Unduh Aplikasi
97.72% LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 43: Vol II 17『Terasa Mirip』

Bab 43: Vol II 17『Terasa Mirip』

Masih di dalam hutan, kami berdua, aku dan Rord sedang berada di tengah-tengah perjalanan untuk kembali ke kota.

Berjalan dengan santai karena aku yang kelelahan.

Itu benar, seharusnya staminaku memang sudah terkuras habis sejak tadi.

Entah karena adrenalin atau semacamnya, tubuhku akhirnya masih bisa untuk bertahan.

Untuk mengatasi peristiwa seperti ini yang mungkin saja akan terjadi lagi nanti, kurasa aku harus mulai untuk berolahraga.

Modar sudah pernah menyuruhku untuk melakukannya, tapi diriku hanya bisa bertahan sampai hari ketiga.

Hmm...

Tetapi...

Mungkin saja tidak akan ada yang bisa mengetahuinya, aku memang tahu itu, tapi tetap saja aku tidak bisa menghilangkan perasaan khawatir ini!

Itu benar, mana mungkin aku bisa bisa langsung bersikap seperti biasanya begitu saja setelah mengetahui rekan satu kelompokku baru saja membuat keributan yang cukup besar.

Membakar hutan, ya...

Dia bisa saja akan dipenjarakan kalau sampai ada yang tahu dan melaporkannya.

Meskipun begitu, pelakunya sendiri bahkan terlihat seperti seolah-olah dirinya tidak ada kaitannya dengan masalah ini sama sekali!

Orang-orang pasti akan kebingungan ketika tahu dia adalah pelakunya.

Tidak, mereka mungkin tidak akan percaya.

Memasang wajah tidak bersalah begitu ... aku penasaran apa yang ia pikirkan setelah menimbulkan kekacauan seperti itu...

Maksudku, dibandingkan sebagai tersangka, dia bahkan lebih terlihat seperti seorang gadis polos yang tidak tahu apa-apa.

"...? A–Apa? Mengapa kau melihatku dengan tatapan tidak enak begitu...?"

Tampaknya dia sadar akan diriku yang menatapnya sejak tadi.

Itu benar, sembari menaruh tangan kiriku di dahi, aku berusaha untuk menutupi wajahku karena merasa ini tidak benar.

"Harus kukatakan saja secara langsung padamu, tapi tatapan seperti itu bisa menimbulkan sebuah kesalahpahaman jika ada orang lain, tahu..."

"Ah, ya. Aku sudah tahu soal itu."

"Kalau kau sudah tahu dari awal, lantas mengapa kau masih melakukannya? Dasar aneh."

Membalas tatapanku dengan cara yang sama, Rord menutupi dadanya yang rata dengan kedua tangannya.

Meskipun aku bilang begitu, tapi jika diperhatikan dengan baik, sebenarnya dia cukup berisi juga.

Aku jadi merasa menyesal karena sudah pernah mengatakan sesuatu yang sensitif mengenai ukuran payudaranya padanya ketika masih berada di kastil.

Yah, di sisi lain, aku bersyukur karena ia ternyata baik-baik saja.

Namun ... tetap saja masalah yang ia sebabkan tidak akan bisa dilupakan begitu saja dengan mudah.

Sembari menghela napas panjang, aku menutup kedua mataku karena merasa lelah.

Padahal seharusnya ini bisa menjadi quest yang mudah, tapi mengapa kami bisa jadi sangat tidak beruntung begini...?

Peristiwa tadi itu seolah-olah terasa seperti sudah ada yang mengaturnya saja...

"Oi, Simp."

"Em? Ada apa? Apa kau ingin mengomentariku lagi karena sudah melihatimu dengan tatapan yang aneh? Asal kau tahu saja, aku sudah berhenti melakukannya sejak beberapa detik yang lalu, tahu. Dan juga, apa-apaan yang barusan itu? Mengapa kau memanggilku nama depanku?"

"Kau mungkin tidak merasakannya, tapi nama kita berdua itu terdengar aneh, tahu. Sudahlah, kau lihatlah saja terlebih dahulu."

"Iya, iya, aku mendengarkanmu, kok."

"Tidak, bukan itu, tahu, bodoh. Bukalah kedua matamu itu."

Tidak mendengar dengan baik perkataannya karena sedang tidak fokus, aku akhirnya spontan membuka kedua mataku tanpa maksud tertentu.

