pengalaman baru bagi Sarah, bagaimana seseorang membayar tanpa mengeluarkan selembar uang dari dalam dompetnya. Rencana, setelah ini dia akan bercerita tentang pengalamannya kepada Fadil. Kemudian, mereka bertiga menaiki sebuah eskalator ke lantai tiga. Sarah melirik kesana kemari tiada henti, menikmati pengalaman pertamanya dalam menaiki eskalator. Melihat tingkahnya Luna pun tersenyum, lalu dia berkata bahwa masih ada hal yang menarik akan ia lihat.
Sarah menjadi tidak sabar saat mendengarnya, lalu ia menepuk eskalator sembari memberi perintah pada eskalator tersebut agar lebih cepat. Melihat tingkahnya, Luna merasa seperti membawa salah satu suku pedalaman ke kota. Sesampainya di lantai tiga, Luna membeli kartu berisi saldo yang cukup banyak. Kemudian, mereka berdua menikmati seluruh permainan yang ada di Time Zone, dimulai dari permainan memasukkan bola basket hingga permainan tari.
Lihai dan kompaknya dalam menari, mengundang perhatian banyak orang. Apalagi mereka berdua, memainkan game tari dengan level paling sulit. Keringat mulai mengucur dengan derasnya, nafasnya ngos-ngosan lalu mereka tersenyum kepada penonton menyaksikan mereka sejak tadi. Semua orang bertepuk tangan, mereka berdua pun tersenyum lalu membungkukkan badan dan pergi begitu saja. Puas bermain, mereka berdua mengunjungi toko baju.
Bagian dalam toko baju sangat luas, ada berbagai macam style baju belum pernah Sarah liat. Mereka berjalan, kesana kemari melihat-lihat model baju yang pas. Rencananya, mereka berdua hanya datang untuk melihat-lihat. Luna pun teringat saat berbincang dengan kesayangannya di lantai tiga.
"Apa kamu tidak bosan memakai baju yang sama setiap hari?" tanya Fadil.
"Tidak. Apa Darling tidak menyukainya?"
"Bukannya tidak suka, lebih tepatnya bosan. Mungkin yang lain juga berpendapat yang sama."
"Aku tidak peduli dengan yang lain, selama Darling senang setiap hari aku akan memakainya."
"Cobalah kenakan style baju yang lain, siapa tau kamu lebih cantik memakainya."
"Jadi itu kemauanmu Darling?"
"Iyah," jawabnya dengan singkat.
Begitulah sekilas ingatan melintas dalam benaknya. Melihat Luna yang sedang melamun ia pun menepuk pundaknya lalu bertanya apa yang temannya sedang pikirkan. Kemudian Luna menceritakan kembali, sepintas ingatan dalam benaknya. Mendengar Luna memanggil Fadil dengan sebutan Darling ia penasaran arti kata tersebut. Rasanya, ia ingin cepat pulang untuk menanyakan artinya pada Fadil. Bisa saja ia menanyakannya sekarang, namun melihat situasinya rasanya tidak mungkin.
Tak berlangsung lama, seorang pegawai toko datang menghampiri mereka. Pegawai tersebut, menemani mereka dalam memilih style yang pantas untuk mereka kenakan. Kinerja yang profesional berhasil memilih lima style baju yang pas bagi mereka berdua kenakan. Dan pada akhirnya, mereka berdua pun lupa diri hingga membeli delapan style baju pilihan. Sekali lagi gadis berambut putih, membayarnya dengan menggesekkan kartu.
Selanjutnya, mereka berdua memasuki toko elektronik dan keperluan dapur. Bagaikan seorang pemandu wisata, Luna menjelaskan satu persatu barang elektronik dan barang keperluan dapur. Sarah dengan di danai oleh Luna, membeli sebuah blender dan oven mahal. Gadis itu merasa tidak enak, selalu di bayar oleh Luna. Sarah mengungkapkan rasa tidak enak pada gadis itu, lalu Luna pun berkata.
"Tidak masalah, lagi pula saldoku di ATM ada sembilan ratus juta. Aku tidak tau harus kuapakan uang itu. Sekalian aku berterimakasih padamu, karena sudah mengajakku jalan-jalan. Seumur hidup, baru pertamakali berjalan-jalan bersama seorang teman. Setiap pulang sekolah, biasanya aku hanya menghabiskan waktuku di kamar. Sekali lagi terimakasih Sarah, aku senang." Ujarnya mengungkapkan isi hatinya.
Sarah pun tersenyum, lalu ia merangkul temannya dan ia berkata bahwa dirinya, selalu ada jika ingin berkeluh kesah seputar kehidupan. Dan juga Sarah siap menemani kemana pun tempat yang ia inginkan. Ikatan pertemanan, mulai terjalin di antara mereka berdua.
Bersama-sama, mereka menikmati hari menyenangkan hingga matahari terbenam. Kemudian, Luna mengantarkan Sarah kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, mereka berdua melambaikan tangan berpisah untuk bertemu di lain waktu. Terlena dengan hal baru, pada akhrinya gadis itu lupa tujuan sebenarnya.