Setelah tenggelam dalam kegelapan yang terasa begitu lama, akhirnya dia bangun.
Merlin membuka mata dan disambut oleh cahaya terang dan senyum teman-temannya.
"Merlin sudah bangun!"
Setelah seruan Diane terdengar diseluruh ruangan, Tujuh Dosa Mematikan dan yang lain langsung meninggalkan aktivitas mereka dan pergi menengok Merlin.
'Privasi! Aku hanya butuh privasi! Bisakah kalian memberikannya!?" Merlin mengeluh dalam hati.
Rasanya menakutkan jika ada seseorang yang sudah menunggunya di ruangan yang sama setelah dia bangun. Sepertinya tidur menjadi pilihan terakhir jika dia benar-benar kelelahan.
Dia tidak bisa tidur nyenyak lagi seperti saat masih tinggal di Kuil Kekacauan.
"Sudah berapa lama aku tak sadar?" Merlin menanyakan.
"Satu setengah hari."
Salah satu dari mereka menjawab.
"Sepertinya waktu kita terbuang percuma." Merlin melihat jendela luar, memandangi awan gelap yang ada diseluruh langit Britannia. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada kapten, "Dunia sudah gelisah, jadi apa keputusanmu, Meliodas?"
"Aku akan tinggal di Alam Iblis bersama Elizabeth."
Melihat tekad di mata Meliodas, Merlin mengangguk mengerti. "Jadi sudah diputuskan, jika aku tidak bangun setengah hari lagi, Nee-nee benar-benar akan mati. Tapi, kita masih belum menemukan cara untuk mengatasi kutukan itu."
Atas perkataanya, King menanggapi sambil menghadap Meliodas: "Kalau itu, Danchou berkata sudah menemukan caranya sendiri?"
"Ya, serahkan padaku!" Meliodas berkata dengan percaya diri.
Merlin terdiam sambil menatap Meliodas. Dalam sepersekian detik, pikirannya membara memikirkan tentang bagaimana cara Meliodas mengatasi kutukan itu.
Dugaan pertama tentu saja menggunakan Aura Kekacauan, karena sejak eksperimen sebelumnya, Meliodas setidaknya sudah bisa mengendalikan kekuatan itu dalam tubuhnya. Sebelum asimilasi Aura Kekacauan yang sebenarnya, Meliodas tidak bisa mengendalikan kekuatan itu dengan fleksibel dan hanya bisa menggunakannya untuk meingkatkan kekuatan fisiknya. Dengan keadaannya yang sekarang, menghancurkan kutukan dengan kekuatan itu masih mungkin.
Yang kedua adalah entah bagaimana Meliodas mendapat kekuatan dari sumber lain untuk menghancurkan kutukan itu sejak Raja Iblis mengambil alih tubuhnya.
Tapi semua pemikiran itu tidak berarti karena Meliodas sudah mengungkapkan:
"Saat aku mencoba melarikan diri dari Purgatory, aku memperoleh kekuatan yang bisa melakukannya." Meliodas memberitahu dengan wajah datar, seperti itu bukan apa-apa dan hanya kebetulan.
Ban menjadi teringat akan perkataan Raja Iblis yang mengungkapkan jika Meliodas tidak akan bisa melawannya jika tidak menggunakan kekuatan aslinya.
Merlin mengangguk, dan kemudian dia mengerti. Kekuatan Meliodas ternyata masih bisa berkembang sedemikian rupa, atau sejak awal Meliodas terjebak dalam kondisi tidak bisa menggunakan sihir aslinya.
Merlin benar, karena asalkan Meliodas masih memiliki rasa takut terhadap ayahnya, dia tidak akan pernah bisa mengerahkan kekuatan aslinya. Berkat kekuatan persahabatan, Meliodas benar-benar bisa memperoleh kekuatan itu.
Bahkan tanpa Aura Kekacauan, Meliodas sudah sangat kuat, dan kekuatannya saat ini mampu bersaing dengan Raja Iblis dibuktikan dengan Britannia yang menolak keberadaannya.
"Tolong, Merlin." Meliodas mengacungkan jempol sebelum berdiri dan bersiap-siap.
Yang lain juga mengikuti dari belakang.
Mereka sampai di suatu tempat, dimana tanah menjadi kawah dan daratan tidak rata karena kehancuran.
Ini adalah dampak dari sihir «Meteorworks» yang dikeluarkan Chandler.
Semua orang memberi jarak pada Elizabeth dan Meliodas, dengan keduanya berdiri bersampingan.
"«Curse Discovery»." Merlin menggerakkan tangannya ke arah Meliodas dan Elizabeth.
Dengung!
Wujud kegelapan keluar dari bawah kaki pasangan itu, sebelum meluap dan membentuk dua makhluk raksasa yang sangat aneh. Dua makhluk itu melayang di atas masing-masing Meliodas dan Elizabeth, memancarkan aura kegelapan yang tidak menyenangkan.
"Kabut hitam keluar dari tubuh mereka!" Diane berseru sambil menunjuk aura gelap itu.
"Merlin, apa itu?" King bertanya.
"Itu adalah wujud asli kutukan mereka, aku hanya membuatnya bisa terlihat." Merlin menjawab sambil mempertahankan mantranya.
Bentuk kutukan Elizabeth seperti simbol abadi dengan kepala yang memakan kepala lainnya hingga membentuk lingkaran. Sedangkan kutukan Meliodas memiliki wujud otak yang terdapat mata dengan banyak pupil didalamnya, dipinggiran otak juga terdapat apa yang tampak seperti kaki serangga.
"Itu adalah kehidupan abadi dan reinkarnasi tanpa batas." Merlin menyebutkannya.
"Jadi ini adalah kutukan yang menimpa kita?" Elizabeth yang berdiri disamping Meliodas menatap kutukannya sendiri dengan ngeri.
"Ha!" Meliodas mengumpulkan kekuatannya, dan tiba-tiba tubuhnya diselimuti cahaya kuning yang mengubah sosoknya. Dia berubah menjadi wujud yang digunakan oleh Raja Iblis sebelumnya, yaitu pakaian ketat putih dengan simbol iblis di dadanya dan tato naga di lengannya. Dua cakar logam juga menempel di punggungnya. Kerahnya membentuk kelopak yang mengelilingi lehernya. "Elizabeth, aku minta maaf karena membuatmu menunggu selama 3000 tahun. Sekarang akhirnya aku bisa menepati janjiku padamu."
Elizabeth terharu dengan mata berkaca-kaca, dan kemudian air mata mengalir ke pipinya. "Hei, Meliodas. Bahkan setelah menepati janjimu, apa kau akan terus mencintaiku?"
"Tentu saja, Elizabeth." Meliodas tersenyum, lalu berkata dengan bercanda: "Selamanya, sampai kamu bosan denganku terlebih dahulu."
Elizabeth terkikik.
Selanjutnya, ekspresi Meliodas berubah menjadi serius saat dia mengendalilan cakar logamnya ke depan, mengumpulkan kekuatan melalui cakar itu, lalu menargetkannya ke kutukan di belakangnya.
Kedua kutukan itu runtuh menjadi percikan cahaya putih yang sangat indah, melatari pasangan itu yang saling berpelukan di bawah gemerlap cahaya bintang.
'Sudah kuduga, Raja Iblis belum mati.' Merlin berpikir sendiri di benaknya ketika melihat Meliodas. Dia sebelumnya tidak sempat memastikan karena kesadarannya sudah jatuh terlebih dahulu. Bahkan sekarang, dia tidak tahu kenapa dia bisa kehilangan kesadaran saat itu.
Sebenarnya, hanya dengan keberadaan kutukan yang masih menempel pada Meliodas atau Elizabeth saja sudah bisa membuktikan jika Raja Iblis belum mati. Jika Raja Iblis sudah mati, kedua kutukan itu tidak akan menimpa mereka lagi karena kutukan itu sendiri terhubung pada kelangsungan ayah dan ibu mereka.
Melihat wajah Meliodas yang seolah-olah semua bebannya telah menghilang, Merlin tahu jika Meliodas yang saat ini bahkan tidak akan repot-repot untuk berurusan dengan Raja Iblis jika Merlin tidak mengajaknya, atau Raja Iblis sendiri mengancam Britannia, Meliodas tidak akan bergerak dan terus terhanyut pada kesenangannya bersama Elizabeth.
Jika seperti itu, dia hanya akan membuat keadaan di mana Meliodas diharuskan bertarung dengan Raja Iblis bagaimanapun caranya!
Pikiran Merlin terputus saat suara Elizabeth terdengar:
"Untuk sekarang, ayo kembali ke Liones!"
Mereka berjalan dan akan menaiki Hawk Mama, tapi kemudian para Ksatria Suci yang berasal dari medan perang lain datang menjemput mereka.
...
Dua hari kemudian.
Sebelum perpisahan Meliodas dan Elizabeth dengan Tujuh Dosa Mematikan serta teman-temannya yang lain, kelompok itu memutuskan untuk piknik terlebih dahulu.
Mereka mengunjungi alam lepas, menikmati pemandangan, bermain-main di hutan, membuat barbekyu, serta obrolan menarik lainnya.
Merlin memiliki ekspresi cemberut akhir-akhir ini, dia berpikir bagaimana caranya membuat Meliodas mengambil tindakan melawan Raja Iblis. Dia sudah memikirkan sebuah rencana, yaitu mengembalikan kutukan milik Elizabeth dan berbohong kepada mereka dengan mengungkapkan jika kutukan itu tidak akan menghilang kecuali Tujuh Dosa Mematikan mengalahkan Raja Iblis.
Jika sampai pada titik Meliodas dan Elizabeth benar-benar selangkah lagi menuju Alam Iblis, dia merasa bahwa saat itulah seharusnya dia menjalankan rencana itu.
Mungkin dia akan habis-habisan melawan Raja Iblis jika saja itu benar-benar pilihan terakhirnya. Dia akan menggunakan «Glutonny» dan Sihir Pamungkas yang sudah dirancang untuk membunuh Raja Iblis. Tentu saja dengan cadangan mana yang sangat menakutkan, serta efektivitas sihirnya yang membuat sihir yang dia rapalkan menjadi lebih kuat berkali-kali lipat, dan bahkan melakukan spam sihir Tier-10, dia bisa melakukan itu semua dengan kemampuannya yang sekarang.
Hanya saja perasaan aneh yang dia alami sejak dia pingsan beberapa hari yang lalu benar-benar membuatnya cemas. Dia bahkan tidak tahu apa itu, dan saat dia memindai tubuh dan jiwanya, yang dia temukan hanyalah hal asing yang tumbuh didalam dirinya.
Dengan perasaan tidak aman itulah dia menjadi terburu-buru untuk membangkitkan Asheel dengan berpikir bahwa pria itu mengetahui apa yang sedang terjadi padanya.
Yah, sebagai seorang peneliti, dia memang senang dengan hal baru yang terjadi padanya. Tapi melakukan sesuatu dengan resiko kematian benar-benar menjadi sesuatu yang bodoh.
Saat berpikir bahwa satu-satunya orang yang paling bisa dia andalkan, orang yang selama ini terus bersamanya dan menemaninya, tapi sekarang orang itu malah menghilang entah kemana.
Akhir-akhir ini, dia mencoba menghubungi Ophis, tapi tidak ada tanggapan dari pihak lain. Satu-satunya yang bisa dia andalkan saat ini hanyalah kedua saudari Celestial atau Lady of the Lake itu sendiri.
Omong-omong, dia mendengar dari Elizabeth jika Gelda, yang mana merupakan kekasih Zeldris sudah dibebaskan oleh Meliodas setelah pertempuran terakhir mereka.
Pikiran pararel benar-benar nyaman. Dia bisa memikirkan semua hal itu sambil mengikuti obrolan para gadis dengan Elizabeth dan Diane.
Tapi kemudian, pikirannya tiba-tiba tersentak oleh pesan yang masuk.
"Ada apa, Merlin?" Elizabeth bertanya saat melihat kedutan di wajah Merlin.
"Tidak apa-apa, Nee-nee." Merlin mengangkat tangannya, memberi isyarat jika dia baik-baik saja.
Pesan yang baru saja dia terima berasal dari Flora, dan dia menerima pesan jika Raja Iblis sedang menuju ke Danau Calisbury.
"....." Merlin terdiam sejenak sebelum mencemooh dalam benaknya, 'Raja Iblis, apa kau ingin mati dengan putus asa karena mengunjungi sarang macan itu?'
...
Sementara itu, Ophis yang selama ini dicari oleh Merlin sedang bermain-main bersama beberapa kupu-kupu yang menghinggapi bunga warna-warni.
Di pohon besar tidak jauh dari sana, seorang wanita bertanya pada pria disebelahnya:
"Ophis-chan benar-benar marah padamu, tahu?"