Unduh Aplikasi
4.24% Mirror Seizes The Soul / Chapter 13: Dikurung di Kamar

Bab 13: Dikurung di Kamar

Nada mendapatkan pesan dari Bela yang mengatakan jika Ibu tirinya itu akan pulang ke rumah karena sudah selesai pergi ke salon. Ia sudah bersiap akan hal itu. Setiap sudut rumah sudah bersih dan tak dapat di pungkiri rumah ini sudah sangat rapi dan jauh lebih baik untuk di pandang jika di bandingkan dengan sebelum kepergian Bela.

Ia lebih memilih untuk bersantai dengan mengisi waktu luang menonton acara televisi. Menikmati tontonan alat elektronik tersebut, di temani oleh jus jeruk kemasan yang memang selalu ia beli untuk stok di rumah.

Banyak sekali pemikiran yang membuat Nada terganggu seperti keberadaan sosok di dalam cermin yang menyeramkan. Tentu saja ia tidak habis pikir dengan nasibnya yang sekarang.

Sudah tinggal bersama dengan ibu tiri, dan kini juga harus tinggal dengan dihantui oleh beberapa sosok menyeramkan yang menerornya.

Memangnya kalau seperti ini, ingin meminta pertolongan pada siapa? Ia yakin 100% jika orang lain tidak akan pernah percaya dengan apa yang dikatakan olehnya, padahal apa yang ia katakan itu mengandung kebenaran yang memang hanya mampu ia sendiri yang merasakannya.

Alex? Sepertinya hal itu sangatlah tidak mungkin.

Mereka memang dekat, namun tidak dapat dipungkiri kalau cowok satu itu tidak akan percaya dengan perkataannya. Sungguh, Alex saja tidak dapat melihat apa yang di maksud oleh Nada. Jadi, bagaimana bisa seseorang percaya kepada sesuatu yang tidak terlihat dan tidak memiliki bukti?

Tok

Tok

Tok

"Itu pasti Ibu yang baru kembali setelah terlalu asyik menghabiskan uang di salon." Gumam Nada.

Adanya Bela itu sebenarnya sangat membuat Nada risih. Wanita yang selalu bertindak sesuka hati dan selalu berlindung di balik tubuh ayahnya, ini yang membuatnya tidak bisa melawan dan pada akhirnya terlihat seperti gadis yang menyedihkan.

"Ibu pulang!" Seruan bicara Bela pun terdengar, langsung masuk ke dalam indra pendengaran Nada yang kini langsung megubah posisi yang tadinya tiduran di sofa menjadi duduk tegak.

Lihat saja sebentar lagi, apapun yang dilakukan oleh Nada, akan selalu salah di mata Bela.

"I-ibu sudah pulang?" tanya Nada dengan gugup.

Bela sudah sampai satu ruangan dengan Nada, namun mereka berjarak beberapa langkah sehingga ia tidak terlalu dekat dengan anak tirinya. Ia meneliti ke arah Nada, lalu pandangannya beralih menatap ke layar televisi yang menyala.

"Siapa yang mengizinkan mu menonton televisi? Bukannya Ibu sudah katakan padamu untuk tidak memakai peralatan elektronik tanpa izin Ibu? Huh? Nanti tagihan listrik kita bertambah." ucap Bela, ia berjalan untuk mengambil remote TV yang berada di meja yang berhadapan dengan Nada. Segera mematikan televisi untuk hidup hemat.

Nada melongo karena hampir tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Bela. "Tapi, Bu. Aku belum ada sepuluh menit menonton televisi, kenapa dimatikan?" tanyanya, bingung.

"Telinga mu bermasalah atau bagaimana, hah? Sudah Ibu katakan untuk berhemat."

"Tapi ini kan rumah ku, dan barang-barang yang ada di rumah ini juga kan atas hak milik aku."

"Tidak peduli. Ayah mu saja setuju dengan peraturan yang ku buat di rumah ini, jadi tidak ada yang bisa membantah termasuk kamu."

Nada emosi. Sudah seharian ini nyawanya terancam, sekarang perdebatan bersama dengan sang ibu yang membuatnya kesal seperti rasa panas akan amarah yang naik ke puncak kepala dan setelah itu menyebar di seluruh anggota tubuh.

"Nonton televisi gak boleh, main gak boleh, keseharian ku hanya pergi ke kampur, mengerjakan tugas kampus, dan setelah itu menjadi babu. Ibu ku yang dulu tidak sekasar kamu, bahkan aku sama sekali tidak diberikan waktu luang hanya untuk sekedar beristirahat." Pada akhirnya, Nada memilih untuk mengutarakan apa yang dirasa."

Bela tidak terima jika ia selalu dibandingkan dengan wanita yang sudah tiada, seolah-olah ia adalah sosok yang buruk walaupun itu kenyataannya.

"Tidak ada uang jajan untuk besok! Pakai uang tabungan mu, untuk hari ini juga tidak ada makan malam untuk mu, masak makanan mu sendiri."

"Ya baiklah, tidak masalah." ucap Nada seperti sudah tidak ingin memiliki banyak harapan lagi.

Bela yang mendengar respon Nada hanya seperti pu pun menjadikan dirinya kembali marah, ia mendengus. "Oh anak ini minta dikurung di kamar." Ucapnya dengan marah, setelah itu berjalan mendekati Nada dan menarik tangan gadis itu dengan kasar untuk mengikuti setiap langkah kakinya.

Nada meringis kecil sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali, ia merasakan sakit di pergelangan tangan. Namun, rasa sakitnya itu bukanlah poin utama. Ia ketakutan saat Bela mengatakan padanya untuk mengurungnya di kamar. Yang dalam artian... astaga! SESEORANG TOLONG, IA DALAM BAHAYA!.

Tidak sampai 5 menit di kamarnya saha sudah membuat Nada seperti kehilangan akal karena dapat bertemu kembali dengan sosok makhluk yang menyebalkan itu.

"Bu, jangan. Lepaskan tangan ku, Bu. Tolong dengan sangat, aku tidak ingin seperti ini... Jangan mengurungku di kamar, aku takut." Ucap Nada sambil meronta-ronta karena berusaha untuk melarikan diri dari cekalan tangan Bela pada pergelangan tangannya.

Bela berdecih, setelah itu menghembuskan napasnya dengan perlahan. Ia tidak akan mengampuni Nada, jadi ia masih menyeret anak tirinya itu sampai kini sudah berada di depan pintu kamar yang dimaksud.

"Nanti akan Ibu katakan pada Ayah mu kalau kamu sedang tidak ingin diganggu di kamar, mengatakan kamu sedang giat belajar dan sudah ku berikan makanan dan camilan serta minum." Ucap Bela dengan senyuman miring yang menghiasi permukaan wajahnya.

Nada sudah menangis, ia menggengelan kepala, bahkan kini sudah memukul-mukul tangan Bela yang masih saja mencekal pergelangan tangannya agar tidak kabur. "Ku mohon... maaf jangan kurung aku. Aku berjanji setelah ini tidak akan membantah apa yang kamu katakan, ku mohon." Ucapnya dengan sorot mata sedih, bahkan ia tidak masalah kalau sekarang seperti mengemis pengampunan.

"Tidak ada pengampunan, anak seperti mu itu harus di beri pelajaran, Nada."

Bela dengan sekuat tenaga langsung menyeret Nada dengan kasar, membuka pintu kamar, setelah itu melempar tubuh Nada tanpa perasaan kasihan. Buru-buru, ia menutup pintunya supaya Nada tidak bisa kabur. Ia juga tidak lupa untuk mengunci pintu dengan rasa puas.

"Jangan berani-beraninya kamu kabur lewat jendela ya, atau Ibu akan menambah hukuman kamu!"

Sedangkan Nada di dalam kamarnya, kini sudah mendekatkan tubuh supaya lebih menyentuh dinding. Ia duduk meringkuk di sudut ruang kamar, menangis tanpa suara dan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara yang bisa mengundang makhluk di dalam kaca untuk menyapanya kembali.

Tidak, pasti Nada bisa tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Untung saja seluruh tugas dari kampus sudah ia kerjakan semua. Jadi, ia bisa dengan tenang duduk di sudut ruangan saja tanpa melakukan apapun.

Nada berdoa pada Tuhan, ia merapalkan doa-doa agar dihindarkan dari malapetaka yang sepertinya sudah dapat diramalkan akan menimpanya.

Bela jahat, dan Nada tidak suka diperlakukan tidak adil. Ia mau saja di hukum apapun sebagai balasan mengenai apa saja yang ia lakukan. Namun untuk semenjak pindah ke rumah yang banyak misteri ini, ia lebih memilih untuk menjauh dari hukuman yang melibatkan kamarnya dan ruangan yang ada beberapa kaca karena 'mereka' bisa memantau apa yang ia lakukan saat ini ataupun pada nantinya.

...

Next chapter


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C13
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk