Unduh Aplikasi
1.77% Alfie / Chapter 7: Kebahagiaan Alika

Bab 7: Kebahagiaan Alika

Seorang cowok tengah sibuk memasukkan bajunya ke koper yang cukup besar, sedari tadi tak henti-hentinya cowok itu menggerutu kesal. Pasalnya hari ini ia akan melakukan pekerjaan di luar kota, dan seharusnya yang melakukan ini adalah asistennya. Tapi, karena asistennya juga harus mengurus kepentingan dirinya yang lain.

Tangan cowok itu terulur untuk menutup kopernya yang sudah penuh dengan bajunya, lalu ia keluar dari kamarnya dan menuju ruang keluarga yang disana sudah ada bundanya sedang membolak-balikkan majalah.

"Bunda beneran gak mau ikut Alfie ke Bandung?"

Cowok itu adalah Alfie, Alfie Alexander. Orang yang selama ini Alika puja, seorang anak pengusaha terkenal di Jakarta. Beberapa hari ke depan Alfie akan syuting di Bandung.

"Kan ada kak Rio sama Dinda, sama mereka aja ya. Nanti insyallah bunda nyusul deh ke Bandung,"

Alfie menghela nafas kasar, biasanya jika ada syuting seperti ini bundanya akan ikut, makannya dari itu Alfie bertanya.

Di tempat yang berbeda, Alika saat ini sedang berada di rumahnya dengan teriakkan yang memekikan telinga. Untung saja di rumahnya sedang tidak ada siapa pun, Linda sedang berada di rumah Davi untuk bertemu dengan bundanya Davi sedangkan Wahyu berada di luar kota. Jadi, Alika bisa teriak sepuasnya tanpa ada yang memarahinya.

Alika memandang layar ponselnya lalu teriak dan terus seperti itu, gadis itu baru saja mendapat kabar bahwa Alfie sedang melakukan syuting di Bandung. Alika senang bukan main, apalagi Alfie sedang syuting di dekat villa milik om nya sendiri. Alika berpikir kemungkinan besar Alfie menyewa villa om nya, karena villa om nya memang sengaja di sewakan daripada dibiarkan kosong begitu saja.

"Gimana pun caranya gue harus ke Bandung!" tekadnya pada dirinya sendiri.

Alika berjalan mondar-mandir mencoba menemukan ide yang masuk akal agar ia bisa diizinkan untuk pergi ke Bandung.

Alika mengetuk-ngetuk jari telunjuknya yang berada di atas dagunya lalu menjalar ke pelipisnya, berbeda dengan di pelipisnya ia memukulnya pelan.

"Argh! gimana ya?"

Tangannya kembali membuka ponselnya dan jarinya bergerak lincah, ia sedang mengetikkan pesan kepada seseorang.

'Dav, tolongin gue nyari ide dong gimana caranya supaya gue bisa berangkat ke Bandung, doi ada di Bandung soalnya'

Begitulah pesan yang ia kirim ke Davi, tak ada yang bisa diandalkan selain cowok itu.

Tidak lama Alika mengirim pesan, Davi langsung membalasnya. Anak itu memang gercep.

'Besok aja pulang sekolah'

"Bener juga ya, besokkan jumat, gini nih kalo udah bucin jadi susah mikir." Gumamnya

Alika merebahkan tubuhnya ke kasur empuknya dan menutup matanya disertai senyuman yang terlihat sangat bahagia. Mungkin ini saatnya ia bertemu dengan idolanya untuk pertama kalinya, sungguh tidak sabar menunggu hari esok.

Padahal jika dipikir-pikir saat Alfie berada satu kota dengannya kenapa ia tidak berusaha untuk bertemu dengannya, malah sebaliknya.

Usaha Alika selama ini hanya berani menspam DM ke instagram milik cowok itu, ya walaupun cowok itu tidak akan meresponnya. Karena ia cukup sadar bukan hanya dirinya saja yang menspam cowok itu, pasti di luar sana banyak sekali cewek-cewek seumurannya yang melakukan hal yang sama.

Alika memeluk gulingnya erat dengan sesekali menggigit guling itu karena membayangkan bagaimana besok ia bertemu dengan Alfie. Alika memegang dadanya yang berdegup kencang, sering sekali jantung Alika berdetak secepat ini jika sedang membayangkan Alfie.

***

Suara burung berkicau mengitari langit pagi yang mendung, membuat seorang gadis semakin tenggelam dalam selimut tebal yang menutup tubuhnya. Gadis itu masih setia dengan alam bawah sadarnya sampai-sampai gadis itu menyunggingkan senyumnya, sepertinya sedang bermimpi indah.

"Alika, bangun! udah jam berapa ini?! cepet bangun!"

Gadis itu melenguh, "Apa sih mah? masih pagi ini!" kesal Alika dan kembali terlelap

Masih pagi mamahnya sudah menghancurkan mimpi indahnya.

"Ini udah jam 7!" teriak Linda

Alika langsung terlonjak mendengar penuturan Linda, ia menatap jam dinding yang tertempel di kamarnya lalu menghela nafas lega, ternyata mamahnya membohonginya. Jarum pendek masih menunjukkan angka 6 dengan jarum panjang yang menunjuk angka 9.

Cukup lama berkutat dengan rutinitasnya akhirnya Alika telah selesai dan langsung menuruni tangga rumahnya menuju meja makan untuk menyantap sarapan pagi ini. Seperti biasa menu sarapannya adalah nasi goreng, kesukaan Alika.

"Mah," panggil Alika ketika sudah selesai dengan sarapannya, sedangkan Linda yang sedang membereskan piring bekas sarapannya mendongak menatap Alika.

"Kan Alfie lagi di Bandung," ucap Alika dengan ragu-ragu untuk mengatakannya.

Linda menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa gak dilanjutin?"

"Boleh gak Alika pergi ke Bandung?"

"Sama siapa?"

"Gak tahu juga, sih," ujar Alika dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, jika dia mengajak teman-temannya memang mau? atau mengajak Davi? walaupun mamahnya sudah sangat percaya pada Davi tapi tetap saja pasti tidak boleh.

"Tapi, mah Alfie syutingnya deket villa om Ivan,"

"Mamah sih izinin, tapi gak tahu ayah kamu,"

"Mamah bantu bilangin ke ayah yaa, please," mohon Alika dengan menyatukan kedua tangannya, jangan lupakan juga puppy eyesnya. Gaya andalan Alika jika menginginkan sesuatu.

Linda mengangguk, lantas Alika bersorak senang lalu menghampiri mamahnya dan mencium kedua pipinya.

"Kalo gitu Alika berangkat, assalamualaikum!"

Linda menggelengkan kepalanya melihat Alika yang sudah berlari keluar dari rumah dengan wajah yang berseri-seri.

***

"Guys!" teriak Alika saat sudah memasuki kelasnya, lantas semua teman-teman Alika menatap Alika keheranan. Termasuk Angel, Chika, Davi and friend, jangan lupakan juga Rangga yang menatap Alika dengan tatapan penuh selidik. Entahlah.

Alika tak menghiraukan tatapan mereka, ia berjalan menuju kursinya dan langsung menceritakan peristiwa yang membuat ia sebahagia ini.

"Kenapa deh si Alika?" tanya Alex sambil menatap Alika dari jauh

"Tumben, keliatan bahagia banget tuh!" ujar Naufal

"Paling juga Alfie." Jawab Davi sekenanya, tapi memang benar siapa lagi jika bukan Alfie yang bisa membuat gadis itu sebahagia ini. Mungkin dirinya saja tidak bisa membuat Alika sebahagia itu yang notabenya teman dekatnya.

Alex dan Naufal menoleh ke arah Davi, lalu mereka berdua saling bertukar tatap seolah siapa yang ingin melemparkan pertanyaan. Alex memutuskan kontaknya dengan Naufal,

"Lo gak cemburu, Dav?" tanya Alex yang diangguki Naufal

"Cemburu buat apaan sih lo pada? gak jelas banget!" kata Davi dengan sinis lalu kembali menatap layar ponselnya yang menampilkan game online.

"Y-yaa secara kan lo sering deket-deket sama si Alika, pasti ada dong rasa cemburu walaupun cuma sedikit,"

Davi menggelengkan kepalanya, "Mendingan kalian pergi ke rumah sakit!" suruh Davi

"Ngapain ke rumah sakit, ogeb?" tanya Naufal

"Otak kalian pada rusak! gue takut kalo lo pada punya kanker otak!" sarkas Davi

Lantas Alex dan Naufal mengepalkan tangannya dan menempelkan ke kepalanya lalu memukulkannya ke meja sampai berkali-kali dengan mengucapkan, "amit-amit."

***


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C7
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk