Nindy mematut kan diri di cermin yang buram.
Pakaian penjaga ini cukup bersih walaupun berbau apek! Baju itu Atas bawah pas dengan tubuhnya. Nindi sedikit pusing dengan baunya.
Tidak apa-apa!
Nindy membungkus pakaian kotor miliknya dalam kresek hitam membuangnya ke keranjang sampah.
Ada alkohol, perban dan minyak kayu putih dan obat anti nyeri, lengkap juga ya! Bagus. Ini kan rumah sakit, ya! Wajar penjaga di sini mendapat fasilitas obat dan peralatan P3K.
Nindy meminum obat anti nyeri. Beberapa saat kemudian, sakit di perutnya lumayan berkurang.
Minyak kayu putih dia gosok ke perut di sekitar operasi kaki, tangan, leher, dan pinggang. Bau minyak kayu putih mengalahkan bau apek pakaian yang dikenakannya.
Dia sekarang seperti bayi raksasa, bau minyak kayu putih.
Tidak apa-apa! Itu lebih baik dari tadi. Pakaian putih dari rumah sakit, basah dan kotor. Kalau di pakai dia malah seperti kuntilanak gendut. Tidak lucu! Sekali lagi Nindy menertawakan dirinya.
"Mungkin Frans seperti itu. Mentertawakan dirinya dan
menghina diri aku diam-diam!".
Nindy ingat, Frans sering tertawa melihat kekonyolannya.
"Oh baby doll ku sayang... kamu manis sekali dengan minyak kayu putih ini. Baunya menyegarkan!"
"Oh chayank... baju tidurnu gak muat ya...oh kasihan...cup...cup...gak apa-apa... kamu pake piyama aja biar muat!"
Bullshit! Omong kosong semua! Nindy menyumpah. Mengingat omong kosong si Frans.
Nindy baru sadar, ternyata tertawanya Frans Winata itu bukan karena sayang atau untuk memuji dan memanjakan dirinya. Itu penghinaan terang-terangan diucapkan dengan perasaan cinta palsu. Aslinya pria itu pasti ngeri melihatnya.
Aahk! Kenangan yang menyebalkan. Betapa bodohnya diriku jadi budak cinta palsu.
....
Nindy merapikan rambutnya, mengikat rambutnya ke belakang dengan karet gelang.
Mengenakan topi, pas di kepalanya. Nindy membersihkan luka di kakinya. Nindy ingat luka di kakinya.
Susah payah Nindy berhasil membersihkan luka di kakinya, membalutnya dengan perban.
"Oh ibu...! Beratnya kaki ku ini!"
Kaki Nindy sama paha sama besarnya. Sekalipun berat badannya mungkin sudah turun 5 kg, tetapi tetap saja dia gendut. Mungkin beratnya sekarang tersisa 98 kg.
"Mengerikan!"
Nindy menghina dirinya lagi.
"Kamu harus diet Nindy. Biar mudah membalas dendam. Tubuh ringan membalas dendam akan lebih lincah!"
Nindy menasehati dirinya sendiri.
Dengan menghina dirinya lagi, dengan begitu Nindy tahu seperti itulah mungkin orang lain menghinanya. Mengatakan dia baby doll imut. Haih.
Orang itu, Frans Winata dan pacarnya atau istrinya, pasti tertawa saat ini.. Mereka menang.
Sialan kamu Frans! Kamu sudah lama merencanakan ini.
Sekarang dia pasti sedang bersenang-senang atau berbulan madu dengan wanita itu!"
Dugaan Nindy memang benar. Frans Winata dan istri barunya,Evie Melody sedang bulan madu dengan kapal pesiar mewah di benua Eropa.
Nindy membayangkan itu, dia seperti peramal saja.
"Sialan kamu Frans! Tunggu Pembalasan ku!"
Nindy menyumpah lagi.
"Baiklah! Lupakan binatang melata itu! Focus! Lakukan kebaikan menolong orang lain.
Tuan Yudisthira! Kamar 303!"
Nindy menghirup nafas dalam-dalam. Mengatur pernafasan.
"Duduk tegak dengan bahu rileks
Tutup mata, fokus!"
Nindy menghirup udara melalui lubang hidung dalam empat hitungan, setelah paru-paru,
tahan selama empat hitungan. Hembuskan dalam dalam waktu empat hitungan,
menghembuskan napas melalui lubang hidung dalam empat hitungan empat kali pula. Ulang hingga 10 kali!
Nindy mengingat ilmu pernafasan yang di ajarkan Ratna White.
Lega. Sesaknya di dadanya sudah hilang.
....
Tuan Yudisthira! Kamar 303!
Oke! Aku turun ke lantai 3. Tidak apa-apa! Harus kuat!
Nindy memotivasi dirinya.
Tapi... nanti dulu!
Kertas! Pulpen!
Mana kertas dan pulpen. Ini!
Nindy menulis surat.
Tuan Yudisthira.
Saya Nindy.
Tahanan blok I kasus narkoba. Saya mendapat informasi ada komplotan yang ingin membunuh tuan.
Jangan makan apapun dari rumah sakit. Makanan itu beracun.
