Unduh Aplikasi
29.29% Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia] / Chapter 29: Bab 29, Petak Umpet

Bab 29: Bab 29, Petak Umpet

Sebuah TSF berwarna merah darah setinggi dua puluh dua meter tersebut terbang sambil menembaki beberapa kendaraan tempur milik milisi Daesh yang tengah berkonvoi. TSF tersebut dipiloti oleh Fredericka Louise Beatrix Alexandrine Margareth Romanova von Hohenzollern itu menyergap sebuah iring-iringan milisi Daesh dan menghancurkan hampir seluruh kendaraan tempur dan hanya menyisakan satu unit Humvee yang dikendarai oleh Abdullah Hekmatyar, pemimpin dari sebuah Kompi milisi Daesh yang disergap oleh Beatrix.

Lelaki berjenggot panjang dan beruban itu beserta beberapa anak buahnya yang mengenakan seragam serba hitam segera berlari meninggalkan Humvee mereka. Namun mereka dihadang oleh Paladin berwarna merah darah yang menodongkan senjatanya.

Mereka semua mengangkat tangan mereka dan menjatuhkan senjata mereka.

"Allah Akbar!" teriak Abdullah, tubuhnya meledak, dan membunuh para anak buahnya. Namun, dari bawah tubuh Abdullah yang hancur muncullah sosok monster kelabang berukuran raksasa dengan panjang sekitar dua puluh lima meter. Di atas monster kelabang itu ada muka lelaki tua berjenggot panjang dan beruban itu.

Monster kelabang itu segera bergerak dengan cepat menuju ke arah TSF Su-47 Berkut tersebut.

TSF itu segera terbang sebelum dililit oleh monster kelabang raksasa tersebut. Dari atas Beatrix menembaki monster kelabang tersebut.

"Sial gerakannya cepat sekali!" umpat Beatrix yang kesal tembakannya tidak mengenai monster kelabang tersebut.

Monster itu bergerak dengan cepat menuju ke arah utara, tepatnya ke arah sebuah Desa di balik perbukitan.

Beatrix mengejar monster kelabang tersebut. Dia mengalirkan kekuatan elemen api berwarna biru ke senjata TSF-nya, sehingga TSF yang dipilotinya menembakkan peluru-peluru panas yang membakar dapat apa saja.

Monster kelabang itu terbakar ketika berondongan peluru yang dilapisi dengan kobaran api berwarna biru yang ditembakkan oleh TSF Su-47 Berkut mengenai kakinya.

"Sate kelabang rasa Daesh," celetuk Beatrix tersenyum sinis.

.

.

"Mereka seperti hantu. Muncul secara tiba-tiba dan menghilang dengan sangat cepat dan sangatlah wajar jika di masa lalu Kievan Commune kalah ketika memerangi para milisi Daesh," celetuk Beatrix yang tengah tengah duduk bersila di pundak TSF-nya seraya memperhatikan hamparan gunung di depannya. "Dahulu musuh kita mendukung Al-Qaeda dan kelompok sejenisnya untuk melawan Kievan Commune. Sekarang kita bekerja sama dengan mereka untuk memerangi Daesh. Musuh dari musuhku adalah temanku."

"Beatrix, posisimu di mana?" sebuah suara lelaki yang berasal dari sambungan tanpa kabel menanyakan lokasinya.

"Utara Kabul, empat ratus satu kilometer seratus tiga beles meter," balas Beatrix yang tengah menikmati secangkir kopi hitam.

"Pergi ke arah timur laut Kabul tiga ratus delapan puluh kilometer dan hancurkan seluruh musuh yang menguasai Astanabad."

Beatrix mengangguk pertanda paham akan misi yang diberikan oleh atasannya. "Baiklah, aku akan menyelesaikan misi ini, Komandan."

"Semoga berhasil!"

Perempuan itu memasuki kokpit TSF-nya dan TSF berwarna merah darah tersebut segera terbang menuju ke target yang akan dia hancurkan.

.

.

Orang-orang berjenggot panjang dan tebal tengah meracik berbagai macam jenis obat-obatan terlarang di laboratorium mereka. Obat-obatan terlarang ini akan dieskpor ke berbagai penjuru negara baik di Planet Bumi maupun ke luar Bumi. Konflik yang tiada akhir di tanah Khurasan mendorong naiknya angka perdagangan narkoba internasional. Setiap pihak yang bertikai, baik itu Daesh, ataupun Pemerintah Persemakmuran Afghanistan, terlibat dalam bisnis haram ini.

Tanah Khurasan dikaruniai akan berbagai macam sumber daya alam dan mineral serta tanah yang cukup subur untuk menanam berbagai macam tanaman terlarang seperti ganja dan opium. Dalam perang tidak ada yang namanya halal dan haram, sehingga berbagai macam cara dan berbagai macam hal-hal terlarang sekalipun akan menjadi halal demi mencapai kemenangan.

Beberapa milisi Daesh tengah mengangkut beberapa peti kayu yang berisikan obat-obatan terlarang yang telah mereka racik ke dalam beberapa mobil box yang selanjutnya akan dikirim ke berbagai penjuru dunia.

"Benda ini adalah nafas kita. Jaga mereka dengan nyawa kalian!" kata salah Seorang Lelaki bersorban putih yang tengah mengawasi bawahannya.

Hujan malam ini deras sekali, dengan kilatan-kilatan petir yang menggelegar. Beatrix mendaratkan TSF-nya di sebuah bukit yang berjarak dua ratus lima puluh lima meter dari arah barat laut Astanabad.

Perempuan itu menutupi TSF-nya yang dua puluh satu meter tersebut dengan kekuatan sihir agar tidak terdeteksi dan tidak diketahui oleh musuh. Perempuan berambut panjang bergelombang dan berwarna gelap tersebut melangkahkan kedua kakinya melewati jalanan yang begitu terjal.

"Hujan ini mengingatkan diriku dengan Athena ketika ditugaskan ke Tyrol untuk menghancurkan kelompok Greywolves. Saat itu aku dan Athena saling berlomba dalam membunuh musuh sebanyak-banyaknya. Aku berhasil menang dengan unggul dua orang yang telah aku bunuh," ujar Beatrix bercerita sambil berjalan di tengah hujan yang lebat. "Saat terjadi Perang di Lithuania. Kakakku Maximilian dan Athena turut serta angkat senjata, sedangkan aku tidak terlibat karena saat itu aku sedang ikut dengan Ayah melakukan kunjungan kerja ke Hesse. Dalam Perang ini aku dan Charlemagne ditugaskan di Khurasan dengan tempat yang berbeda. Aku tak pernah menyangka bahwa anak laki-laki dari Kanselir Leopold yang dikenal sangat cinta damai, mau mengotori tangannya dengan darah."

Beatrix tiba di atas puncak bukit di dekat kota kecil Astanabad. Kota kecil tersebut merupakan salah satu pusat industri narkoba yang dikelola oleh Daesh. Di balik Kota kecil tersebut, ada hamparan ladang-ladang opium dan ganja yang ditanam dan dipanen oleh milisi Daesh.

"Ada banyak musuh, dan mereka tidak bisa diremehkan. Mereka juga bukanlah sembarangan Orang, dan memiliki insting pembunuh yang tajam juga."

Dia melangkahkan kakinya menuruni bukit yang terjal tersebut dengan penuh kehati-hatian.

Para milisi Daesh tengah berjaga dengan santainya tanpa mereka sadari bahwa Beatrix tengah bergerak dengan sangat hati-hati melompati bangunan demi bangunan dan berlari di atas atap rumah.

Dengan bergerak secara hati-hati, Beatrix menyekap salah seorang Daesh, dan menggorok lehernya dengan belati yang begitu tajam. Perempuan itu menghilang di dalam kegelapan malam dan bunyinya tersamarkan oleh irama jutaan rintik hujan.

Salah seorang Daesh yang tengah berpatroli dibuat kaget akan terkaparnya jasad rekannya dengan luka sayat yang lebar di lehernya. Ketika dia membalikkan badannya, Beatrix menarik pedangnya, dan menebas tubuh musuhnya sehingga terbelah menjadi dua bagian.

Beatrix merasakan kehadiran musuhnya yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Ketika musuhnya tiba di perempatan, Beatrix langsung melemparkan sebuah belati yang mengenai lehernya. Milisi tersebut jatuh sambil jarinya menarik pelatuk dan menembakkan peluru secara acak.

Suara tembakan tidak bisa tersamarkan oleh suara hujan yang deras dan gemuruh petir dan para milisi Daesh tersebut dikagetkan dengan suara tembakan itu.

"Ada musuh," kata salah seorang Daesh kepada pemimpinnya yang tengah duduk bersantai sambil menikmati secangkir kopi hangat.

"Temukan dan bunuh dia," perintah sang Emir kepada bawahannya.

Lelaki beramput pirang kecoklatan itu segera menghubungi teman-temannya via sambungan telepon.

"Ada penyusup. Apapun yang terjadi bunuh dia dan jangan biarkan hidup!"

Mengetahui adanya penyusup, para pemimpin regu memerintahkan para bawahan mereka untuk segera menangkap, dan membunuh Beatrix. Para milisi Daesh segera bergerak dengan cepat untuk menangkap dan membunuh Beatrix.

