Unduh Aplikasi
42.56% The Fleeing Chaos Demon / Chapter 121: Beban

Bab 121: Beban

"Saya mempunyai sebuah permintaan untuk Anda!"

Mendengar perkataannya, Asheel menaikkan alisnya dengan kesal, "Setelah semua yang kau katakan, kamu berani dengan tidak tahu malu memohon padaku?"

"Sebelumnya adalah kesalahan saya, Lord! Mohon hukum hamba rendahan ini!" Flora masih memohon dalam keadaan bersujud.

Melihat sosok Lucia-san bersujud di hadapannya benar-benar luar biasa, tapi Asheel tahu jika yang bersujud di hadapannya bukanlah Lucia-san, melainkan produk imitasinya yang bernama Flora.

Asheel menenangkan dirinya dan dengan penasaran bertanya, "Kenapa kau sekarang menyembahku?"

"Saya menyembah Anda karena Anda adalah Tuhan saya. Kekuasaan dalam kekuatan yang telah tumpahkan pada hamba rendahan ini benar-benar menyadarkan saya! Anda adalah Tuhan saya, tidak salah lagi!"

Mendengar penjelasan Flora, semua orang terdiam oleh perubahan suasana ini. Keadaan ini sangat aneh untuk Merlin, semakin dia dewasa, akal sehatnya menjadi semakin luas dan menyebar ke cakrawala. Dia tahu sesuatu tentang Chaos karena Asheel adalah satu, dia hanya menganggap jika Asheel terlibat dalam penciptaan dunia ini, tapi sepertinya tidak sedangkal itu karena dia masih ingat jika Asheel pernah menciptakan sebuah jiwa Ilahi yang keberadaannya mirip dengan Dewa di dunia ini.

Dia lalu melihat Asheel akan bertanya lagi.

"Lalu, jika kekuatanku membuatmu sadar jika aku adalah penciptamu, kenapa kamu takut sebelumnya?" kata Asheel dengan sinis.

"Itu..." Flora ragu-ragu apakah akan memberitahukannya atau tidak, setelah memantapkan diri, dia akan mengatakannya tapi sudah dijawab terlebih dahulu oleh Sera.

"Itu karena kamu mengeluarkan niat membunuh sebelumnya."

Asheel terdiam sejenak sebelum menghembuskan napas, "Ahh, aku benar-benar ingin menindasmu saat itu."

"Tidak masalah apakah nasib saya akan diserahkan Anda, tapi saya memohon penuh kepada Anda, Lord. Tolong selamatkan saudari saya!"

"Itukah permohonanmu?"

"Ya! Saya rela melakukan apapun kepada Anda karena sejak awal saya adalah milik Anda! Tapi setidaknya tolong berilah saudari saya kebebasan!" Flora memohon dengan putus asa. Dia masih bersujud, bahkan tidak berani mengangkat kepalanya seinchi pun.

"Itukah sikapmu kepada penciptamu? Tindakanmu seperti pembangkangan di mataku," kata Asheel dengan mengejek saat dia duduk kembali ke kursinya.

"Lalu, saya harus bagaimana...?" Flora mulai menangis.

Merlin, Ophis, dan Sera lalu menatap Asheel dengan merendahkan karena bocah ini baru saja membuat seorang wanita menangis.

Melihat tatapan mereka bertiga membuat Asheel tidak nyaman, tapi dia tetap menyangkalnya, "Aku penganut kesetaraan gender."

"Omong kosong apa!" Sera mencibir, jelas tidak mempercayai perkataannya. Sebelumnya, karena teriakan seorang gadis, dia melihatnya sendiri jika Asheel buru-buru menolongnya yang tindakan itu menjadi pertemuan mereka dengan Merlin. Dia percaya jika yang berteriak adalah seorang pria, Asheel bahkan tidak repot-repot untuk menoleh ke arahnya.

Setelah itu, Asheel akhirnya mengalah saat dia menghela napas sambil menatap Flora, "Aku bahkan tidak memegang takdir kalian, saudarimu bisa mendapat kebebasan dengan usahanya sendiri."

Asheel tahu jika saudarinya mempunyai nama Zora, yang adalah imitasi Sera, telah bertunangan dengan utusan sekaligus penghubung antara Klan Celestial dengan Klan Dewi.

Dan karena terdapat masalah pada tindakan-tindakan tunangannya selama ini, itu membuat Flora tidak ingin menyerahkan Zora ke tunangannya.

Mengingat apa sebenarnya masalah itu, Asheel mengangguk pada dirinya sendiri. 'Umu, aku tidak melupakannya.'

Dia bangga karena tidak melupakan informasi itu karena dia biasanya tidak repot-repot untuk mengingatnya.

Mendengar jawaban Asheel, Flora merasa senang saat dia mengangkat kepalanya. "Lalu, apakah Anda tahu dimana keberadaan adik saya?"

"...." Asheel menatapnya dengan aneh, "Bagaimana aku tahu? Aku bahkan belum pernah melihatnya."

"Oh, saya kira Anda benar-benar menyembunyikannya." Flora dengan malu menggaruk kepalanya.

"Sejak kapan aku adalah seorang pembohong?" Asheel mengeluhkan citranya.

"Sejak lahir," Sera mencibir.

...

Pada malam hari, walaupun Kuil Langit sangat jauh atau bahkan telah terpisah dari Britannia, tetapi bintang-bintang dan bulan masih terlihat di langit. Kilauan dan cahaya mereka menghiasi keindahan gelapnya malam.

Asheel berjalan sendirian dengan pakaian tipisnya yang biasa. Dia tidak merasa kedinginan karenanya, bahkan dalam wujud bocahnya. Mengingat tubuh ini adalah fisik superior yang telah diciptakan oleh Supreme One dengan berbagai cara hingga mampu menahan Inti Kekacauan didalam tubuhnya, hal-hal sepele seperti kedinginan tidak pernah menjadi masalah untuknya.

Dia berjalan tanpa arah, menyusuri rumput dan batu, dengan penerangan ajaib yang dipasang di seberang jalan.

Saat dia berjalan melewati pemukiman sebelumnya, tidak ada yang berani menatapnya. Lagipula, para prajurit Celestial telah melihat pemimpin muda mereka, Flora, tunduk pada seorang bocah seperti dirinya.

Lancang sekali karena tidak berani melihat pencipta mereka sendiri.

Asheel pernah memiliki pemikiran seperti itu di benaknya, tapi itu hanya melewatinya begitu saja. Sera benar, dia telah menjadi semakin sombong entah bagaimana.

Apakah itu karena emosinya yang kurang stabil saat ini? Ataukah karena pemikiran bocah dalam tubuh ini? Mungkinkah di masa lalu saat dia seumuran dengan tubuh ini, dia pernah merasakan gejolak emosi yang sama?

Asheel merasa aneh saat dia merasa seolah dirinya eksistensi tertinggi bahkan saat dalam tubuh kekanak-kanakan. Rasanya dia ingin menginjak-injak seluruh makhluk di dunia hingga dia bisa menegaskan dominasinya, dia ingin mengacaukan seluruh dunia ini hingga sebuah kekacauan dahsyat yang dapat merenggut apapun tercipta darinya.

Kekacauan.

Asheel hanya menginginkan kekacauan. Hasratnya dalam mengacaukan berbagai dimensi melonjak sejak dalam kemarahan sebelumnya. Dia ingin membunuh mereka semua, dia ingin membantai, dan dia ingin situasi yang kacau terjadi di seluruh dunia.

Dia tidak menikmati kenikmatan dalam pertempuran, dia tidak menikmati darah dalam pembunuhan, dia hanya ingin mengacaukan untuk bersenang-senang, dan itulah yang menjadi pemuas hasratnya.

Kekacauan adalah kejahatan murni.

Kekacauan adalah sebuah dosa.

Tapi dari kekacauan, mereka bisa melahirkan banyak hal.

Fakta jika manusia memiliki kejahatan dan kebaikan, fakta jika manusia juga bisa meninggalkan kemanusiaan mereka.

Asheel sangat ingin membunuh manusia-manusia seperti itu. Selama ini, dia memupuk jalan kemanusiaan karena dia ingin menjadi manusiawi. Dia iri pada mereka karena masih bisa waras dalam tindakan tidak manusiawi yang mereka lakukan.

Di sisi lain, jika dia sudah kelepasan dan menjadi gila karena terpengaruh oleh kekacauan didalam dirinya, dia akan menjadi tak terkendali dan akan menjadi monster tak berakal yang akan mengacaukan segala hal disekitarnya.

Tapi pada akhirnya, omong kosong kemanusiaan itu hanyalah sebuah alasan. Dia menggunakan kata 'kemanusiaan' untuk menutupi kesalahan dan kejahatannya. Dia tidak tahu lagi apakah dirinya merupakan orang jahat berdasarkan semua tindakan yang pernah dilakukannya pada masa lalu. Dia tidak bisa terbebas dari kekuatannya sendiri.

Memiliki pengendalian energi penuh? Itu adalah hal yang sangat sulit dilakukan olehnya. Dia tidak berani bereksperimen dalam pengendalian energinya karena sekali dia meleset, hal-hal yang seharusnya berjalan normal akan runtuh dan mengakibatkan kekacauan sekali lagi.

Energi yang dia terima melalui Alam Kekacauan memiliki jumlah yang tidak terbatas. Dan karena Alam Kekacauan terhubung dengan Inti Kekacauan-nya, dia mendapat suplai energi terus menerus dari Alam terkutuk itu terlepas dari mau atau tidaknya dia menerima energi itu karena Alam Kekacauan akan terus memaksanya.

Terlebih lagi, dia harus menstabilkan suplai dari jalur energi yang dia terima setiap detiknya. Dia sudah tidak tahu berapa banyak pikiran pararel tercipta di benaknya untuk bisa memindai setiap energi yang dia terima. Itu agar tetap stabil pada Inti Kekacauan miliknya.

Rasa sakit yang dia terima juga tidak bohong, sekarang dia bahkan telah mati rasa oleh rasa sakit itu, hingga saat ini dia menjalani kehidupan normal dengan rasa sakit yang telah menjadi kebiasaan.

Setiap energi kekacauan yang mengalir didalam tubuhnya seperti racun yang menggerogoti apapun yang dilewatinya. Dan dia sudah mati rasa dengan perasaan itu.

Makhluk seperti Asheel seharusnya sudah tidak terikat oleh hal sepele seperti takdir, tapi kenyataannya dia masih terikat oleh takdirnya sendiri.

Lalu, haruskah dia menyalahkan seseorang akan takdir dan beban yang dia tanggung selama ini?

Supreme One?

Yah, orang itu seharusnya salah karena terlalu optimis pada segala ciptaannya hingga mengabaikan limbah yang merupakan ancaman terbesarnya sejak awal.

Dan dari kumpulan limbah itu, lahirlah Asheel Doom, orang yang dikorbankan untuk menanggung semua beban akan limbah energi yang terbuang.

Keberadaan Asheel sangat penting untuk Abyss karena dialah yang menjadi pembatas Alam Kekacauan agar tidak mulai menggerogoti Abyss.

Itu juga menjadi alasan kenapa Asheel bisa dibiarkan begitu saja saat dia memusnahkan beberapa dimensi untuk pelampiasan kekesalannya.

Pelampiasan itu lebih penting dari pada beberapa dimensi yang hancur karena dengan itu, kondisi mental Asheel akan lebih stabil dan Abyss juga hanya mengalami sedikit kerusakan.

Tetap saja, banyak orang menyalahkannya.

Karena itu fakta bahwa dia berdosa.

Dan dia harus menanggung beban Alam Kekacauan sekaligus semua dosa yang telah dia lakukan untuk membunuh jiwa-jiwa malang yang tak terhitung jumlahnya.

Terlepas dari banyak orang telah menyalahkannya, banyak juga yang menyembahnya.

Sebagian besar Outer God menyembahnya karena tindakannya yang menghancurkan banyak dimensi. Outer God adalah dewa yang memiliki tujuan jahat untuk menghancurkan dunia di sepanjang jalan mereka.

Oleh karena itu, banyak dari mereka yang mendambakan sosok Penguasa Kekacuan, gelar yang benar-benar dipaksakan.

.

.

.

'Omong kosong,' Asheel berpikir sendiri dalam benaknya. Wajahnya tampak tak bernyawa, lubang matanya seperti kehampaan tak berdasar. Tapi dia segera sadar, dan segera menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikirannya.

"Aku tetap tak merasakan apapun atas semua dosa yang telah kulakukan, tapi itu mungkin berbeda jika ada hubungannya dengan Sera..."


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C121
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk