Unduh Aplikasi
8.55% Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 13: Menguji Sanjaya

Bab 13: Menguji Sanjaya

"Bersiaplah kau bocah edan ...! Hiyyat ... jiak ...!" Dengan segera Rangsang pun melompat dan kemudian langsung menyerang Sabranh dengan menyabetkan jari-jari besinya ke arah tubuh bocah sakti itu, dan sepertinya Sabrang pun menyadari bahwa lawannya kali ini memang benar-benar bermaksud untuk melukainya.

"Rasakan ini bocah Gembel ... hiyyat, hiyyak!"

Wuss, wuss ... sring, sring ...

Sabetan jari-jari besi Rangsang terlihat berkelebatan mengarah ke hampir seluruh tubuh Sabrang, namun dengan gesitnya bocah sakti itu nampak masih bisa menghindarinya, hingga pada suatu saat Rangsang membuka kedua tangannya lebar-lebar dan kemudian melakukan serangan menggunting dan disaat itu juga Sabrang langsung melompat ke atas dan kedua kakinya menginjak dua pundak Rangsang dan kemudian menghentakkannya.

"Mampus kau bocah edan ...! Hiyyat ...!" teriak Rangsang penuh dengan amarah.

"Hup hiyyak ...!"

Brougs ...

"Uuah ...!"

Rangsang pun langsung jatuh tersungkur dengan muka nyosor ke tanah. Melihat kejadian seperti itu Rajasa pun menjadi marah lalu dengan curangnya dia segera mencabut pedangnya dan kemudian langsung menikamkan ke arah punggung Sabrang.

"Keparat mampus kau bocah Gembel ... hiyyat ...!"

"Aaah ...!"

Karena serangan yang datang dengan mendadak Sabrang pun tidak bisa lagi menghindar hingga akhirnya diapun terhuyung-huyung meski tidak sampai jatuh tersungkur ke tanah, darah segar nampak mengalir dari punggung bocah malang itu.

"Berhenti ...! Berhenti ...! Kakang curang ...!" teriak Arum Sari sambil berjalan mendekati Sabrang yang nampak masih meringis menahan rasa sakit, dan bersamaan itu pula tiba-tiba muncul sesosok lelaki dewasa sambil berkata.

"Ada apa ini? Ada apa?!" tanya laki-laki itu dengan suara tegasnya.

"Ini Ayah, ada bocah Gembel yang mencoba-coba berani menantang kita," jawab Rajasa.

"Siapa dia? Dan kenapa bisa berada di sini?" lanjut tanya lelaki itu, lelaki yang tak lain adalah Dewa Ndaru Ayah dari ketiga bocah tersebut.

"Dia bocah Gembel yang berani mencari gara-gara dengan kita, dia menantang kita Ayah," tegas Rangsang.

"Bohong Ayah, Kakang Rangsang dan Rajasa lah yang meminta untuk bertarung," sahut Arum Sari berusaha meluruskan masalah yang sebenarnya.

"Apa benar begitu hei kau bocah Gembel?!" tanya Dewa Ndaru sambil menatap wajah Sabrang.

"Benar Tuan, saya tidak bermaksud mencari ribut dengan Putra Tuan, jadi saya kemari itu hanya ingin mencari tumpangan untuk bermalam, akan tetapi kedua Putra Tuan memberi syarat mau menerima saya untuk menumpang di rumahnya asalkan mau bertarung dulu melawan mereka.

"Dan ternyata kamu kalah, begitu kan?" tanya Dewa Ndaru nampak menyudutkan Sabrang, dan ternyata Sabrang pun langsung mengangguk meskipun dia telah dicurangi.

"Bukan begitu cerita sebenarnya Ayah," sahut Arum Sari.

"Ssst ... sudah! Diam kau Arum Sari, aku tidak butuh penjelasanmu, karena berani melawan dengan Putraku itu sudah merupakan kesalahan apalagi kalau sampai berani melukainya, maka itu sama saja berani menantangku, hmmm ... itu kenapa hidungmu kok nampak lecet Rangsang? Diakah yang melakukannya?" tanya Dewa Ndaru sambil menunjuk pada Sabrang.

"Benar," jawab singkat Rangsang sambil mengangguk pelan.

"Hmmm, berarti kau memang layak untuk di buat celaka bocah Gembel, dan kalau perlu aku akan menambah hukuman itu kepadamu," lanjut ujar Dewa Ndaru nampak sangat tidak bijak. Untuk sekedar diketahui bahwasanya Dewa Ndaru itu adalah seorang pemimpin Perguruan Padangkarautan yang beraliran ilmu hitam yang tidak tertarik untuk ikut terlibat dalam perburuan mayat sakti, itu dikarenakan mereka sendiri merasa tidak butuh dan nerasa sudah terlalu kuat.

Sementara itu di Alam Kayangan perdebatan nampak sedang terjadi antara Raja iblis dengan Dewa angin, yang nampak saling berebut untuk bisa menguasai tubuh Sanjaya yang kini tengah menyamar sebagai Sabrang itu.

"Dengarlah kau Dewa angin, apa belum cukup kamu dan golonganmu menguasai diri Sanjaya selama ini? Dengarlah, saat ini sudah saatnya anak itu menjadi bagian dari golonganku, maka kau jangan coba-coba menghalangiku untuk menguasai anak itu," ujar Raja iblis mencoba memberi penjelasan, namun nampaknya Dewa angin tidak mau mudah mengalah begitu saja.

"Dengar Raja iblis, apakah kau tidak tahu bahwa Sanjaua itu sudah dikodratkan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pewaris kekuatan mustika sebagai pemangku ilmu kesaktian yang telah dititiskan kepadanya? Dan apakah kau juga sudah lupa bahwa Candrawara itu adalah pertapa suci yang bertugas sebagai pembela kebenaran dan penebar keadilan?" balas Dewa angin mencoba memberi peringatan kepada Raja iblis.

"Hahaha ... hahaha ... hahaha ... aku baru tahu bahwa meskipun sudah menjadi seorang Dewa ternyata kau masih bodoh juga Dewa angin!" sergah Raja iblis bernada mengejek.

"Bodoh? Bodoh apa? Apa maksudmu Raja iblis? Bukankah inilah kebenaran yang telah diketahui oleh semua penduduk Kayangan ini?" kilah Dewa angin berusaha untuk membela diri.

"Inilah bodohnya kau Dewa angin! Bermunajatlah pada Yang Widhi Wasa, coba tanyakan kebenaran yang tidak kau ketahui ini, agar kau bisa segera tersadar dari ke dunguanmu ini," ujar Raja iblis dengan pongahnya.

Lalu setelah mendengar ucapan Raja iblis seperti itu maka Dewa angin yang merupakan bagian dari dewa-dewa pemangku tugas untuk mendampingi para manusia-manusia pilihan itu nampak segera bermunajat pada Sang Hyang Widhi Wasa.

'Oh Yang Widhi ... hamba hanyalah abdimu ... hamba hanya sekedar menjalankan tugas yang kau titahkan ... kiranya sudilah Engkau memberikan petunjuk kepada hamba dari apa yang sedang hamba alami saat ini ...' begitulah isi dari munajat yang dipanjatkan oleh Dewa angin untuk minta petunjuk Shang Yang Widhi, dan tidak lama kemudian Sang Hyang Widhi pun juga langsung menjawab dari ketidaktahuan dari Dewa angin itu.

"Dewa angin ... sebenarnya apa yang kau lakukan itu adalah hal yang benar, akan tetapi memang dibalik itu masih ada rahasia di balik rahasia yang memang belum aku sampaikan kepadamu," balas Sang Hyang Widhi Wasa.

"Rahasia apakah itu Sang Hyang Widhi? Kiranya aku memang belum mengetahuinya?" balas Dewa angin.

"Candrawara dan keturunannya memang sudah aku takdirkan menjadi pengemban risalah kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan manusia di tiap masanya sendiri-sendiri, namun akulah yang berkuasa mengatur dan menentukan hitam dan putihnya perjalanan hidup mereka, dalam hal ini adalah Sanjaya ... yang dimana dia memang sebagai bagian dari pengemban risalah kebenaran dan kedamaian itu, akan tetapi sebelum menggapai dan menempati kedudukannya itu dia memang aku kuasakan untuk mencicipi kelamnya dunia hitam ... itu tidak lain hanya untuk melengkapi perjalanan panjangnya untuk bisa menjadi pengemban risalah yang sejati ... maka dari itu biarkanlah Sanjaya berada dalam dunia hitam yang mulai dia masuki saat ini, dan pada saatnya nanti aku sendiri yang akan mengeluarkannya ..." begitulah jawaban yang diterima oleh Dewa angin.


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C13
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk