"Aku sudah menduganya bahwa kalian berdua yang melakukan itu. Warga sipil di sini tidak mungkin bertindak seperti itu, mengingat menyula itu adalah budaya leluhur Romania kita," ujar Pangeran Nicholae di hadapan Antonia dan Matthias yang dia panggil untuk berbicara secara enam mata. "Tapi aku juga tidak ingin menyalahkan kalian. Yang penting, kalian harus bermain cantik."
Antonia dan Matthias hanya terdiam mendengar ucapan dari Pangeran Nicholae von Hohenzollern-Sigmaringen.
Antonia tahu dengan kehidupan pamannya. Nicholae memang bukan orang militer. Bangsawan Prussia dari Klan Hohenzollern-Sigmaringen itu lebih suka dengan uang daripada militer, mengingat ketika dia masih muda, dia mengawali karirnya sebagai salah seorang sales dari sebuah perusahaan gula di Brazil dan dengan pengalamannya yang berkecimpung di dunia gula, membuat Nicholae dipercaya untuk menjadi Raja Gula di wilayah Guyana Belanda.
"Aku tidak marah. Aku justru benar-benar bersyukur bahwa kalian berdua sudah menegakkan keadilan di sini. Silahkan kembali bekerja."
"Terima kasih banyak, Pangeran Nicholae," jawab mereka berdua secara bersamaan.
.
.
Sebuah mobil minibus Toyota berwarna hitam dari arah timur tengah melaju dengan cepat di jalur pantai utara menuju ke arah Kota Paramaribou. Antonia menyetir mobil tersebut, sementara pamannya duduk di belakangnya.
"Bagaimana kesanmu tentang Guyana Belanda, Antonia?"
"Panas dan gerah."
Nicholae tertawa mendengar jawaban Keponakannya, "Kau baru empat hari di sini. Nanti kau akan terbiasa dengan panasnya Suriname."
"Bagaimana dengan Anak dan Istrimu?"
"Istriku selalu mendoakanku. Walau kami terpisah jarak dan waktu, kami akan selalu saling mencintai," jawab Antonia.
"Aku tidak pernah menyangka kalau Nikolaus, Leopold, dan juga Jenderal Frederick Ludwig sampai mengintervensi pernikahanmu dengan Liesbeth yang ditentang oleh kedua orang tuamu."
"Harus kuakui bahwa Puteri Irene Cecile Anne von Hesse-Darmstadt memang sangat cantik dan cerdas, juga merupakan pilihan orang tuaku. Tapi apa artinya jika hidup dengan orang yang tidak pernah aku cintai. Liesbeth Becker adalah teman masa kecilku dan kami sudah saling cinta sejak masih kecil."
"Aku rasa istrimu adalah perempuan paling beruntung di dunia."
Suasana jalanan begitu sepi dan mobil Toyota hitam itu berhenti di perempatan untuk menunggu lampu hingga berwarna hijau.
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sangat tinggi segera menabrak mobil Toyota berwarna hitam itu hingga terguling-guling.
Nicholae sang Raja gula terlihat tidak sadarkan diri dengan beberapa luka pada tubuhnya. Antonia keluar dari dalam mobilnya secara perlahan seraya menarik tubuh pamannya. Dari arah timur, satu unit mobil Volkswagon yang menabraknya. Dari dalam mobil Volkswagon tersebut, terlihat enam orang bermata sipit bersenjatakan AK-47 yang datang sambil menembaki ke arah mereka berdua.
Antonia berdiri dan menembaki keenam musuhnya. Tembakannya tersebut telah membunuh tiga orang. Selanjutnya dia bergerak dengan cepat sambil menghindari setiap berondongan peluru dari musuh. Antonia menarik belatinya dan menusuk leher mereka bertiga.
Antonia lalu datang menghampiri pamannya dan bertanya, "Apakah kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja," jawabnya dengan sedikit berbohong. "Kalau kau tak menolongku, mungkin aku sudah mati."
Antonia segera menggendong pamannya dan berlari menuju ke arah perumahan Warga. Para warga yang tengah berkumpul di luar rumah dan segera menghampiri Antonia dan Nicholae yang berjalan ke arahnya.
"Kami mendengar suara tembakan dari arah utara. Apa yang terjadi, Tuan?" tanya salah seorang Warga.
"Kami barusan diserang oleh orang-orang bersenjata. Mereka berjumlah enam orang dan mayatnya ada di perempatan jalan," jawab Antonia.
"Kalian berdua, istirahatlah di sini," kata lelaki yang merupakan Tokoh Masyarakat setempat. "Kami akan segera mengecek lokasi dan mengamankannya."
Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil yang diikuti Warga datang ke perumahan. Para Warga bergotong royong menaruh mayat-mayat dan menjejernya di dekat pos keamanan.
"Mereka adalah orang-orang yang menyerang kami," kata Antonia.
"Memang siapa kalian berdua?" tanya salah seorang Warga.
"Aku adalah Antonia, dan ini pamanku, Nicholae von Hohenzollern-Sigmaringen," jawab Antonia.
Orang-orang agak terkejut mendengar nama mereka, mengingat mereka berdua berasal dari salah satu Klan yang berkuasa di Prussia.
"Ada kemungkinan ini ada berkaitan dengan motif bisnis, Tuan Nicholae," ujar sang Tokoh Masyarakat setempat bernama Arif Wahidin. "Mengingat saat ini hubungan kita dengan China sedang kurang bagus. Mereka ingin menyalakan api dengan memancing kita dalam pusaran konflik."
"Mereka memiliki jaringan yang menggurita di Asia Tenggara dan Amerika Latin," balas Nicholae yang tengah bersender di dinding sebuah pos keamanan.
"Saat ini China berdiri sejajar dengan para 'Great Power' dan bukan lagi Naga yang sakit seperti di masa lalu. Ancaman ini menjadi semakin nyata dengan konflik di Selat Formosa antara China dengan Kekaisaran Jepang," ujar Arif.
"Yah, kita juga akan bergerak dalam bayangan," ujar Nicholae dengan menggunakan Bahasa Romania. Orang-orang terdiam dengan kalimat yang diucapkan oleh sang Raja gula di Guyana Belanda, dalam artian terdiam karena tidak mengerti, bahkan termasuk Antonia yang tidak paham akan kalimat yang diucapkan oleh pamannya, mengingat sejak kecil dia diajari berkomunikasi dengan Bahasa Jerman, Inggris, dan Perancis.
Para Polisi datang dengan kekuatan sejumlah empat unit mobil dengan bak terbuka. Norbert berjalan keluar dari mobilnya dan dia terkejut akan kehadiran Antonia, yang merupakan rekannya sewaktu bertugas di Nassau-Rhine.
"Lama tidak bertemu, Antonia," sapa Lelaki berbadan tinggi besar dan berkulit hitam legam tersebut. Kedua sahabat itu dipertemukan di sebuah tempat yang tidka terduga. Mereka saling bersalaman.
"Jadi kau ditugaskan di sini, yah, Norbert," balas Antonia pada teman Kamerun-nya.
"Iya dan ini adalah tempat yang nyaman."
"Baru berapa lama kau bertugas?" tanya Antonia menatap kawan Kamerun-nya.
"Satu tahun," jawab Norbert.
Walaupun Antonia bekerja sebagai Tentara Bayaran di Burgmann Groups, namun Norbert tidak tahu akan pekerjaan Antonia, bahkan dia juga tidak tahu bahwa Antonia dikeluarkan dari Kepolisian karena kasus Pembunuhan yang brutal. Yang Norbert tahu, Antonia memutuskan pensiun dini, dan menghilang tanpa kabar.
"Jadilah Polisi yang baik, kawan," kata Antonia kepada kawannya yang berkulit hitam.
Norbert hanya terkekeh pelan, "Sudah pasti aku akan selalu menjadi Polisi yang baik yang melayani dan mengayomi Masyarakat."
.
.
Stadtholder Nikolaus tengah duduk bersantai di dekat sebuah danau kecil bersama dengan Karol Mikael Ferdinand von Hohenzollern-Sigmaringen yang merupakan Pemimpin Klan Hohenzollern-Sigmaringen dan ayah dari Antonia.
"Walaupun dekat, tetapi kita jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, Nikolaus," ujar Karol mengawali pembicaraan.
"Kau juga sibuk sebagai seorang Pebisnis, Karol. Bagaimana kabarnya dengan cucumu?" balas Stadtholder Nikolaus.
"Dia sehat dan aku senang melihatnya," jawab Lelaki berbadan tinggi dan gemuk, dengan wajahnya yang agak keriput serta berambut putih dengan kemeja dan celana panjang berwarna abu-abu yang dia pakai serta sepatu kulit berwarna cokelat yang dia kenakan. Usianya sekitar lima puluh lima tahun.
Stadtholder Nikolaus tersenyum dan melirik saudara jauhnya, "Padahal kau awalnya menolak pernikahan anakmu dengan anak Tukang Roti itu."
Karol hanya terdiam mendengarkan kalimat yang dilontarkan oleh Stadtholder Nikolaus. Stadtholder Nikolaus meminum secangkir teh yang ada di meja. "Sekeras apapun hati seseorang. Kehadiran seorang bayi akan meruntuhkan kerasnya hati seorang manusia. Dan juga semakin bertambahnya usia, orang-orang akan menjadi semakin bijak."
Karol meminum teh yang ada di mejanya, "Kau benar, Nikolaus. Selain itu, Liesbeth adalah menantu yang baik. Aku merasa seperti memiliki anak perempuan, mengingat ketiga anakku lelaki semua. Dia adalah perempuan yang mandiri dan begitu penyayang serta perhatian dan juga jago membuat roti."
"Si kembar tiga juga sering membantunya membuat roti," balas Stadtholder Nikolaus.
"Benarkah," kata Karol dengan ekspresi tidak percaya.
"Mereka bilang, bahwa mereka ingin bisa mencari uang sejak kecil. Mengingat baik aku dan Juliana sudah mencari uang sejak kecil," kata Stadtholder Nikolaus.
"Kalau Juliana sih jelas, yang aku tahu dia sudah berkecimpung di dunia IT sejak kecil. Sedangkan kau, sepertinya agak meragukan?" kata Pangeran Karol dengan ekspresi wajah tersenyum menyindir.
"Aku sering dipecat setelah digaji oleh atasanku," tutur Statdholder Nikolaus dengan nada pelan dan juga ekspresi suram.
Karol tertawa lepas mendengar jawaban dari Stadtholder Nikolaus yang merupakan Saudara jauhnya, "Siapa suruh kau berkelahi. Semua pemilik usaha juga mana mau mempekerjakan seorang berandalan yang suka berkelahi dan cari masalah dengan konsumennya!" Karol masih tertawa, sementara Stadtholder Nikolaus hanya tersenyum tipis. "Tapi kalau kau tidak begitu, aku yakin kau tidak akan bisa menjadi seorang Stadtholder," sambung Karol sambil menepuk pelan pundak Stadtholder Nikolaus.
Setelah tidak ada lagi canda tawa dan keadaan menjadi hening dan sunyi selama beberapa detik. Stadtholder Nikolaus mengawali pembicaraan yang sangat serius, "Aku dengar Nicholae dan Antonia menjadi korban serangan dari para TRIAD di Paramaribou."
"Iya, para bajingan itu harus diberi pelajaran," ungkap Karol yang kesal.
"Kau hanya cukup menonton saja dan lihatlah yang akan terjadi," ujar Stadtholder Nikolaus dengan santai.
"Yah, tapi aku tidak sabar ingin sekali menghajar China," ungkap Karol dengan membara.
"Tapi kau bukanlah seorang militer dan olitikus," balas Stadtholder Nikolaus dengan santai.
Karol tersenyum dan wajahnya terlihat agak bersalah. "Maafkan aku yang terlalu bersemangat, Stadtholder. Hanya saja, sebagai seorang Rakyat, aku tidak terima jika ada yang mencari masalah dengan Negaraku, terlebih saudara-saudara kita dan anakku di Paramaribou pun hampir mati dibunuhnya. Apalagi itu adalah darah dagingku dan juga adikku."
"Aku tidak bisa sembarangan mengambil keputusan. Salah mengambil keputusan, akan menimbulkan efek domino yang besar pada kawasan. Kita akan bermain dengan halus dan menyerang dengan tangan orang," balas Stadtholder Nikolaus. "Aku tahu kau sangat mencintai negeri ini dan rakyatnya, juga keluarga dan klan. Aku paham dari kalimat yang barusan kau katakan. Hanya saja kita harus bermain halus agar kita tidak jatuh dan kehilangan properti seperti di era Kekaisaran Prussia. Kita bisa kembali di puncakpun juga karena kerja keras dan kerja cerdas."
Karol menganggukkan kepalanya, "Baiklah, aku sudah paham akan kalimat yang kau lontarkan, saudaraku. Aku sangat mempercayaimu, dan aku memang benar-benar mengerti kenapa Orang sepertimu yang bisa menjadi Stadtholder."
"Aku hanya sedang beruntung," kata Stadtholder Nikolaus. "Itu saja."
Karol hanya tersenyum tipis mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Stadtholder. Dia berdiri dari kursinya begitupula dengan Stadtholder Nikolaus yang ikut berdiri. Mereka berdua bersalaman dan tersenyum.
"Terima kasih, Tuan Statdholder yang mau menerimaku sebagai tamu di saat sedang sibuk menjalankan urusan kenegaraan."
"Aku juga berterima kasih padamu, Pangeran Karol, yang telah menyampaikan aspirasi serta gagasannya. Kau adalah Tokoh Masyarakat yang hebat yang menjadi panutan bagi Masyarakat di Magdeburg."
Kedua Pangeran tersebut berfoto-foto di hadapan para Wartawan dengan sebuah danau yang berada di belakang mereka. Berita-berita di Prussia dipenuhi dengan tagline berita yang berjudul, "Pertemuan 2 Pangeran Hohenzollern."
.
.
Antonia berjalan keluar dari Bandara. Di mana dia berpenampilan dengan kacamata hitam, mengenakan topi berwarna hitam, jaket yang berwarna putih, sandal dan celana jeans berwarna biru gelap. Penampilannya terlihat benar-benar aneh, bagaikan Orang yang tidak mengerti tata krama dalam berpakaian.
Dari Bandara, Antonia memutuskan berjalan kaki menuju ke rumahnya yang secara kebetulan berjarak satu kilometer dari Bandara Berlin arah timur. Meskipun Antonia terpisah selama tiga belas bulan, dia ingat akan hari ini. Ini hari kamis, tanggal 01 September, hari di mana anaknya telah lahir. Antonia sudah membawa sebuah hadiah yang menarik untuk buah hatinya, yaitu satu set permainan congklak.
Di sebuah rumah yang merangkap toko roti yang kecil di timur Kota Berlin. Orang-orang tengah berkumpul di halaman rumah Keluarga Becker von Hohenzollern-Sigmaringen. Fredericka, Margaretha, dan Gustav tengah membantu Liesbeth menghias berbagai macam ornamen untuk merayakan ulang tahun Elizabeth Irina Becker von Hohenzollern-Sigmaringen, anak dari Pangeran Antonia Colville Wilhelm Viktor Ferdinand von Hohenzollern-Sigmaringen dan Alicia Liesbeth Becker.
Di bawah pohon mapel yang lebat, sang Ibu Negara, Puteri Juliana Victoria tengah menggendong Irina yang tertidur dalam pelukannya.
"Ya ampun, anaknya Antonia dan Liesbeth ada-ada saja. Mau pesta ulang tahun, malahan tidur," kata Puteri Juliana terkekeh.
"Aku benar-benar terkejut kalau Nyonya Stadtholder mau menghadiri pesta ulang tahun cucu kami," kata seorang Lelaki berbadan kurus kering dan berkepala botak. Dia adalah Wilhelm Becker, ayah dari Liesbeth.
"Bagaimanapun juga Irina adalah cucu keponakanku dan sebagai bibinya, aku ingin melihat keponakanku berpesta," jawab Puteri Juliana dengan penuh rasa senang.
"Terima kasih banyak atas kepeduliannya, Puteri Juliana," kata Wilhelm Becker. "Tolong sampaikan rasa terima kasih kami kepada Stadtholder Nikolaus dan Kanselir Leopold."
"Ok," balas Puteri Juliana.
"Bagaimanapun juga, berkat Leopold, dan Nikolaus, anak kita bisa diikat dalam sebuah ikatan pernikahan," kata Pangeran Karol yang berbadan tinggi dan juga gemuk sambil memegang pelan pundak besannya.
"Mereka ikut campur karena kau itu sangat keras kepala, Karol," celetuk Puteri Juliana. "Untungnya saja Leopold dan Nikolaus tidak membunuhmu." Puteri Juliana tertawa keras menyindir Karol.
Merasa tersindir oleh Puteri Juliana, Pangeran Karol berusaha mengalihkan isu dengan mengalihkan pembicaraan, "Sayangnya Ferdinand dan Mikael, tidak bisa hadir karena sedang ada pekerjaan di Weit Sud."
"Tak masalah, Pangeran Karol. Aku paham akan kesibukannya masing-masing," balas Wilhelm Backer dengan penuh kebijaksanaan.
Lelaki berpakaian aneh itu berdiri di depan sebuah toko roti kecil lalu berjalan menuju ke gerbang rumahnya. Orang-orang menatapnya aneh, kecuali Alicia yang segera menghampirinya dan langsung memeluknya.
"Selamat datang, Viktor," sambut Alicia.
Orang-orang terlihat terkejut akan Alicia yang tengah memeluk orang aneh itu. Tangan Antonia bergetar dengan begitu hebatnya sehingga dia merasa kesulitan untuk membalas pelukan Istrinya.
"Itu Antonia," celetuk Gustav.
Mendengar nama anaknya disebut, Pangeran Karol segera berjalan menghampiri anak bungsunya dan membantu Antonia untuk membalas pelukan istrinya. "Aku senang kau kembali, anakku. Kami semua, mengkhawatirkanmu."
"Aku pulang," balas Antonia yang secara perlahan melepaskan pelukannya.
"Akhirnya kau pulang juga. Ibu dan istrimu benar-benar sangat mengkhawatirkanmu," kata Pangeran Karol.
Antonia berjalan menuju ke arah Puteri Juliana yang tengah menggendong seorang bayi perempuan yang tengah tidur. Dia mengelus kepala puterinya yang tengah tertidur dalam pelukan Puteri Juliana, dan berkata, "Dia cantik sama seperti ibunya kalau sedang tidur."
Kalimat yang dilontarkan oleh Antonia disambut gelak tawa oleh orang-orang yang hadir di sana dan pesta ulang tahun yang kecil ini terasa begitu meriah.
Cerita dark fantasy yang wajib kalian baca dan koleksi.