Suara langkah kaki dan sahutan dari para milisi Daesh terdengar jelas di kedua telinganya. Beatrix berusaha tetap tenang dengan situasi yang tengah menimpanya. Dia menyeringai di balik ribuan rintik hujan, "Sepertinya tempat ini sangat bagus untuk bermain petak umpet."

Dia melompat ke atas sebuah rumah dan bersembunyi sekaligus mengawasi dan mengamati pergerakan para milisi Daesh.

"Ada delapan puluh milisi Daesh dan aku harus mencabut nyawa mereka."

Para milisi Daesh berpencar menjadi beberapa regu yang terdiri dari satu regu yang berisikan empat Orang.

Beatrix turun ke bawah dan bergerak ke sudut jalan, di mana ada sebuah regu musuh yang tengah berpatroli. Dia menarik pelatuk dan menembak kepala salah satu musuhnya. Para milisi Daesh yang kaget segera bergerak sambil menembak ke arah tempat di mana Beatrix sedang bersmebunyi.

Beatrix berlari dengan cepat menghindari berondongan peluru yang ditembakkan oleh para milisi Daesh dan dia menebas leher para musuhnya satu per satu sehingga kepala mereka terpisah dari tubuhnya.

Beatrix mengambil salah satu AK-47 beserta beberapa magazine-nya.

Para milisi Daesh muncul di hadapannya dan segera menembakinya. Beatrix menghindari tembakan musuh dan dia melempar jasad beserta kepala dari empat orang Daesh yang telah dia bunuh untuk mengelabui dan menghancurkan psikologis musuhnya. Serangan tersebut membuat para Daesh berhenti menembak dan di saat itu Beatrix memberondong mereka dengan AK-47.

"Selamat berpesta dengan tujuh puluh dua bidadari," ungkap Beatrix dengan seringai tipis di wajah cantiknya.

Dia melompat dan berjalan di atas atap. Para milisi Daesh yang melihatnya segera mengejarnya dan menembaknya. Aksi kejar-kejaran dan tembak-tembakan tersebut berlangsung dengan sangat seru.

Beatrix berlari dengan sangat cepat sambil menghindari berondongan peluru yang ditembakkan oleh para milisi Daesh yang menghadangnya. Dia melompati para milisi Daesh yang tengah memblokade jalan. Dia segera berlari dengan cepat dan bertarung dengan tangan kosong melawan kedua belas milisi Daesh.

Gerakan Beatrix sangat gesit dan cepat serta seranngannya begitu kuat untuk menjatuhkan para musuhnya. Dia bergerak dengan sangat cepat layaknya kilat dan menarik kedua belas pelatuk pada granat dari musuh-musuhnya.

"Aku telah menarik pemicu pada granat-granat kalian," kata Beatrix sambil memamerkan pelatuk granat yang telah dia tarik.

Perkataan dari Perempuan berusia delapan belas tahun tersebut membuat panik para milisi Daesh. Mereka dengan cepat mengambil granat tersebut dan saling melempar hingga akhirnya kedua belas milisi Daesh tersebut mati secara konyol karena saling melempar granat.

Beatrix tersenyum puas ketika melihat kedua belas musuhnya telah mati. Dia kembali melakukan permainan petak umpet dengan para milisi Daesh yang tersisa.

Meskipun telah membunuh hampir setengah musuhnya, Beatrix masih belum lelah untuk mengajak mereka bermain petak umpet.

Beberapa milisi Daesh terlihat sangat kelelahan dalam permainan petak umpet tersebut.

"Perempuan sialan itu telah mengerjai kita," keluh salah seorang Daesh.

Seroang Lelaki dengan jenggot berwarna merah coklat panjang sedada berkata dengan nada geram, "Perempuan itu telah meremehkan kita!"

"Aku tidak meremehkanmu, Tuan," kata Beatrix yang muncul secara tiba-tiba di hadapan lelaki berjenggot berwarna merah coklat sambil memberikan beberapa granat kepada keempat musuhnya.

Sebelum mereka berempat melempar granat-granat tersebut, mereka terlebih dahulu telah hancur akibat ledakan dari granat tanpa pemicu yang barusan diberikan oleh Beatrix kepada beberapa musuhnya.

Permainan petak umpet ini masih menyisakan banyak orang yang belum mati. Sebagian milisi Daesh kelelahan karena tak kunjung membunuh Beatrix, sedangkan sebagian laginya tengah bersantai untuk mengisi energi.

Sebuah kilatan petir menyambar sebuah objek di atas menara Masjid di mana Beatrix tengah berdiri di atasnya. Dia mengalirkan kekuatan listrik berbentuk naga tersebut ke atas Kota untuk mengelabui musuh-musuhnya yang sedikit takjub akan kilatan petir berbentuk naga.

Beatrix segera berlari menuju ke arah musuh-musuhnya yang masih tersisa. Dia menembakkan kilatan-kilatan petir berwarna biru gelap yang sangat mematikan dan menghanguskan musuh-musuhnya yang tersisa.

Aura pembunuh yang begitu besar dari arah timur, tengah bergerak dengan cepat menuju ke arahnya. Serangan musuh dihindari dengan cepat dan Beatrix menembaki tubuh musuhnya.

Sang Emir telah bertransformasi menjadi sesosok Chimera.

Cakarnya yang kuat seperti baja, mampu memotong, dan menghancurkan apa saja yang ada di hadapannya.

"Jadi, ini pemimpinnya. Tapi dia terlalu lambat untuk keluar hingga akhirnya aku mengirim mereka untuk berpesta dengan tujuh puluh dua bidadari," pikir Beatrix.

"Permainan petak umpet yang konyol ini akan segera berakhir, sama seperti nyawamu yang hanya tinggal menghitung detik," ucapnya dengan nada yang menyeramkan. "Apakah ada kata-kata terakhir?"

"Ayo kita selesaikan," balas Beatrix yang tersenyum.

Mereka berdua bertarung dengan begitu sengitnya, di mana pedang berwarna hitam milik Beatrix, dan cakar besi dari sang Emir saling beradu kekuatan, dan ketajaman. Beatrix menahan setiap serangan dari musuhnya dan Pedang-nya memberikan luka gores pada pipi bagian kanan musuhnya.

Chimaera manusia singa itu memberikan pukulan telak dengan tangan kanannya pada perut Beatrix, tetapi yang dipukul oleh chimera tersebut hanyalah bayangan kloning dari Beatrix yang memberikan luka bakar pada tangan kanannya ketika menyerang kloning bayangan api milik Beatrix.

"Bayangan api itu tidak peduli dengan hujan atau air. Itu akan tetap membakar dirimu ketika kau menyerangnya, meskipun berada di dalam air," jelas Beatrix akan kemampuannya.

Chimera itu berlari ke arah Beatrix yang ada di belakangnya. Mereka berdua saling beradu kemampuan bela diri tangan kosong. Serangan sang Emir sangatlah kuat dan gesit sehingga membuat Beatrix tersudutkan.

Beatrix menembakkan kilatan-kilatan petir berwarna hitam dari ujung jari telunjuk kedua tangannya, tetapi serangan tersebut tidak melumpuhkan musuhnya.

"Kau pikir, serangan itu bisa membunuh prajurit super seperti diriku. Aku berterima kasih kepada Russia Soviet yang telah menjadikanku sebagai objek penelitian Chimera, sehingga aku memiliki kekuatan yang besar seperti ini." Tinju dari Emir Reza Shah mengenai perut Beatrix dan membuatnya terpental menghantam dinding bagian atas sebuah rumah.

Dia melompat ke arah Beatrix yang terlihat tidak berdaya dan mencengkram lehernya sambil mengangkat tubuhnya ke udara.

"Sekali lagi aku katakan," katanya dengan ekspresi wajah yang terlihat puas. "Apakah kata-kata terakhirmu?"

Beatrix memegang tangan musuhnya dan secara tiba-tiba tubuh Reza Shah langsung dilalap oleh api berwarna biru. Chimera manusia singa itu meronta-ronta kepanasan dan berguling-guling di tanah karena rasa sakit yang begitu perih.

"Kemampuanku ini adalah kekuatan elemen api, petir, tanah, dan magma. Aku juga bisa mengendalikan api pada tubuh makhluk hidup, sehingga ketika aku menyentuh anggap saja musuhku. Aku bisa membuat dirimu terbakar. Semua makhluk hidup itu mengandung panas pada tubuh mereka dan api ini tercipta dari panas dalam tubuhmu yang dikendalikan olehku. Kali ini aku akan menenggelamkan Kota Astanabad beserta jasad para anak buahmu ke dalam lautan magma."

Jeritan dari Reza Shah benar-benar berisik dan mengganggu.

Beatrix memasang kuda-kudanya dan melakukan berbagai gerakan. Dia mengerahkan sebagian tenaganya untuk mengubah seluruh tanah dan batu di Astanabad menjadi magma. Perlahan rumah-rumah, tanah, dan bebatuan meleleh menjadi batuan cair alias magma, dan melumat apa yang ada di atasnya.

Beatrix menggunakan kekuatan apinya untuk terbang menuju ke tempat di mana dia menyembunyikan Paladinnya.

"Lautan magma setelah hujan."


Swords of Resistance

Cerita dark fantasy yang wajib kalian baca dan koleksi.

Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C29
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk