Di ujung tertinggi Gunung Shan. Sebuah perguruan hebat berdiri kokoh di atas sana. Tidak dapat terhitung berapa usia perguruan ini. Dan tidak ada yang tahu sudah berapa generasi perguruan ini telah lewati, tetapi sampai sekarang Perguruan Dao Bao Hu masih tetap exsis di dunia persilatan, baik di dalam maupun di luar daerah ini.
Bahkan sekarang Dao Bao Hu sudah menjadi satu-satunya perguruan yang menjaga wilayah perbatasan antar dua Negeri. Yaitu Yuan dan Ming. Dao Bao Hu terletak jauh di atas puncak Gunung Shan. Ratusan bahkan ribuan pemuda pemudi dari seluruh penjuru Negeri ingin datang dan berlatih ilmu bela diri di perguruan yang memiliki julukan "Sekolah Langit" itu. Namun, tidak semudah itu untuk bisa masuk ke dalam perguruan.
Di sini siapa pun yang datang akan dilatih dan dididik secara exlusif seperti pelatihan bagi seorang pendekar sungguhan. Nantinya siapa pun yang akan lulus dari perguruan Dao Bau Hu, maka dia akan menjadi pendekar hebat Perbatasan. Kendati tidak semua murid bisa lulus dengan mudah
Ada banyak syarat untuk menjadi pendekar di perguruan yang tidak pernah kalah itu. Kelas dan tingkat ilmu bela diri yang Dao Bao Hu miliki sangatlah tinggi.
Kediaplinan waktu sangat diperlukan di Dao Bao Hu. Calon murid yang malas, maka tidak akan pernah bisa bertahan, meski dirinya anak seorang raja sekalipun.
Guru-guru Dao Bao Hu tidak pandang bulu dalam hal mengajar. Semua yang sudah masuk Dao Bao Hu berarti mereka sama. Tidak ada kata status dia kaya atau miskin. Atau dia anak Kaisar dan dia anak kusir. Di Dao Bao Hu tidak dibeda-bedakan. Jika dia makan nasi, maka yang lainnya juga makan nasi. Tidak memandang bahwa murid itu adalah anak Kaisar.
Bukan hanya itu saja yang menjadi kelebihan di Dao Bao Hu. Ada hal lain yang membuat banyak orang melirik perguruan ini.
Salah satunya tertuju pada murid pertama yang Dao Bao Hu miliki, sebelum perguruan ini besar namanya.
Siapa dia?
Jika Dao Bao Hu sudah berdiri dari ribuan tahun, maka dapat dikatakan murid ini manusia abadi?
Mungkinkah dia terlahir kembali?
...
Siang hari ini. Di bawah cakrawala biru. Salah seorang murid laki-laki yang masih sangat muda dan tampan, sedang berada di ruangan perpustakaan yang luas, tapi cenderung cukup pengap.
Di sana Feng Li Qian tengah duduk bersandar pada sebuah kursi. Di antara kedua tangannya dia memegang sebuah kitab yang terbilang sangat tebal halamannya. Di lihatnya setiap halaman secara berkala. Bibir manisnya yang tebal itu membaca setiap urutan kata yang tertulis di dalam kitab tersebut.
Raut wajahnya sangat serius ketika membaca itu. Tidak sekalipun dia menoleh atau melihat kearah lain. Dia hanya tetap fokus pada satu titik penglihatan, yaitu pada kitabnya saja.
"Dage!"
Suara manja terdengar ke dalam ruangan yang sunyi dan sepi ini. Suara yang seperti sedang merengek tersebut dibuat oleh seorang murid perempuan yang usianya bisa dikatakan lebih muda dari Feng Li Qian.
Murid yang sangat kekanak-kanakan ini bernama Su ling Hwa. Dia adalah adik seperguruan Feng Li Qian. Dia murid yang cukup manja dan sangat merepotkan. Namun, jangan di lihat dari luarnya saja. Biarpun Su Ling Hwa itu sangat manja, tetapi tingkat kekuatannya tersebut hampir menyamai tingkat kesaktian Feng Li Qian. Yaitu berada di Level Kultivasi 5.
Tidak dipungkiri murid-murid Dao Bao Hu sangat hebat. Karena perguruan ini banyak menyimpan kitab-kitab pusaka dari para Dewa, yang sampai sekarang terjaga dengan rapi di Dao Bao Hu.
"Dage!"
Su Ling Hwa masuk ke dalam ruangan ini. Dia datang dengan wajah kesal saat mendekati Feng Li Qian yang tengah asyik membaca tersebut.
"Dage! Sejak tadi aku sudah mencarimu kemana-mana. Seluruh tempat sudah aku datangi, tetapi ternyata kau berada di sini. Aku lelah mencarimu," keluh kesah Su Ling Hwa.
Cemberut dan melipat tangan, Su Ling Hwa sudah berkeliling perguruan Dao Bao Hu, rupanya Feng Li Qian ada di sini.
Walau Su Ling Hwa telah datang kesana dengan membawa keributan, tapi fokus Feng Li Qian dalam membaca tidak goyah. Feng Li Qian masih tetap fokus terhadap apa yang sedang dibacanya tersebut.
Melihat Feng Li Qian yang mengacuhkan dirinya. Membuat Su Ling Hwa semakin kesal terhadap laki-laki yang sangat suka dengan warna putih tersebut.
"Percuma saja aku capek-capek mencari dirmu ke tempat ini, dan membuat keributan yang heboh. Ternyata responpon dirimu kepadaku tetap saja acuh. Kau terlalu menyayangi bukumu itu. Apakay aku tidak lebih penting dari sebuah buku?"
Su Ling Hwa menyipitkan mata, menaikan dagu serta kecewa diacuhkan seperti dirinya tidak pernah ada.
"Sebenarnya kitab apa yang sedang kau baca sekarang, sampai-sampai aku murid yang cantik ini diacuhkan begitu saja oleh dirimu?"
Su Ling Hwa menarik cepat kitab yang berada digenggaman tangan Feng Li Qian. Kitab itu tiba-tiba saja berpindah tangan kepada orang lain. Dia muak diacuhkan, dengan sebuah kitab saja.
"Eh!"
Feng Li Qian hanya bisa pasrah ketika kitab miliknya dikuasai oleh adik seperguruannya tersebut. Su Ling Hwa membaca kata-kata yang tertulis di dalam kitab tanpa meninggalkan isi serta artinya.
"Teknik dasar jurus pedang Dewa." Dia membacanya dengan keras dan bersuara lantang.
Feng Li Qian memilih diam duduk di kursinya. Dan dia mendengarkan Su King Hwa yang sedang membaca tersebut.
"Pertama. Atur pernapasanmu. Kedua, atur Kuda-kudamu. Ketiga. Kuatkan pergelangan tangan mu. Keempat. Biarkan jiwamu bersatu dengan pedang milikmu. Kelima, atur semua pergerakan pedangmu ..."
"Keenam. Jika tahap satu sampai kelima sudah dikuasai, maka perlahan mulailah gerakkan pedangmu. Ketujuh. Tahap yang terakhir. Yaitu fokuskan pikiranmu terhadap satu lawan. Jika kau sudah merasakan pergerakan lawan. Maka seranglah dia dengan satu ayunan pedang."
Terbaca dari baris perama sampai akhir dengan suara lantang. Dia membiarkan Feng Li Qian mendengar suaranya yang nyaring, bergema itu. Langkah kaki Su Ling Hwa bergerak tidak mau diam.
Su Ling Hwa tidak mau berdiam diri dalam satu tempat. Maka dari itu saat sedang membaca Su Ling Hwa bergerak kesana kemari. Mondar- mandir sambil bibirnya yang merona itu membaca.
"Ha! Ini sangat membosan bukan?" Ditutup olehnya kitab yang sedang dibaca.
Raut dan mimik wajahnya terlihat sangat tidak asyik. Su Ling Hwa merasa kecewa dengan kitab yang lembarannya hanya berisi kata-mata tanpa adanya gambar.
Dia yang sedang berdiri kembali memandang wajah Feng Li Qian yang masih terduduk dikursinya tersebut.
"Dage!"
"Hm? Ada Apa?"
Feng Li Qian menanggapinya dengan santai dan tenang. Dia terlihat sangat berwibawa saat menanggapi tingkah manja Su Ling Hwa itu.
"Aku ini tidak habis pikir. Sebenarnya seperti apa otak yang ada di dalam pikiran Dage? Bagaimana bisa Dage membaca kitab setebal kitab ini?" tuturnya kepada Feng Li Qian, sambil tangan kanannya mengangkat-angkat kitab tersebut.
Su Ling Hwa duduk asyik di atas meja, dengan kedua kakinya yang diayun-ayunkan olehnya tersebut. Ke depan ke belakang, dengan tempo yang cukup cepat.
"Ya! Kau pikirkan saja sendiri." Jawaban yang sangat singkat dari Feng Li Qian. Dia pun terbangun dari kursinya, sambil tangan kirinya mengacak-acak rambut Su Ling Hwa.
"Aaaa!" merenge dia yang tidak terima. Su Ling Hwa yang duduk di atas meja dibuat sangat kesal ketika rambutnya yang dikuncir meninggi itu harus diacak-acak oleh kakak seperguruannya sendiri.
Feng Li Qian pergi melangkah meninggalkan Su Ling Hwa.
"Hub!"
Su Ling Hwa turun dari atas meja yang tidak berdosa dan tidak bisa berbicara itu.
"Dage, ingin pergi kemana?" berteriak menanyainya.
"Aku ingin menemui paman guru. Tadi dirinya memberi perintah, agar semua murid tingkat empat dan lima pergi menemuinya di ruangan pertemuan."
Feng Li Qian menjawab teriakan dari Su Ling Hwa tadi. Feng Li Qian tidak berbalik badan melihat kebelakang. Dia tetap berjalan kedepan, tanpa perlu melihat kembali Su Ling Hwa. Karena itu tidak perlu, nantinya akan menyia-nyiakan waktu saja.
"Dage, tunggu aku! Aku juga ingin ikut denganmu!"
Suu Ling Hwa bergegas pergi mengikuti Feng Li Qian. Dia berjalan terburu-buru karena langkah kaki Feng Li Qian yang sangat cepat.