Jangan percaya siapapun. Jangan gunakan mobil anda, remnya blong!
Percayalah saya tidak bohong. Saya juga mengenal wajah mereka. Salah satunya bernama Roy!"_
"Baiklah...apa lagi!
Sepatu! mana sepatu. Itu sepatu! Sepatu boot! Sepatu itu tua dan kotor. Sepatu itu ukurannya kebesaran. Tidak apa-apa! Bisa di ganjal.
Bersihkan dulu.
Minyak rambut!
Nindy mengambil minyak rambut. Membersihkan sepatu boot itu dengan minyak rambut. Hasilnya bagus
Sepatu itupun bersih.
****
Pukul 21.00
Sekarang...Baiklah! Tuan Yudisthira! Aku datang menolong-mu!
***
Tidak mudah bagi Nindy bisa turun dari lantai 5 ke lantai 4 dengan hati-hati.
Sebenarnya Nindy sudah kehabisan tenaga.
Tetapi mengingat nyawa tuan Yudisthira lebih penting dari rasa sakit di tubuhnya. Nindy mengeraskan hati berusaha menyusuri dinding menuju tangga lalu menuruni anak tangga dengan cara duduk.
Ini berbeda dengan saat dia naik tadi. Kalau tadi sore dia berhasil naik tangga dengan berjalan perlahan sambil menangis. Bertekad ingin bunuh diri.
Sekarang dia turun tangga sekuat tenaga
dengan cara duduk. Nindy bergeser sedikit demi sedikit. Berhasil sampai lantai empat.
Mata Nindy melihat dinding. Lift!
"Bodohnya aku. Ada lift! Kenapa aku pakai tangga.
Nindy memukul-mukul lantai. Menyesali kebodohannya.
"Awas kamu Frans. Rasakan pembalasan ku nanti!"
Frans Winata memang harus disalahkan, dia harus mendapatkan pembalasan yang setimpal.
Nindy hanya bisa menyalahkan Frans Winata atas segala kebodohan dan nasib buruknya.
**
Tuan Yudisthira! Kamar 303!
Kamar 303! Itu dia.
Ada dua orang pria di depan berjaga.
Astaga!
Nindy mengenai salah satunya. Dia Roy.
Astagfirullah! Roy pengawal tuan Yudisthira. Dia penjahatnya. Bahaya!!!
Nindy jadi gugup!
Tenang! Tenang! Dia tidak tahu siapa kamu!
Nindy tenang kembali. Melangkah perlahan mendekat pengawal tuan Yudisthira.
"Siapa kamu? Mau apa kamu kesini hah?!" tanya pria yang bernama Roy dengan suara sangar.
Dia menatap Nindy lekat-lekat. Curiga.
Nindy tersenyum getir.
Rahmat!
Roy membaca nama yang tertera di baju Nindy.
"Petugas ini banci apa?! Wajahnya seperti wanita. Jelek sekali. Wajahnya penuh dengan bekas jerawat!"_ Roy menutup hidung. Mengambil jarak satu kali langkah mundur. Menghindari Bau apek pakaian dan minyak kayu putih menjadi satu.
"Saya memeriksa ruangan, mengambil sampah!" Nindy mengolah suaranya.
"Benar! Pria ini banci!"_
Roy jadi jijik.
"Jangan lama-lama!" perintah Roy, dia tetap menutup hidung. Tidak tahan dengan bau tubuh Nindy.
'banci minyak kayu putih!'.
Nindy masuk. Tuan Yudisthira sedang tidur.
Tuan Yudisthira Salman! Benar dia! Konglomerat itu! Dia tersangka kasus apa? Kenapa dia harus di bunuh?
Tuan Yudisthira Salman tertidur dengan tenang. Tangannya di infus.
Hah! Dia tidak sakit! Wajahnya berlalu bagus untuk orang penderita penyakit asma.
Nindy membaca penyakit yang di derita tuan Yudisthira di papan pasien.
Dia hanya berpura-pura sakit.
Itu biasa! Para pejabat sangat takut masuk penjara. Sakit dijadikan alasan menghindari pemeriksaan.
"Tuan! tuan...!" Nindy membangunkan tuan Yudisthira.
Pria itu tidak bergerak.
"Tuan...tuan Yudisthira!"
Tuan Yudisthira tetap diam. Tidak bergerak.
Ya Tuhan! Apa dia sudah mati!
Nindy ketakutan.
Nindy memegang nadinya. Masih hidup! Dia masih hidup! Nindy bersorak gembira dalam hati.
Tiba-tiba tuan Yudisthira terbangun. Dia tersentak kaget melihat manusia jelek di depannya.
"SIAPA KAMU? MAU APA KAMU?! PENGAW...!"
Nindy menutup mulut tuan Yudisthira.
PEMBUNUH!
Tuan Yudisthira sadar diri. Nyawanya tersncam.
Tuan Yudisthira berusaha memberikan perlawanan. Dia mendorong Nindy sekuat tenaga.
Sekalipun wanita yang lemah dan sakit.
Nindy tak mudah di jatuhkan. Bobot tubuhnya hampir 98 kg dengan tinggi badan 170, sesungguhnya dia sangat kuat dengan tubuh badak seperti itu.