Sekarang anak dan ibu ini berjalan bersama, berdampingan ke arah ruang makan yang tak jauh dari kamar Yelin. Kalau misal ibu Yola tadi tak mengajak Yelin dengan cepat-cepat. Pastinya Yelin akan pergi ke kampus dengan seperti biasanya tanpa melakukan sarapan terlebih dahulu. Makanya ibu Yola menghampiri anaknya langsung, agar Yelin bisa melakukan sarapan bersamanya. Karena sudah lama rasanya kedua ibu dan anak itu tak melakukan ritual sarapan, gara-gara Yelin yang sok sibuk dan tak sempat sarapan.
Dan ketika keduanya sudah duduk di kursi kayu yang minimalis dan sederhana. Yelin pun berceloteh dengan suara yang mendayu-dayu, sebelum menyendok makanannya. "Ibu? Misalnya aku punya pacar boleh enggak nih? Lalu ayah juga pulang kapan?"
Sontak ucapan Yelin itu menghentikan ibu Yola yang sudah menyendok nasi dengan sendok nasi. Berniat menaruh ke dalam piringnya. Lalu ibu Yola memandangi putrinya dengan kedua mata yang dimicingkan. Beliau sungguh tak percaya dengan ucapan Yelin yang secara tiba-tiba. Karena biasanya sangat sulit ada lelaki yang mampu membolak-balikkan hatinya. Katanya kurang cakep lah, tidak pacaran dulu dan fokus ke kuliah dan masih banyak lagi alasannya dulu sewaktu ibu Yola menanyainya, tapi sekarang gak ada angin gak ada hujan langsung spontan berucap dengan pertanyaan yang secara tiba-tiba. Tanpa ada keraguan yang tergambar di matanya sedikit pun.
Untung saja ibu Yola belum menikmati makanannya, kalau sudah pastinya akan tersedak dan terbatuk-batuk. Tapi kini ibu Yola bisa menebak, pastinya ini benar-benar serius kalau Yelin sudah berucap seperti itu. Maka dari itu ibu Yola ingin mengorek rasa penasarannya kepada putri si mata wayangnya ini.
Kedua matanya langsung memandangi Yelin dengan sempurna sembari tangannya memangku dagu yang agak runcing. "Berpacaran? Benarkah? Apa kamu serius, Nak? Siapa? Orang mana?" berondong pertanyaan ibu Yola.
Yelin menepuk jidatnya atas pertanyaan ibunya yang tiada jeda itu. Ia terkikik geli. Namun, pastinya akan membalasnya satu persatu. Sambil dia sesekali mengeluh. "Ibu ini. Hmmmm, kenapa pertanyaannya banyak bener. Satu persatu dong. Tapi gak apa-apa kalau sudah terlanjur pastinya Yelin akan menjawabnya."
"Baiklah, Nak. Jawab saja satu persatu dengan pelan-pelan. Gak usah terburu-buru, pokoknya Ibu tunggu sampai tuntas," tangkap ibu Yola. Yang memang sudah benar-benar siap mendengar jawaban anaknya. Matanya sesekali berkedip. Sungguh dia tak sabar dengan balasan Yelin.
Dengan kedua tangan yang ikut memangku dagunya. Yelin pun bersiap membalas pertanyaan ibunya. Sekarang ibu dan anak itu saling bertukar pandangan, melupakan ritual sarapan bersama.
"Aku sangat serius, Bu dengan ucapanku di atas. Tapi masih dekat sih belum pacaran, jadi do'akan saja menjadi kenyataan. Yang pasti dia sangat tampan, bagaikan lelaki yang ada di drama-drama. Pastinya kalau ibu melihatnya akan terpukau sembari meneteskan air mata."
"Heleh. Apakah harus se-lebay itu? Sepertinya Ibu tidak akan seperti itu kalau melihatnya. Yang penting kamu mendapatkan lelaki yang bertanggungjawab, itu saja sudah sangat lebih dari cukup, Nak. Bagi ibu, pokoknya kamu harus lihat bibit, bebet dan bobotnya. Kamu paham kan?" Yelin mengangguk cepat, tandanya dia sudah mengerti atas ucapan ibunya.
Kini Yola tau kalau anaknya itu benar-benar ingin mencoba berpacaran. Meskipun dirinya ragu untuk menyetujui. Tapi kali ini dia mencoba untuk mempercayai anaknya. Kan sudah bagus Yelin berpamitan dengan begitu dia adalah anak yang sopan, dari pada diem-dieman lalu mengakibatkan hal yang fatal, maka akan mengakibatkan bahaya. Pacaran tanpa sepengetahuan orang tua. Makanya ibu Yola tak pernah mengekang anaknya. Dia selalu membebaskan Yelin, yang penting Yelin selalu jujur dan bilang kepadanya dengan apa adanya.
"Jadi ... kapan kamu membawanya ke mari?" tegas ibu Yola. Itu tandanya Yola sudah menyetujui Yelin. Yelin yang mendengarnya langsung tersenyum lebar dengan memperlihatkan deretan gigi putih rapinya. Matanya terus berkedip. Dia sungguh sangat bangga kepada ibunya dan sangat berterimakasih. Tangannya yang tadi memangku dagunya. Kini beralih memeluk ibu Yola ketika dia sudah bangkit dari duduk dan semakin mendekati ibu Yola. Ibu Yola pun balik memeluk Yelin dengan penuh kasih.
"Benarkah Ibu? Ehhh Yelin sangat berterimakasih, pokoknya Ibu the best sekali. Besok kalau sudah benar-benar resmi pastinya Yelin bawa ke sini. Yelin janji deh, tapi tidak dalam dekat-dekat ini. Karena tidak mungkin kan belum jadian." Yelin terkekeh, merasa malu dengan dirinya yang bercerita tapi belum ada hasil. Pastinya dia akan berusaha penuh untuk mendekati Raj dan agar Raj nanti setuju menemuinya. Dia tidak mau lelaki yang lain. Hanya Raj, Raj yang selalu di hatinya sejak awal. Pandangan pertama.
Kedua anak dan ibu itu yang sungguh sangat romantis sekarang. Terjingkat dan saling melepaskan pelukannya ketika jam dinding berbunyi keras. Jam yang menunjuk tepat di angka 12. Setelah itu saling melepaskan pelukannya dan bertukar pandangan secepat kilat. Tiba-tiba Yelin menjerit cepat.
"Apa! Astagaaaaaa. Jam 7? Aku telat, Ibuuu. Aku telaaaat. Haaaaa. Pastinya aku dihukum lagi deh nanti oleh pak Yupi. Ya sudah deh Yelin berangkat saja! As ..." Belum usai Yelin meneruskan kata-katanya, ibu Yola langsung mencekal tangannya. Menggelengkan kepala dengan cepat dengan sedikit melototkan matanya.
"Yelin? Makan dulu! Sekarang! Sesuap atau dua suap tak apa! Yang penting makan!"
Akhirnya Yelin patuh kepada ibunya. Dia tak perduli lagi kalaupun telat, yang penting tidak mendapatkan marah dari ibunya, itu yang terpenting. Walau dia nanti mendapatkan hukuman dari pak Yupi. Itu sudah menjadi kebiasaan baginya. Lagian salah sendiri dia yang selalu lemot dan santai. Padahal tadi sudah cepat-cepat untuk sarapan. Malah Yelin curhan panjang lebar, ya itu yang membuat waktu berkurang cepat. Jadi ini semua bukan salah ibunya. Yelin juga mengakui kalau ini adalah kesalahannya.
Usai Yelin menyendok makanan sedikit, memasukkan ke dalam piring dengan masih berdiri dan ibu Yola sudah melepaskan cekalan tangannya. Yelin dan ibu Yola duduk ke tempat semula. Keduanya langsung memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Yelin dengan cepat mengunyah makanannya. Dia mengangkat jari jempolnya, tanda masakan ibunya sungguh enak. Lalu meneguk minuman yang ada di sana. Yang telah disediakan oleh ibunya. Setelah itu Yelin berdiri dan mengecup kening ibunya. Tak lupa mencium punggung tangan ibunya.
"Yelin berangkat dulu, Ibuuu. Assalamu'alaikum!" pamit Yelin. Sungguh dia tergesa-gesa. Sampai-sampai dia berhamburan dengan berlarian. Membuat ibu Yola berdecak halus akibat ulah anaknya yang selalu seperti itu, tidak berubah sama sekali sejak dulu.
"Wa'alaikumsalam. Yelin, Yelin. Hmmmmm. Benar-benar kamu, Nak. Seenggaknya kamu sudah sarapan sedikit, meskipun Ibu tidak tau apa hukuman kamu nantinya. Dan Ibu juga tadi lupa menjawab, kapan ayahmu pulang, ya sudah biarlah menjadi rahasia dan kejutan untukmu nanti," oceh ibu Yola sembari meratapi kepergian Yelin.
"Yeliiiiiiin."