"Aku tidak mengalami mimpi sama sekali. Mengingat aku jarang bermimpi dalam setiap tidurku," balas Simone dengan santainya. Dia meminum secangkir kopi hitam panas yang ada di mejanya. "Tetapi tadi malam aku merasakan sebuah kekuatan jahat yang besar dari arah hutan. Namun, kekuatan itu jauh lebih mengerikan daripada para 'witch' yang pernah aku temui."
"Sepertinya kita diganggu oleh seorang 'witch.' Bisa jadi dia adalah wizard yang kabur dari penjara, dan bersembunyi di hutan ini," balas Kanselir Leopold mengambil kesimpulan.
[Witch adalah sebutan bagi perempuan yang terlahir sebagai wizard. Namun dia adalah wizard yang jahat.]
"Apakah kau merasakannya saat ini?" tanya Kanselir Leopold sambil memakan hidangan yang telah disajikan oleh Simone.
"Tidak. Dia menyamarkan kekuatannya, sehingga kita tidak bisa mendeteksinya," jawab Simone.
Pintu Villa diketuk cukup keras.
"Biarkan aku yang membukanya," kata Simone yang berjalan menuju ke arah pintu.
"Ada apa, Aaron Hildebrandt?" tanya Simone pada salah seorang Pasukan Pengawal yang bernama Aaron Hildebrandt.
Lelaki berambut botak dan bermata biru dengan tinggi badan seratus tujuh puluh centimeter itu menjawabnya, "Salah satu Pasukan Pengawal ditemukan tewas di hutan. Di mana dia ditemukan dalam keadaan telanjang dan tubuhnya terdapat sayatan bersimbol unicursal hexagram."
Kanselir Leopold dengan diikuti oleh Elizabeth segera menghampiri Simone dan Aaron.
"Ada apa, Aaron?" tanya sang Kanselir.
"Patrick Sternberger ditemukan tewas di hutan. Tubuhnya terikat di pohon oak, dengan posisi terbalik, dan ada sayatan simbol unicursal hexagram pada tubuhnya," jawab Aaron.
Kanselir Leopold segera mengambil pedangnya dan berjalan keluar dari villa, dengan diikuti kedua istrinya, dan Aaron. Mereka memasuki hutan dengan pepohonan yang berdaun rindang.
Belasan Penduduk Desa yang lanjut usia tengah mengelilingi pohon oak di mana jasad Patrick terikat dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Mereka hanya bisa menatap ketakutan jasad dari Tentara tersebut.
Wajah Kanselir Leopold terlihat tegang ketika melihat Tentaranya mati secara mengenaskan.
"Apakah ada saksi?" tanya Kanselir Leopold.
Seorang Tentara Pengawal Perempuan angkat bicara. "Yang jelas waktu jam sebelas malam. Patrick bilang padaku bahwa dia ingin pergi ke Desa sebelah untuk membeli rokok," ungkap Iris Grünberg. "Aku juga tidak tahu jika Patrick menghilang dan menjadi korban pembunuhan."
"Iris tenangkanlah dirimu. Kalian juga sama." Dengan suara beratnya, Kanselir Leopold berusaha untuk menenangkan para Tentara Pengawalnya dan juga orang-orang. "Yang jelas. Pembunuh itu tidak jauh dari korbannya. Ini bukan berarti aku menuduh Penduduk Desa. Entah kenapa, aku merasa seperti ada kekuatan jahat yang sedang mengawasi kita semua. Sekarang kembali ke rumah masing-masing dan beraktifitas seperti biasa. Sementara Patrick akan dimakamkan di sini"
Kanselir Leopold beserta kedua istrinya dan para Tentara Pengawalnya berkumpul di lapangan yang terbuka dengan posisi duduk yang melingkar.
"Apakah kalian merasakan hal-hal yang aneh?" tanya Kanselir Leopold.
"Sejak malam aku merasakan sebuah kekuatan yang cukup besar dari hutan tersebut. Kekuatannya sama seperti wizard pada umumnya. Namun lebih gelap," jawab Simone. "Apakah pernah ada cerita kelam di sini?"
"Desa Lipina didirikan sekitar sepuluh tahun yang lalu. Sebagian besar Penduduknya adalah para Tunawisma yang direlokasi dari Kota Białystok. Pendeta Zygfryd Żakowski juga bukanlah orang asli Lipina. Mengingat dia adalah seorang Pendeta dari Warsaw yang ditugaskan untuk memimpin Desa ini," jawab Kanselir Leopold.
"Pantas saja. Para Penduduknya seperti merasa ketakutan saat mendengar penjelasan dari Tuan Kanselir," balas salah Aaron.
"Bukan hanya 'Countess' Simone saja yang merasakannya. Aku juga merasa seperti ada perempuan yang mengawasi setiap kegiatan kita di sini. Dan aku berpendapat bahwa dia adalah seorang wizard," kata Iris Grünberg angkat bicara.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Elizabeth yang terlihat begitu penasaran.
"Para Tentara tidak pernah diganggu oleh makhluk halus dikarenakan mereka memiliki insting pembunuh yang kuat yang telah menyatu dengan alam. Sehingga kekuatan tak kasat mata tersebut, bisa terdeteksi melalui insting pembunuh yang kuat," jelas Kanselir Leopold. "Aku merasakan kekuatan itu. Hanya saja aku tak tahu. Mungkin kalian berfikir bahwa dia adalah iblis. Akan tetapi dia adalah wizard. Hanya masalah waktu saja, kita bisa menangkap wizard tersebut, dan membalas kematian Patrick."
Seorang perempuan yang tengah menjaga toko kelontong terlihat tengah membaca sebuah buku berjudul "Kitab Al-Azif" karya Abdul Alhazred. Dengan kemampuan indra keenam-nya, Barbara Luisa Hackenholt bisa mengawasi targetnya dari jarak jauh, dan mendengar segala apa yang mereka katakan.
"Sepertinya aku tidak salah pilih lawan. Para Tentara itu sadar akan kekuatanku yang besar. Hanya saja, mereka tidak menyadari keberadaanku yang sebenarnya, kecuali si Patrick. Insting pembunuhnya sangat kuat, dan hampir saja membunuhku. Sergapannya membuatku kaget, karena aku hanya merasakan dirinya layaknya angin malam, sehingga aku harus menghabisinya terlebih dahulu. Ah, sepertinya aku lupa dengan 'Countess Simone' yang merupakan seorang wizard dengan kemampuan es. Dia juga menyadari keberadaanku dan dia tidak bisa diremehkan. Mengingat dia juga seorang wizard dengan kemampuan yang besar. Sepertinya aku memiliki lawan yang seimbang. Baiklah, aku akan memulainya dengan menarik salah satu Tentara Pengawalnya."
Tubuh seorang Tentara Pengawal laki-laki berambut cokelat dengan model rambutnya yang poni dibelah ke samping kanan ditarik secara tiba-tiba sehingga membuat orang-orang yang ada di sana terlihat begitu kaget.
"Tolong aku!" teriak Aleksander Mieczysław Mińkowski.
Kanselir Leopold dan yang lainnya berusaha mengejar Aleksander yang ditarik oleh kekuatan gaib ke dalam hutan.
Barbara Luisa Hackenholt tertawa puas setelah mengerjai mereka dengan menarik tubuh salah seorang Tentara Pengawal ke dalam hutan. "Aku tak akan langsung membunuh kalian. Untuk saat ini, aku hanya ingin mengerjai kalian."
Posisi tubuh Aleksander tengkurap di atas tanah hutan. Pakaiannya kotor karena tanah hutan yang agak basah. Aleksander merasa bahwa seperti ada tangan yang menarik kedua kakinya hingga ke dalam hutan.
Dia segera berdiri ketika sudah tidak ada kekuatan yang mencengkram kedua kakinya.
"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Kanselir Leopold.
"Aku baik-baik saja, Tuan Kanselir," jawab Aleksander dengan nada tegas, meskipun dia sedikit ketakutan.
"Syukurlah jika kau baik-baik saja," balas Kanselir Leopold. Sang Kanselir memberikan sebotol air kepada salah satu Pengawalnya. "Minumlah agar kau bisa berpikir dengan jernih."
Aleksander menerima sebotol air minum pemberian dari Kanselir Leopold. "Terima kasih, Tuan Kanselir."
Simone dan Elizabeth masih terdiam pada tempat mereka. "Saat Aleksander ditarik menuju hutan. Aku merasakan kekuatannya. Memang tidak salah bahwa dia adalah seorang witch. Sepertinya dia memiliki kekuatan yang sangat besar hingga bisa melakukan aksinya dari jarak jauh."
"Aku kira ini tindakan para iblis yang iseng," balas Elizabeth.
"Manusia jauh lebih iblis daripada iblis. Di mana terkadang beberapa manusia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hal-hal yang dia inginkan, termasuk harus menjual jiwanya kepada para iblis yang terkutuk," ungkap Simone.
Sementara itu Barbara Luisa Hackenholt tengah melayani beberapa Pembeli yang membeli barang di Toko Kelontong yang dia kelola.
"Terima kasih. Jangan pernah bosan untuk berbelanja di Hackenholt," balas Barbara Luisa Hackenholt setelah melayani para pembelinya.
Barbara Luisa Hackenholt meregangkan kedua tangannya ke samping lalu ke atas. "Sepertinya aku akan kembali beraksi ketika langit mulai gelap. Mengingat saat ini mereka sedang diberkati oleh Pendeta Zygfryd. Padahal pemberkatan seperti itu tidak memiliki efek bagi para wizard, mengingat kekuatan yang kami miliki sudah ada semenjak dilahirkan."
Barbara Luisa Hackenholt tersenyum jahat dan tertawa pelan dengan suara tawanya yang sedikit mengerikan.
Di bawah sinar mentari yang terang dan hangat pada pukul sembilan pagi waktu setempat. Kanselir Leopold, kedua istrinya, para Tentara Pengawalnya, dan para Penduduk Desa, tengah berada di halaman Gereja Andrzej Świerad. Pendeta Zygfryd memercikkan air suci sambil melantunkan ayat-ayat pengusir kekuatan jahat, agar mereka semua terhindar dari berbagai macam kekuatan jahat yang mengancam nyawa mereka.
Barbara Luisa Hackenholt tengah menyusun barang-barang yang ada di tokonya agar terlihat lebih rapih, sehingga para pembeli merasa nyaman berbelanja di Toko Hackenholt.
"Padahal tindakan Pendeta Zygfryd sangatlah konyol. Mengingat hal tersebut sangatlah sia-sia. Sebanyak apapun doa yang dia ucapkan dan sebanyak apapun air suci yang dia percikkan. Tindakan sia-sia tersebut tidak akan menghentikan 'Rote Witch' seperti diriku," ungkap perempuan berambut panjang bergelombang berwarna merah tersebut.
.
.
Kanselir Leopold, ditemani kedua istrinya tengah mengadakan kegiatan bersepada santai bersama dengan Penduduk Desa Lipina. Puluhan orang yang mengendarai sepeda gunung melintasi jalanan yang kanan dan kirinya adalah ladang gandum yang hijau menuju ke arah tenggara, tepatnya Hutan Lipinie. Mereka melewati Hutan Lipinie yang berdaun lebat agar bisa sampai di Desa Wierzchlesie, yang terkenal akan peternakan bisonnya. Kanselir Leopold begitu menikmati kegiatan bersepeda melewati Hutan Lipinie dan kegiatan ini mengingatkan masa lalunya bersama dengan Ayah, Ibu, Charlotte, dan si bungsu Frederick Edward.
"Bagian indah dari masa laluku," gumam Kanselir Leopold.
"Sudah lama aku tidak bersepeda dengan banyak orang seperti ini. Aku benar-benar senang bisa bersepeda dengan semuanya," ungkap Simone yang terlihat sangat senang.
"Aku juga sama. Memang sangat menyenangkan jika kita bersepeda dengan banyak orang. Apalagi jika melewati jalanan tanah yang menembus hutan yang disambut dengan nyanyian para burung. Ini benar-benar salah satu hari paling bahagia dalam hidupku," ungkap Elizabeth Malherbe dengan ekspresi riang gembira.
Suara-suara Burung yang indah, serta serangga yang terdengar malu-malu. Membuat suasana di hutan tersebut terasa begitu menenangkan. Antara Desa Lipinie dan Desa Wierzchlesie dihubungkan melalui sebuah jalan tanah ditengahnya ditumbuhi oleh barisan rumput yang menembus Hutan Lipinie.
Kanselir Leopold dan rombongannya disambut oleh para Penduduk Desa Wierzchlesie dengan sangat ramah dan suka cita.
Berbagai macam teriakan dari para Penduduk Desa, khususnya kaum ibu-ibu dan anak-anak menyambut kedatangan Kanselir Leopold beserta Penduduk Desa Lipinie yang bersepeda melewati Desa yang rumah-rumahnya masih berarsitektur Slavic Tradisional. Kanselir Leopold hanya mengangkat tangan kanannya untuk membalas teriakan dari para Penduduk Desa Wierzchlesie. Begitupula dengan 'Countess Simone' dan Elizabeth Malharbe yang mengangkat tangan kanan mereka untuk membalas keramahan Penduduk Desa Wierzchlesie.
Mereka mengayuh sepeda mereka ke arah utara lalu ke arah barat dan kembali ke titik awal di Desa Lipina. Setelah bersepeda mengelilingi Lipina dan Wierzchlesie. Mereka beristirahat di dekat Hutan Lipinie, sambil menggelar tikar dan bersantap dengan berbagai macam hidangan ringan seperti sandwich, susu, dan madu, untuk memulihkan energi pasca bersepeda.
"Ah, ini benar-benar menyenangkan. Terlebih ketika melewati Hutan Lipinie yang sangat rindang, hijau, sejuk, dan nyaman," ungkap Elizabeth Malherbe yang bersandar pada sebuah pohon oak.
"Mantan Supir yang bergelut mencari uang di perkotaan pasti akan sangat senang jika menikmati suasana pedesaan yang sejuk," balas Kanselir Leopold yang duduk di hadapan istri pertamanya. Sementara Simone tengah tertidur sambil punggungnya membelakangi suaminya.
"Buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya. Simone dan Athena bisa tidur dengan nyenyak di mana saja, tidak peduli jika suasana sangat ramai." Elizabeth mengomentari Simone yang tidur nyenyak membelakangi punggung suaminya. Terlihat suasana penuh kedamaian dalam wajah cantik dari perempuan berusia empat puluh tahun tersebut.
"Charla juga sangat mirip denganmu, jika dia tertawa, apalagi marah," kata Kanselir Leopold tertawa pelan. "Tapi secara fisik Charla dan Charlemagne sangat mirip denganmu. Charla juga seperti dirimu yang selalu berdiam diri, jika dia sedang marah, dan sedih."
"Tapi itu lebih baik daripada harus melakukan tindakan-tindakan yang tidak ada gunanya," balas Kanselir Leopold.
Seorang lelaki berambut hitam agak gondrong dan berjenggot panjang serta berkumis tebal, tengah bersantai di ruangannya sambil menonton film bergenre aksi yang berjudul 'The Night Comes for Us' di televisi. Dia adalah Levi Bakstansky, salah satu Tentara Pengawal Kanselir Leopold dari etnis Yahudi Polandia.
"Film ini sangat berdarah-darah dan greget, walaupun tidak ada Mad Dog. Adegan aksinya benar-benar sangat realistis, dan spektakuler. Orang-orang Indonesia memang hebat dalam membuat film aksi," puji Lelaki Yahudi Polandia itu akan film yang tengah dia tonton.
Televisi tersebut mendadak mati ketika sedang asik-asiknya adegan berkelahi di apartemen.
"Kenapa mati?" tanya Levi yang terlihat heran sambil mengecek sambungan kabel. "Padahal tidak ada kabel yang bermasalah."
Televisi itu kembali menyala secara tiba-tiba sehingga membuat Levi kaget. Televisi berukuran dua puluh satu inci tersebut menampilkan gambar sebuah sumur batu yang terletak di pinggir sebuah hutan dan juga mengeluarkan suara yang beratmosfir dingin, dan horror.
Dari dalam sumur tersebut, merangkak seorang perempuan berambut panjang bergelombang dan berpakaian serba merah. Levi segera terkejut melihat pemandangan horror tersebut, dengan mulutnya yang bergetar tidak bisa menyampaikan sebuah kata. Perempuan berambut merah bergelombang dan berpakaian serba merah itu keluar dari dalam televisi berukuran dua puluh satu inci tersebut.
Barbara Luisa Hackenholt berdiri setelah dia keluar dari televisi tersebut. Wajah cantiknya yang berkulit pucat tertutup oleh rambut merah panjangnya yang bergelombang. Dia tertawa jahat dengan suara tawanya yang dingin dan berat sambil berjalan ke arah Levi yang terduduk ketakutan. Levi yang ketakutan segera mengambil pistol Heckler & Koch USP yang ada di saku bagian kanannya dan menembaki Barbara Luisa Hackenholt. Perempuan itu bergerak dengan cepat untuk menghindari setiap peluru yang ditembakkan oleh Levi.
Barbara Luisa Hackenholt berlari dengan cepat dan mencolok kedua mata Levi sehingga dia berteriak dengan suara yang sangat keras. Setelah mencolok kedua matanya, Barbara Luisa Hackenholt mematahkan tangan kanan dan kaki kiri Levi.
Teriakan Levi semakin memekakkan telinga dan begitu mendengar puluhan langkah kaki. Barbara Luisa Hackenholt segera menghilang dari rumah singgah yang dihuni oleh Levi dan beberapa kawan-kawannya yang merupakan Tentara Pengawal Kanselir.
Cerita dark fantasy yang wajib kalian baca dan koleksi.