Rord menarik lengan bajuku dan membawaku ke arah samping kiri kami.

"Ooi– ada apa? Mengapa kau menarikku?"

"Kau berisik, tahu. Diam dan lihatlah saja."

"...?"

Masih merasa bingung akan maksud dan tujuannya melakukan itu, aku mencoba untuk menuruti perkataannya.

"Di sana."

"Memangnya ada apa di sana...?"

Menunjuk ke suatu arah, sepertinya ia tidak melakukannya dengan sembarang.

Melihat ke arah yang ia tunjuk, aku menyadari keberadaan seorang gadis yang kukenal.

Kami belum kenal terlalu lama, tapi aku bisa langsung tahu jika itu adalah dirinya.

Itu benar, tentu saja aku bisa langsung tahu.

Maksudku, dengan rambut pirang panjang yang mencolok di keramaian itu, bahkan siapapun bisa langsung tahu jika ia bukanlah orang biasa.

Kecantikan yang melebihi gadis-gadis biasa, ia memilikinya.

Sedikit aneh untuk dikatakan, jujur saja, sebenarnya perlahan diriku mulai menaruh rasa kagum padanya.

Yah, kalau aku mengatakan hal itu kepadanya secara langsung, dia pasti akan menjadi sanga besar kepala. Dan tentu saja aku tidak mau hal itu terjadi.

Yah, meskipun seharusnya dia sudah menyadarinya, sih...

Tapi, mau dikatakan begitu pun, dari awal kenal dengannya saja, sebenarnya dirinya memang sudah terlihat sebagai sosok yang lumayan keras kepala ... dan mengesalkan.

"Bukankah itu Lucia?"

"Ya, kau benar. Dan apakah kau lihat siapa yang sedang bersamanya?"

Merasa penasaran akan apa yang Rord ucapkan, pandanganku teralihkan pada seseorang yang sedang bersama dirinya.

Kami tidak bisa melihat wajahnya dari sini, tapi jika dilihat dari postur tubuh dan pakaian yang ia kenakan, aku cukup yakin jika sosok tersebut adalah seorang perempuan.

Dilihat dari ekspresi yang Lucia berikan, tampaknya mereka berdua sedang membicarakan sesuatu.

Meskipun di satu sisi, wajah Lucia sekali-kali terlihat memasang ekspresi kesal.

Aku penasaran soal apa yang sedang mereka bicarakan.

Aku belum pernah melihatnya berbicara dengan orang lain, apa mungkin dia kenalannya?

Tidak, jika dilihat dari gelagatnya, sepertinya mereka berdua belum lama kenal.

Yah, sebetulnya aku hanya asal tebak saja, sih...

"Jadi, mengapa kita memata-matai mereka?"

Memasang wajah datar, aku bertanya pada Rord yang ada di sebelahku.

"Aah ... sebenarnya, aku juga tidak tahu mengapa. Hanya ingin saja...? Maksudku, bukankah ini terlihat keren?"

"Apa-apaan itu...? Sudahlah, ayo kita hampiri mereka."

Beranjak dari tempat tersebut, aku berjalan untuk menghampiri mereka, diikuti dengan Rord yang menyusul dari belakang.

Berjalan cukup pelan seperti biasanya, tidak terasa ternyata diriku sudah berada cukup dekat dengan mereka.

"Ooi–"

"–bukankah sebelumnya sudah kukatakan? Aku ini sedang terburu-buru, tahu!"

"Tetapi, Nona Pendekar Pedang–"

"–sudah kubilang 'tidak', bukan? Mau sampai kapan kau ingin melakukan ini?"

"Seluruh nyawa penduduk desa bisa saja terancam, apa kau ingin membiarkannya begitu saja, Nona Pendekar Pedang?"

"Kukatakan satu hal padamu. Jangan membuatnya seolah-olah dirikulah yang salah di sini. Asal kau tahu saja, meskipun sekarang ini aku pergi dan mencoba untuk menyelamatkan penduduk desa kuno khayalanmu itu, bisa saja nyawa teman-temanku sekarang ini sedang berada dalam bahaya karena perbuatan penerus kalian, tahu...!"

Menjelaskan kepada lawan bicara dengan nada tinggi, Lucia tidak membiarkannya mendapatkan kesempatan untuk kembali berbicara.

Sepertinya, dia kehabisan napas karena itu...

"Apa? Apa? Apa masih ada yang ingin kau katakan?"

Kami akhirnya muncul dari balik pepohonan.

Lucia pun segera menyadari Rord dan diriku.

"Teman-teman! Syukurlah kalian baik-baik saja!"

Berlari untuk memeluk Rord yang ada di sebelahku, Lucia terlihat sangat senang setelah mengetahui kondisi teman-temannya.

Oi, oi, oi, apa tidak ada pelukan juga untukku?

Jujur saja, aku merasa sedikit kesepian di sini.

"Jadi, apa yang sedang kalian bicarakan? Kalau tidak salah, aku mendengar sebuah kata yang asing seperti 'desa pohon' atau semacamnya. Apa aku boleh tahu apa itu?"

Aku bertanya pada gadis tersebut.

"Ah, itu. Bagaimana, ya, jika menjelaskannya ... emm, desa pohon itu adalah desa yang tersembunyi dari peradaban manusia. Seperti namanya, desa tersebut penuh dengan pepohonan dan warna hijau. Tidak banyak hal yang dapat diketahui hanya dengan diberitahukan dengan mulut saja, jadi kurasa kau bisa melihatnya saja langsung."

"Ah, begitu, begitu. Tapi, maaf, aku sama sekali tidak tertarik."

"..."

Ah, sepertinya, aku baru saja hampir membuatnya mengeluarkan air mata.

Yah, tapi aku tidak terlalu peduli, sih...

Lagi pula, kami sendiri sebenarnya sedang terlibat masalah.

Mana mungkin kami pergi liburan di masa-masa seperti ini.

"Be–Begitu, ya. Kalau begitu, aku pamit undur diri. Terima kasih atas waktunya."

"Ya, ya, pergilah sana."

Gadis itu pun perlahan berjalan menjauh dari kami.

Aku tahu dirinya sedang kecewa karena tidak mendapatkan pengunjung. Tapi, mengapa ia tidak mencoba untuk mempromosikannya di kota saja?

"Gadis yang aneh..."

Yah, kami sendiri sebenarnya juga sedang punya masalah.

Aku minta maaf karena tak bisa membantu.

Dari belakang pundak Rord, Lucia terus menerus menjulurkan lidahnya keluar seolah-olah ia jadi terlihat sedang mengejek gadis itu.

"Jadi, siapa gadis yang barusan itu, Lucia? Dia bukan kenalanmu, 'kan?"

"Meskipun kau tanya begitu, aku sendiri sebenarnya juga tidak tahu. Gadis itu tiba-tiba saja muncul dan memintaku untuk menyelamatkan desa kunonya atau apapun itu. Aku sendiri merasa tidak ada kaitannya dengan masalah mereka, tapi dia tetap saja terus memaksa. Kau dengarkan aku, dia bahkan mencoba untuk memperdayaku dengan mengatakan kebohongan seperti diriku adalah seorang pahlawan atau semacamnya. Untuk sekedar kebohongan semata, bukankah dia terlalu berlebihan?"

"Ah, jadi begitu, jadi begitu, begitu rupanya cerita aslinya–"

"Benar, benar! Rord pasti juga setuju, kan?"

"Yah, aku tidak ingat pernah membaca sesuatu yang berkaitan dengan apa yang ia bicarakan, jadi kurasa dia berbohong."

"Benar, kan? Benar, kan?"

"Ya. Jujur saja, dia terlihat sedikit mencurigakan. Tapi, untuk membuat kebohongan seperti 'menyelamatkan desa kuno', kurasa memang benar jika itu terlalu berlebihan."

"Ya, ya, itu benar, aku sih sudah pasti setuju soal it– eh, tunggu sebentar! Apa tadi kau bilang 'menyelamatkan desa kuno'?"

"Ya, sudah kuduga darimu. Aku sudah tahu kalau kau pasti akan setuju– eh? A–Ah, ya. Kalau tidak salah, dia juga pernah bilang begitu padaku. Aku tidak terlalu mengerti apa maksudnya. Yah, bisa dikatakan, aku tidak terlalu mendengarkannya dengan baik, sih."

Tidak, tidak, tidak. Menyelamatkan desa kuno. Apa kalian ini tidak pernah main game?

"Ta–Tapi! Aku ingat ia pernah berkata jika desanya sedang terkena masalah atau semacamnya dan sedang membutuhkan bantuan. Yah, itu bukan urusan kita, sih."

Seolah-olah tidak merasa peduli, Lucia meletakkan kedua tangannya di belakang leher.

Dari awal sikapnya memang sudah seperti ini, jadi kurasa aku tidak bisa menyalahkannya.

Tetapi, menyelamatkan desa pohon kuno.

Di duniaku dulu, aku sering kali mendapatkan special quest yang munculnya tidak terduga seperti untuk menyelamatkan desa misterius.

Tapi, apa mungkin yang semacam itu juga ada di dunia ini?

Dia tadi juga bilang 'desa pohon', apa mungkin itu artinya desa para elf?

Aku yakin jika para elf pasti juga memiliki desa khusus yang tersembunyi dan terkekang dari dunia luar. Apa mungkin itulah yang ia maksudkan?

Mungkinkah gadis itu adalah sosok yang akan memicu questnya?

Aku akhirnya tahu apa yang harus kulakukan.

Itu benar. Akhirnya event semacam ini muncul juga!

Momen di mana diriku akan menjadi seorang pahlawan karena telah menyelamatkan sebuah desa!

"Ooi, Simp! Ke mana kau ingin pergi?"

"Ka–Kalian tunggu saja di sini sebentar, aku ingin menanyakan sesuatu pada gadis itu."

Aku segera berlari menuju ke arah gadis tersebut sembari memanggil dirinya.

"Ooi–! Tunggu sebentar!"

Gadis itu terlihat sedikit terkejut karena aku tiba-tiba saja menghampirinya.

"I–Iya? A–Ada apa, ya, kak?"

Secara spontan, aku memegang kedua pundak gadis tersebut.

Dia nampaknya lebih muda dariku, jadi kurasa akan tak apa jadinya jika bersikap lebih kasar sedikit.

"A–Ada apa?"

"Soal desa pohon yang kau katakan tadi, apa kau bisa menjelaskannya secara lebih lanjut padaku?"

"Eh? Tapi, bukankah tadi kakak bilang tidak tertarik?"

"Tadi, ya, tadi. Sekarang, ya, sekarang. Bagaimana?"

"U–Um, ba–baiklah."

"Bagus."

Seperti di kebanyakan cerita lainnya...

Diceritakan ada seorang sosok petualang yang sedang berpetualang bersama dengan rekan satu timnya.

Saat sedang berpetualang, mereka tiba-tiba saja dihampiri oleh seorang sosok misterius yang meminta bantuan untuk membantu menyelamatkan desanya.

Meskipun tidak terlalu mirip, tapi aku yakin jika itulah yang sekarang sedang terjadi.

Itu benar, mungkin inilah kesempatanku untuk menjadi seorang pahlawan!

Aku bisa merasakannya ... jika kekuatan misterius yang bersemayam di dalam diriku akan bangkit sebentar lagi.

***

Gadis tersebut lalu menjelaskan kembali secara terperinci sesuatu mengenai 'desa pohon' yang sejak tadi ia bicarakan dengan Lucia.

Walaupun terdengar sedikit mencurigakan di telingaku karena Rord bilang ia tidak mengetahui apapun soal 'desa pohon' atau apapun itu.

Tapi, tetap saja aku tertarik untuk mendengar akan bagaimana cerita aslinya.

Mungkin saja, di luar sana, masih belum ada dunia yang tidak ia ketahui.

Lucia sebelumnya juga berkata jika ia tidak terlalu mendengarkannya dengan baik karena merasa terganggu, jadi kurasa dia harus mendengarkannya kembali bersama dengan kami agar persoalannya bisa jelas.

Tidak ada salahnya juga jika kami mendengarkannya terlebih dahulu.

Membantunya atau tidak, aku bisa memikirkannya nanti.

Gadis tesebut pun mulai bercerita...

"Seperti yang sebelumnya saya sempat beritahu, desa tempat kami tinggal merupakan desa kuno yang keberadaannya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar seperti kalian. Desa tersebut tidak memiliki nama khusus, jadi kurasa agak aneh jika menyebutnya tanpa nama begitu. Maka dari itu, saya pun akhirnya sampai pada 'desa pohon'."

Sembari tertawa kecil sedikit, ia menjelaskannya pada kami.

"Heeh ... mengapa kau menyebutnya desa pohon? Apa memang hanya karena pohonnya ada banyak saja?"

"Yah, tidak ada alasan khusus, sih. Kakak akan tahu saat melihatnya sendiri."

Tersenyum setelah mengatakannya, ekspresi yang gadis itu buat semakin membuatku merasa penasaran.

Aku mengalihkan pandanganku ke belakang dan menyadari jika sepertinya hanya dirikulah yang merasa bersemangat akan sesuatu seperti ini.

Memasang wajah datar seolah-olah mereka tidak peduli akan hal ini...

Kurasa inilah efek samping yang kuterima karena belum pernah melihat dunia luar.

"Yah, soal desa pohon ini aku sudah sedikit paham. Tapi, apa sebenarnya arti dari 'menyelamatkan' yang kau tadi ucapkan?"

"Ya, itulah poin paling penting di sini. Bahaya yang sedang mengancam desa kami, makhluk yang dikurung di dalam pohon besar. Konon katanya, makhluk terkutuk tersebut akan bangkit dalam waktu yang sangat dekat. Dan seperti yang mungkin kakak duga, kami membutuhkan seorang penyelamat untuk menyelamatkan desa kami dari ancaman tersebut."

"Tidak bisakah orang-orang dari desamu saja yang melakukannya?"

"Sayang sekali, tapi tidak bisa. Warga desa rata-rata bukanlah seorang ksatria ataupun petualang. Maka dari itulah kami memberanikan diri untuk pergi ke luar dan meminta orang dari luar untuk melakukan ini. Kepala desa ... ayahku pun pernah berkata jika dirinya saja tidak cukup kuat untuk menyelamatkan desa. Dia mengatakan sesuatu seperti ... itu benar, bantuan dari dunia luar."

'Bantuan dari dunia luar'...?

Meletakkan salah satu tanganku ke dagu, aku memikirkan sesuatu.

Apa mungkin itu artinya bantuan dari kami?

Sesuatu seperti yang sudah diramalkan sejak dahuku kala ... begitu?

Dari yang kudengarkan darinya, alur ceritanya memang terdengar mirip dengan quest spesial di game yang pernah kumainkan.

Tetapi, apa benar jika gadis ini dapat dipercaya?

"Jadi, apakah kakak-kakak sekalian bersedia untuk meminjamkan kekuatan kalian...?"

"Sebelum itu..."

Aku mengecek-ngecek dirinya untuk menemukan sesuatu yang sekiranya mencurigakan.

Dia bukan seorang bandit atau semacamnya, 'kan?

"..."

Roknya cukup panjang, aku belum pernah melihat seseorang yang berpakaian seperti dirinya.

Malahan, kurasa dirinya adalah gadis paling tertutup yang pernah kulihat sejak tiba di dunia ini.

Sepertinya, dia adalah gadis yang baik.

Aku tidak menemukan apapun yang mencurigakan dari dirinya.

Tetapi ... ada sesuatu yang membuatku merasa penasaran...

Itu benar, rambut gadis ini kelihatannya disemir.

Berbeda dengan sekujur rambutnya yang berwarna pirang, terlihat jika hanya sedikit dari bagian pangkal rambutnya sajalah yang berwarna hitam.

Sepertinya, itu adalah warna asli dari rambutnya.

"Ah, maaf sebelumnya. Kalian pasti kebingungan tentang bagaimana cara memanggilku, bukan? Perkenalkan kakak-kakak sekalian, nama saya adalah Yoruka. Ini adalah sebuah kehormatan untuk dapat berbicara dengan orang dari dunia luar seperti kalian. Salam kenal dan mohon bimbingannya."

Bagaikan seorang tuan putri dari kerajaan yang berkelas, ia mienaikkan kedua sisi rok panjangnya dengan tangan kecil miliknya sembari memundurkan salah satu kakinya ke belakang.

Bagaikan seorang bangsawan, Yoruka pun memperkenalkan dirinya pada kami.

Meskipun jika dilihat dari penampilannya ia masih terlihat seperti seorang gadis kecil, tapi sepertinya dia di-didik dengan cukup baik oleh orang tuanya.

Terkejut melihat sikapnya yang tidak terduga, Lucia membisikkan sesuatu padaku:

"Hey, hey, bagaimana ini? Bagaimana ini? Aku tidak menyangka jika dia adalah gadis yang sangat baik! Aku jadi merasa sangat tidak enak karena sebelumnya sudah bersikap lumayan kasar padanya."

"Berisik sekali, sih ... itu salahmu sendiri, tahu. Bukankah aku pernah bilang padamu agar lebih memerhatikan kata-kata dengan baik? Asal kau tahu saja, dulu kau juga begitu saat kita pertama kali kenal. Sudahlah, kau minta maaf saja nanti padanya."

Yah, aku sebenarnya juga sedikit terkejut, sih.

Lagi pula, kurasa ini adalah pertama kalinya aku melihat seseorang yang terlihat cukup elegan seperti dirinya.

Maksudku, dua orang teman sekelompokku yang memiliki kecantikan seperti seorang tuan putri asli bahkan memiliki sikap yang sangat berkebalikan dengan penampilannya.

Melihatnya begini, aku jadi ikut merasa bersalah karena telah salah menilainya dari awal.

Siapa yang akan menyangka, jika dirinya adalah gadis yang baik.

Sembari memikirkan itu, aku memusatkan pandanganku ke Rord.

"A–Apa? Mengapa kau menatapku dengan wajah kecewa begitu?"

Tidak, tidak ada apa-apa kok.

Aku hanya sedikit berharap jika kau memiliki sikap yang lumayan mirip dengannya.

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke Yoruka.

"Emm ... begini, Yoruka. Kurang lebih aku sudah paham mengenai permasalahannya, tapi apa yang kau maksud dengan 'makhluk di dalam pohon besar' yang kau bicarakan barusan?"

"Aku juga tidak tahu detailnya ... tapi, Kepala Desa pernah berkata jika makhluk tersebut sudah menunggui pohon besar tersebut untuk waktu yang cukup lama."

Apa mungkin maksudnya makhluk itu adalah monster legenda?

Dikarenakan suatu hal, pahlawan pada zaman dahulu pun terpaksa menyegelnya di pohon tersebut, dan sekarang dia sedang mencoba untuk bangkit kembali.

Terdengar agak menyeramkan karena diriku bahkan masih belum memiliki perlengkapan yang mencukupi, tapi kurasa aku harus menerimanya.

Itu benar, tidak ada salahnya untuk membantu.

Tetapi, aku masih ingin memastikan satu hal lagi...

"Hey, Rord. Apa kau yakin belum pernah dengar sesuatu soal 'desa pohon' ini?"

"Apa kau meragukan ingatanku? Asal kau tahu saja, aku bahkan masih ingat bagaimana pemandangan saat aku masih di rahim, loh!"

Membanggakan dirinya sendiri, Rord menepuk dadanya.

Sekarang ia malah jadi terlalu melebih-lebihkan...

"Yah, desa kami memanglah sangat tersembunyi. Bahkan pasukan raja iblis pun kurasa tidak tahu sama sekali soal desa kami."

"A–Apa katamu!? Apa kau meremehkan informasi yang kami miliki!?"

Nah, tuh. Dia malah jadi marah.

"Asal kau tahu saja, manusia! Pasukan intel kami itu sanga ahli, tahu!"

Ditahan oleh Lucia dengan cara mengangkat dirinya, Rord terus-menerus mencoba untuk mengomeli Yoruka.

"A–Ha, ha..."

"Oi, kenapa aku juga ikut serta?"

"Lepaskan aku, Lucia! Aku harus memberitahunya betapa hebatnya pasukan raja iblis! Tidak sampai ia ketar-ketir dan gemetaran karena ketakutan!"

"... Dia agak sensitif soal itu. Kau bisa mengabaikannya."

Aku membisikkannya pada Yoruka.

"Be–Begitu rupanya."

"Yah, begitulah. Dia itu cukup aneh."

"Oi! Siapa yang kau bilang 'aneh'? Kau lah yang aneh, tahu!"

Ya, ya, abaikan saja, abaikan saja.

Tetapi ... itu tadi hampir saja. Kami hampir saja melewati event penting yang mungkin tidak akan datang dua kali seperti ini.

Yah, kurasa ini juga bagian dari alur cerita.

"Ngomong-ngomong, bagaimana? Apakah kakak bersedia untuk membantu kami?"

"Ah, soal itu, kau tak perlu khawatir, tentu saja kami akan membantu. Maksudku–"


Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C43
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk