Unduh Aplikasi
3.22% Ratu Sejati / Chapter 4: Hari Itu Tiba

Bab 4: Hari Itu Tiba

Regina bergegas masuk ke dalam rumah begitu turun dari mobilnya. Dia ingin segera memberi pelajaran pada adik semata wayangnya agar bisa lebih berhati-hati dalam mengatakan sesuatu.

Bagaimana mungkin calon suaminya itu penyuka sesama jenis? Regina tak habis pikir dengan nalar Darwin saat menyimpulkan itu. Seorang direktur seperti Adhinatha tidak mungkin sebelok itu hidupnya. Bahkan dari kliping yang kemarin Darwin kirimkan padanya menunjuk betapa lurusnya pria itu.

Dan ... apa ini? Penyuka sesama jenis? Humor adiknya benar-benar berada di level yang sangat berbeda dengan Regina.

"Darwin! Darwin!" Regina masuk ke dalam kamar bernuansa hijau-putih itu dan menemukan Darwin yang baru keluar dari kamar mandi dengan celana selutut dan kaus putih v-neck. Dia mengernyit menatap kakaknya dengan pandangan heran.

"Ada ap-awww sakit!" Darwin benar-benar tak menyangka kakak perempuannya itu akan meraih telinganya dan menariknya keras. Bahkan ibu mereka saja sudah lama tak menjewernya, dan sekarang kakaknya? Tidak bisakah Darwin sesekali hidup nyaman tanpa gangguan?

"Ada masalah apa, sih, Kak?" tanya Darwin sengit. Dia melepas paksa jeweran kakaknya dan berjalan ke bibir ranjang menatap kakaknya yang masih berdiri. Dia masih menggosok telinganya yang terasa panas.

"Kamu bilang Adhi penyuka sesama jenis, 'kan?"

Darwin mengangguk. Dia merubah duduknya, lebih condong karena ada yang ingin dia sampaikan.

"Aku melihatnya luar biasa akrab dengan laki-laki."

"Mungkin saja adiknya."

"Kamu lupa? Dia anak tunggal!" sangkal Darwin.

"Bisa saja sepupu, 'kan?"

"Tapi skinshipnya terlalu berlebihan, Kak. Masa pelukan seerat itu."

Regina menghela napas. "Terlalu mudah kamu menyimpulkan dirinya begitu, Win."

"Tapi menurutku ini masuk akal. Sangat masuk akal. Soalnya, Kak, kalau dia normal, masa tidak pernah ada kabar dia memiliki pacar. Satupun tidak ada."

"Mungkin dia menyimpannya sebagai prifacy? Kita mana tau, Win."

Darwin memutar mata. "Ayolah, Kamu meragukan kemampuan media mengulik itu? Serius?"

Regina tak bersuara.

"Mungkin kamu memang tak tertarik akan hal itu, tapi ... sepengetahuanku dan sepengamatanku, media apalagi infotainment gosip-gosip itu sangat tertarik akan hal-hal remeh temeh seperti kabar pacaran orang penting. Dan kalau Adhinatha pernah pacaran pasti bakal jadi bahan menarik untuk akun gosip, benar? Karena kita tahu sendiri, Kingdom Grup itu luar biasa, perusahaan perhotelan nomor satu di negeri ini. " Soal ini Regina sepakat. Tapi hatinya jelas sangat menolak spekulasi yang adiknya katakan jika Adhinatha itu penyuka sesama. Pria itu terlalu lelaki untuk menyukai manusia lelaki juga.

Melihat keterdiaman kakaknya, Darwin menghela napas. "Setidaknya kamu jadi bisa jaga-jaga, 'kan?"

"Baiklah akan kulakukan."

"Bagus!"

Darwin menatap kakanya yang masih berdiri di hadapannya. "Kak?"

"Ya?"

"Kamu tidak ingin keluar? Masih mau berdiri di sini?" Regina mendecak.

"Iya ... iya, aku pergi!"

***

Regina menatap tampilan dirinya di cermin. Riasan yang dia poles sendiri itu terlihat sangat pas untuk wajah ayunya yang memancarkan aura dingin. Lipstick merah yang dia pakai pun semakin menambah kesan galak yang pas. Dia tersenyum, puas dengan bagaimana dirinya semakin mempercantik karunia Tuhan yang memang aslinya sudah cantik.

Rambutnya dia sanggul sederhana dengan jepit rambut cantik menghias sanggulnya. Anak-anak rambut yang tak ikut tersanggul dibiarkannya begitu saja, membingkai wajahnya.

Sempurna.

Dia pun keluar dari powder room, berjalan pelan menimbulkan suara ketukan teratur yang tercipta dari ujung heels yang menyentuh lantai.

Regina langsung disambut oleh hostess pria dengan senyum ramah dan pakaian yang rapi. Tersenyum membalas senyum pria usia empat puluhan itu, Regina pun digiring menuju meja yang sudah dipesan.

"Silahkan," ucap hostess itu membuat Regina mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Semua sudah datang malam itu. Papa mamanya, orangtua Adhinatha, dan Adhinatha sendiri. Mereka serempak menatap Regina yang baru saja bergabung.

Tersenyum tak enak, Regina sedikit merasa bersalah walau dirinya tidak terlambat sama sekali. "Maaf, saya baru datang," Seisi meja hanya tersenyum.

"Tidak, masalah. Kami yang datang terlalu awal, Nak." Arya buka suara den selaku ayahnya Adhi.

"Kamu semakin cantik, Nak." Ayu berdiri, memeluk hangat Regina yang Regina balas dengan senyum kikuk.

"T-terima kasih, Tante."

Regina pun beralih menjabat tangan Arya hormat. Begitu tatapannya bertemu dengan Adhinatha, keduanya sama-sama diam beberapa saat. Hanya tatapan yang saling beradu, tanpa senyum atau apapun.

Baru saja wanita itu mau mengulurkan tangan, Adhi langsung mengangguk menyapa basa-basi. Pria itu menolak sebuah jabat tangan. Dan Regina cukup tersinggung karena hal itu.

"Duduklah, Sayang." Dia pasrah ditarik ibunya agar ikut duduk. Pertemuan pertama yang 'berkesan'. Regina merasa dirinya ditolak sejak awal. Dan dia jelas tersinggung.

Walau dirinya sebenarnya tak suka dengan perjodohan ini, tapi dia tak menunjukkan seterang-terangan itu. Tidak seperti Adhi. Pria itu membuat Regina ingin kembali menatap cermin dan memastikan dirinya masih sememukau itu dan tak pantas ditolak begini.

Dia meremas tangannya sendiri dan sepanjang makan malam itu dia tidak mood sama sekali. Suaranya hanya sesekali terdengar saat ada pertanyaan ditujukan padanya. Selain itu, dia hanya akan menutup mulutnya rapat-rapat.

"Adhi ...." panggilan dari Ayu membuat Adhi menoleh menatap ibunya. Bukan hanya Adhi sebenarnya. Regina, orangtuanya, juga Arya — suaminya Ayu, pun ikut menoleh.

"Regina mungkin ingin keluarga mencari udara segar. Pergilah bersamanya."

Regina melebarkan mata. Tak habis pikir dengan usulan dari ibu pria itu.

"Benar," sahut Adisty. "Duduk di sini, mendengarkan kami para orangtua mengobrol, pasti membosankan. Pergilah. Mencari udara segar atau kemanapun, kalian perlu mengobrol. Pasti akan sangat nyambung mengingat kalian sama-sama anak muda."

Regina sudah berniat menolak tapi Adhi lebih dulu mengangguk. "Boleh, aku habiskan ini dulu."

Bahkan di awal pertemuan pun Adhinatha sudah bersikap seenaknya dan mendominasi keputusan. Dia sama sekali tak melihat reaksi Regina sebelum menjawab. Seolah pendapat wanita itu sangatlah tidak penting.

"Aku selesai. Regina, ayo?"

Pria itu mengelap bibirnya dengan tissue. Dia berdiri, mengitari meja dan menunggu Regina ikut berdiri. Menatap sekeliling yang tersenyum mendukung, Regina akhirnya pasrah dan dia pun berdiri. Adhinatha berjalan lebih dulu dengan Regina mengekorinya satu langkah di belakangnya.

Bukan seperti ini yang dia mau. Bukan seperti ini yang Regina inginkan.

"Kita mau kemana?" tanya Regina begitu mereka sampai di basement.

"Cari angin, 'kan?"

"Kalau kamu tidak ingin, kita tidak perlu pergi. Aku bisa beralasan pada orangtuaku, dan kita berpisah di sini."

"Aku tidak mau." Jawaban singkat itu langsung Regina balas dengan aggukan. Mengeluarkan kunci mobilnya dan hendak berjalan ke mobil warna merah miliknya, langkah Regina langsung berhenti saat merasakan ada yang menahan lengannya.

"Mau ke mana?" tanya Adhi dingin.

"Pulang."

"Siapa yang izinkan?" Raut Adhi terlihat amat tidak bersahabat.

"Tadi kamu bilang tidak mau," cicit wanita itu membuat Adhi mendecak.

"Aku tidak mau menentang orangtuaku, Regina. Bukan tidak mau pergi. Ayo kita jalan berdua. Kemanapun kamu mau, akan aku turuti."

"Tapi—"

"Aku tidak suka berdebat dan buang waktu, Regina." Dan final, pria ini benar-benar menyebalkan bahkan di hari pertama Regina bertemu dengannya.


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C4
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk